Part 38

1.1K 43 0
                                    

Disebuah ruangan serba putih dengan bau obat-obatan yang menyeruak indra penciuman, terlihat seorang wanita dengan jas putih kebanggaannya tengah tersenyum tipis menatap wajah cantik pasiennya yang tengah tertidur diatas brankarnya.

"dok, istri saya kenapa?" tanya abiyan dengan nada yang lemah namun matanya tersirat rasa khawatir terhadap istrinya.

dokter itu tersenyum padanya, sembari menatap sekilas perempuan cantik yang sudah lama menjadi pasiennya.

"bu shefa tidak apa-apa pak, dia hanya kecapean. harusnya bu shefa tidak terlalu banyak beraktivitas di luar ruangan, karena akan membuat daya tahan tubuhnya menjadi lemah seperti sekarang." jelas sang dokter.

abiyan mendengarkan dengan seksama, ada rasa sesal didalam lubuk hatinya. harusnya abiyan tidak membawa shefa ikut beraktivitas seperti tadi, ia tidak mengira hal seperti ini akan terjadi.

"tapi istri saya gapapa kan dok?" tanya abiyan lagi, raut khawatir begitu jelas diwajahnya.

"tidak apa-apa pak, istri serta anak anda semuanya aman dan masih sehat. tapi lain kali tolong diperhatikan ya pak, agar bu shefa tidak seperti ini lagi." ucap dokter elena lagi.

"baik dok, saya akan lebih siaga menjaga mereka." jawab abiyan membuat dokter elena tersenyum senang.

"oh iya, nanti kalo bu shefa sudah bangun tolong biarkan istirahat selama 3 jam lebih dulu ya pak. jangan langsung dibawa pulang, biar energinya stabil lebih dulu." jelas dokter elena.

abiyan mengangguk mantap,
"baik dok, terimakasih."

dokter itu mengangguk dengan tersenyum tipis seraya menatap ke arah abiyan.

"kalau begitu, saya pamit ya pak kalo terjadi sesuatu bisa pencet tombol 'nurse' mari pak." perintah dokter sebelum pergi dari ruangan itu.

setelah kepergian dokter elena, abiyan kembali menatap wajah cantik istrinya yang masih tertidur. cantik, sangat cantik. namun abiyan sangat tidak menyukai istrinya yang tertidur pulas diruangan seperti ini.

abiyan menarik satu kursi yang ada di sana agar lebih dekat dengan istrinya sebelum ia duduki.

digenggamnya tangan shefa yang tidak terpasang selang infus itu, diusapnya dengan begitu lembut dan diciumnya berkali-kali punggung tangannya.

"maafin abba ya nak, abba lengah jagain ibu kamu." gumam abiyan dengan lirih.

tatapan matanya tak lepas dari wajah cantik shefa yang masih setia memejamkan matanya itu.

tangan abiyan terulur membenarkan rambut rambut yang keluar dari hijab sang istri.

"maafin aku sayang.." lirih abiyan lagi dengan menatap sendu wajah istrinya.

rasa sesak didalam hatinya membuat abiyan tak kuasa menahan air matanya agar tidak keluar, meskipun dokter sudah mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap saja abiyan merasa gagal menjaga istri dan calon anaknya.

ia merasa menjadi suami serta ayah yang buruk bagi mereka, ia takut kedepannya akan terjadi sesuatu yang lebih membahayakan mereka.

ting!

abiyan menoleh ke samping dimana layar ponselnya yang menyala karena pesan seseorang, namun tak berniat membalas abiyan kembali menatap wajah cantik istrinya.

diusapnya pipi mulus shefa yang terlihat lebih tembem dari sebelumnya, abiyan terkekeh kecil mengingat pertama kalinya ia berinteraksi dengan shefa yang menurutnya sangat menguras tenaga dan kesabaran extra.

ting!

pesan itu kembali masuk, tapi abiyan tetap tak menghiraukannya.

ia menghela nafasnya panjang, tasbih yang ada digenggamannya terus berjalan.

PERANTARA SURGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang