Bab 10

88.5K 6.4K 348
                                    

Sebelum pulang ke rumah, Elin sempat mampir ke salah satu restoran karena Aksa mengeluh lapar. Kebetulan restoran ini lokasinya tidak jauh dari kantor Awan. Baru saja pesanannya diantar, ia melihat kedatangan Awan. Begitu Awan datang, Elin langsung mengenalkan Adiknya itu pada Aksa.

"Aksa, ini Om Awan. Adiknya Mama," ucap Elin menatap Aksa. Kemudian ia beralih menatap Adiknya. "Dan Awan, ini Aksa. Anakku."

Awan dan Aksa saling berjabat tangan untuk berkenalan. Sebelumnya Elin memang sudah cerita soal Aksa ke Awan. Meski di awal Adiknya tampak marah mengetahui fakta itu, tapi lambat laun akhirnya Awan bisa menerima setelah mendengar penjelasan dari Elin. Begitu juga dengan Aksa yang sering mendengar cerita tentang Awan darinya. Karena Aksa tahu Awan suka bermain game, hampir tiap hari anak itu bertanya pada Elin kapan bisa bertemu dengan Awan. Padahal Awan termasuk orang yang sibuk dengan pekerjaan dan segala kegiatannya, baru sekarang Elin bisa mempertemukan keduanya.

Kini Awan dan Aksa sudah bertemu. Meski belum pernah bertemu sebelumnya, tapi di pertemuan pertama ini mereka berdua langsung akrab. Pertemuan tanpa rencana ini membuat Aksa seketika lupa dengan perkelahian yang sudah dilakulan sebelumnya.

"Om benaran Adiknya Mama?" tanya Aksa menatap laki-laki yang kini sudah duduk di hadapannya.

Awan sontak mengangguk. "Kenapa? Nggak mirip ya?"

"Iya, badan Om tinggi banget. Nggak kayak Mama yang agak kecil," jawab Aksa melirik ke sebelahnya.

Tak ayal Awan tertawa mendengar jawaban jujur dari Aksa. "Bilang aja kalo Mamamu pendek. Nggak usah diperhalus pakai kata-kata agak kecil," ucapnya disela-sela tawanya.

"Heh! Enak aja ngatain pendek," sahut Elin kesal.

"Sebenarnya Mamamu itu nggak pendek, Om aja yang ketinggian," ucap Awan setelah tawanya reda.

Aksa menatap Mamanya, lalu berganti menatap Omnya. "Emang tinggi Om Awan berapa?"

"180 cm," jawab Awan.

"Wow, kenapa nggak jadi pemain basket profesional aja?" tanya Aksa dengan nada takjub.

"Dulu emang suka main basket, tapi sekarang udah nggak bisa sering-sering main lagi."

"Kenapa?" tanya Aksa penasaran.

"Om ada cedera di kaki. Makanya nggak bisa terlalu sering main basket," jawab Awan.

Aksa manggut-manggut. "Kalo Mama tinggi badannya berapa?"

"Mama nggak pendek kok. Tinggi badannya standar perempuan Indonesia. Sekitar 159 cm," jawab Elin.

"Kalo dibandingin tingginya Om Awan sama Papa, Mama masih kalah tinggi," gumam Aksa.

Elin berdecak kesal. "Iyalah!

"Paling beberapa tahun lagi kamu juga bakal lebih tinggi dari Mamamu. Percaya deh sama Om," sahut Awan.

"Udah, jangan ngomong terus. Dimakan itu nasi sama ayamnya. Tadi kamu ngeluh lapar," ucap Elin mengingatkan Aksa. Kemudian ia beralih mematap Adiknya. "Kamu udah pesan makanan kan, Wan?"

Awan mengangguk. "Tadi sebelum duduk sekalian langsung pesan."

Aksa menyuapkan sendok ke dalam mulutnya. Setelah ia selesai mengunyah, ia kembali membuka suara. "Mama bilang Om Awan suka main game. Kapan-kapan kita mabar yuk, Om."

"Boleh. Biasanya kamu main game apa?"

Setelah itu Elin sudah tidak mengerti topik pembicaraan Aksa dan Awan. Ia hanya menjadi pendengar sembari menghabiskan makanan yang sudah dipesan.

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang