(18)-Memulai yang Baru

31 13 0
                                    

•HAPPY READING•

***

Hari-hari setelah ujian akhir berlalu dengan cepat. Kelas mulai sepi karena banyak siswa yang sudah tidak hadir lagi di sekolah.

Meskipun kegiatan akademis telah selesai, masih ada satu hal yang dinanti-nanti oleh semua siswa: pengumuman kelulusan.

Suasana hati Riza dan teman-temannya bercampur antara kegembiraan dan kecemasan. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah itu, tetapi satu hal yang pasti, masa SMA mereka telah resmi berakhir.

Pagi hari pengumuman kelulusan datang, dan sekolah dipenuhi oleh wajah-wajah tegang para siswa dan orang tua. Riza, Rina, Bintang, dan Andi berkumpul di depan papan pengumuman, menunggu hasil yang akan menentukan masa depan mereka.

"Apa kau siap, Za?" tanya Bintang sambil melirik ke arah papan pengumuman yang belum diisi.

Riza mengangguk, meskipun dalam hati ada sedikit rasa gugup. "Kita sudah melakukan yang terbaik, sekarang tinggal menunggu hasilnya."

Rina menatap Riza dan Bintang dengan senyum kecil, meski matanya menunjukkan kekhawatiran.

"Apapun hasilnya, kita sudah berjuang bersama. Itu yang paling penting."

Tak lama kemudian, papan pengumuman mulai ditempeli daftar nama-nama siswa yang lulus. Kerumunan mulai mendekat, dan Riza bersama teman-temannya juga ikut bergerak ke depan. Napas mereka tertahan saat melihat daftar nama.

Riza mencari namanya di antara ratusan nama yang tertera. Jantungnya berdebar lebih cepat saat matanya menyusuri baris demi baris.

“Ada!” seru Riza tiba-tiba, perasaan lega menghampirinya. “Aku lulus!”

Rina, Bintang, dan Andi juga menemukan nama mereka, dan seketika itu, rasa lega yang sama menyebar di antara mereka. Mereka berempat berpelukan, merayakan pencapaian mereka setelah tiga tahun penuh perjuangan.

“Kita berhasil!” seru Bintang dengan antusias.

Rina menghapus air mata kecil di sudut matanya. “Aku nggak percaya kita akhirnya sampai di sini.”

Setelah pengumuman itu, mereka semua pulang dengan perasaan campur aduk—kebahagiaan, kesedihan, dan sedikit ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, tetapi langkah pertama menuju masa depan sudah berhasil mereka lewati.

Beberapa Hari Kemudian

Riza duduk di kamarnya, merenung tentang semua hal yang telah dia lalui. Meski kelulusan sudah di tangan, rasa cemas akan masa depan masih menyelimuti pikirannya.

Bagaimana kelanjutan hubungan mereka setelah semua ini? Apakah mereka akan tetap dekat, atau jalan hidup masing-masing akan membawa mereka terpisah?

Saat pikiran-pikiran itu menghampiri, ponselnya bergetar. Pesan dari Dani muncul di layar.

“Za, ada waktu untuk ketemu? Ada sesuatu yang mau aku bicarakan.”

Riza terkejut. Sejak percakapan terakhir mereka, Dani memang lebih terbuka, tetapi pesan seperti ini tetap membuatnya sedikit penasaran. Tanpa ragu, Riza setuju untuk bertemu di tempat biasa—lapangan basket.

Ketika Riza tiba di sana, Dani sudah menunggu dengan bola basket di tangannya. Tidak seperti biasanya, ekspresi Dani terlihat lebih santai.

“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Riza sambil duduk di bangku kayu yang ada di pinggir lapangan.

Dani melempar bola ke arah ring, dan ketika bola itu meleset, dia menghela napas. “Aku sudah memutuskan sesuatu, Za. Aku akan lanjut kuliah.”

Riza tersenyum mendengar itu. “Itu berita bagus, Dan. Kau sudah menentukan jurusan?”

Dani mengangguk. “Aku memutuskan untuk masuk ke jurusan bisnis. Aku pikir itu akan membantuku nanti dengan usaha keluargaku. Lagipula, aku merasa itu yang paling cocok buatku.”

Riza merasa lega. Dani yang dulu terlihat selalu penuh amarah dan tekanan kini mulai menemukan arah hidupnya sendiri.

Ini bukan hanya tentang kuliah, tetapi tentang bagaimana Dani akhirnya berani membuat keputusan yang benar-benar untuk dirinya sendiri, bukan untuk membuktikan sesuatu pada orang lain.

“Aku senang dengar itu, Dan,” kata Riza tulus. “Aku yakin kau akan sukses dengan apapun yang kau pilih.”

Dani tersenyum samar, lalu menatap Riza dengan serius. “Terima kasih, Za. Kalau bukan karena kau dan apa yang kau katakan waktu itu, mungkin aku nggak akan sampai di titik ini.”

Riza menggelengkan kepala. “Kau sendiri yang memutuskan, Dan. Aku hanya memberikan dorongan kecil. Kau yang menjalani jalanmu sendiri.”

Mereka berbincang sedikit lebih lama, membicarakan masa depan dan rencana masing-masing. Dani mungkin bukan sahabat Riza, tetapi sekarang ada rasa saling hormat yang kuat di antara mereka, sesuatu yang tidak pernah ada sebelumnya.

Hari Terakhir di Sekolah

Hari perpisahan sekolah tiba. Semua siswa berkumpul untuk acara kelulusan resmi. Aula sekolah penuh sesak dengan siswa, guru, dan orang tua yang datang untuk merayakan hari besar ini.

Riza, Rina, Bintang, dan Andi duduk berdampingan, menatap ke depan ketika kepala sekolah memberikan pidato terakhirnya. Kata-kata perpisahan, harapan, dan nasihat memenuhi ruangan, menciptakan suasana haru yang tak terhindarkan.

Ketika nama mereka dipanggil satu per satu untuk menerima ijazah, rasa bangga dan lega memenuhi hati Riza. Momen ini adalah penutup resmi dari perjalanan panjang mereka sebagai siswa SMA.

Setelah acara selesai, mereka berkumpul di luar gedung sekolah, melihat ke sekitar untuk terakhir kalinya. Semua orang sibuk berfoto dan mengucapkan salam perpisahan, tetapi di antara Riza dan teman-temannya, tidak ada kata yang perlu diucapkan.

Bintang menghela napas panjang. “Jadi, ini dia. Akhir dari semuanya.”

Rina mengangguk, tetapi ada senyum di wajahnya. “Bukan akhir. Ini hanya awal dari sesuatu yang baru.”

Riza mengangguk setuju. “Ya, kita mungkin tidak akan bersama-sama seperti ini lagi, tapi kita akan selalu punya kenangan ini. Dan apapun yang terjadi, kita tetap bisa saling dukung.”

Mereka bertiga saling tersenyum, lalu berpelukan untuk terakhir kalinya sebagai siswa SMA. Meski jalan hidup mereka akan membawa mereka ke arah yang berbeda, ikatan mereka tidak akan pernah hilang.

To be continued
Published:25,Maret,2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang