Part 31

1.4K 50 0
                                    

Esok paginya usai melaksanakan sholat subuh berjamaah dimasjid, abiyan langsung bergegas lari menuju toilet lantai bawah.

ia terus memuntahkan isi perutnya di wastafel, perutnya benar-benar merasa mual. ia bahkan meninggalkan istrinya begitu saja.

huek! huek!

abiyan membasuh wajahnya dengan air yang ada disana, ia menatap wajah yang terlihat pucat pada cermin yang ada dihadapannya.

"mas, kamu gapapa?"

abiyan langsung membalikkan badannya menatap wajah khawatir sang istri yang sepertinya habis berlari kecil. ia dapat mendengar deru nafas yang tidak teratur dari wanita yang masih berdiri diambang pintu.

dengan cepat abiyan melangkah mendekati sang istri, ia mendekap tubuh kecil yang masih terbungkus mukena disana.

"kamu lari-larian?" tanya abiyan dengan menatap wajah cantik istrinya, kedua tangannya menangkup pipi shefa disana.

"maaf, aku khawatir sama kamu." ucap shefa membuat abiyan menghela nafasnya panjang.

perutnya sudah merasa mendingan, tidak semual tadi. kini abiyan merangkul pundak istrinya dan menuntun gadis itu ke ruang tengah lalu mendudukkannya disana.

shefa terus menatap wajah tampan suaminya yang kini sudah berlutut didepan perutnya, entah apa yang akan suaminya itu lakukan. ia lebih memilih diam duduk diatas sofa saja.

sementara abiyan tak berhenti tersenyum, ada raut bahagia yang terpancar diwajahnya. tangan kanannya terulur mengusap lembut perut istrinya yang masih terlihat rata disana. entah mengapa ia merasa sangat senang dengan mengusap perut yang masih tertutup mukena itu.

abiyan mendongak menatap iris coklat terang milik istrinya, senyuman dibibirnya sama sekali tidak luntur diwajahnya.

begitupun shefa yang ikut tersenyum haru melihat raut kebahagiaan yang begitu terpancar diwajah suaminya.

tangan kecil milik shefa ikut mengusap lembut perut itu, kemudian terkekeh kecil.

"adek, gaboleh nakal ya. kasian ayah mual-mual terus." ucap shefa seraya menatap perut rata miliknya.

mendengar itu abiyan semakin merasa senang, namun ada satu perkataan istrinya yang membuatnya membantah.

"aku gamau dipanggil ayah ay." shefa langsung menatap iris hitam pekat milik abiyan yang masih berlutut dihadapannya.

"terus apa, papah? tapi aku pengen dipanggil ibu." keluh shefa dengan wajah cemberutnya, melihat itu abiyan lantas terkekeh gemas.

"aku mau dipanggil, abba. abba sama ibu." ucap abiyan dengan kekehan kecilnya, rasanya memang terdengar aneh tapi abiyan menginginkan itu.

"abba harusnya sama umma."protes shefa.

"ya gapapa dong, umma aja sama abikan?"

shefa mengangguk setuju mengingat kedua orang tuanya yang dipanggil tidak sesuai pasangannya, awalnya shefa memanggil wanita paruh baya yang telah melahirkannya itu dengan sebutan umi.

namun shefa kecil mendengar salah satu temannya memanggil ibunya dengan sebutan 'umma' dan disanalah shefa mengikuti jejak sang teman.

umma salama tentu tidak keberatan, ia justru senang karena itu keinginan buah hatinya.

abiyan menyikap sedikit mukena juga baju tidur yang dikenakan istrinya, hingga menampakkan perut polosnya disana.

cup!

kecupan yang terasa begitu lembut membuat shefa tak bisa menahan senyumnya lagi. ia menyukai hal itu, hal-hal manis yang suaminya lakukan.

shefa semakin menyunggingkan senyumnya ketika mendengar lafadz-lafadz Al-Qur'an yang keluar dari bibir abiyan. shefa tau surah apa yang tengah dibacakan oleh suaminya disana, ia terus mengucap syukur dalam hatinya.

PERANTARA SURGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang