22. Tekanan mental

500 65 3
                                    

Setelah segala huru-hara yang terjadi pagi itu, Gunwook di interogasi oleh Keeho.

"Nama lengkap?" tanyanya sambil mengetik di laptop.

Gunwook menunduk dan menjawab dengan lirih. "Park Gunwook."

"Usia?"

"Sembilan belas tahun."

Keeho menghela napas. Dia lalu mengambil berkas laporannya di atas meja. "Kalian bahkan belum dewasa."

Dan dia pukulkan berkas itu ke kepala Gunwook.

"Aak!" Gunwook mengaduh sambil memegangi pucuk kepalanya.

"Kenapa kamu memukulinya?" tanya Keeho.

"Karena saya marah."

"Marah kenapa? Jelaskan langsung!" Keeho hendak memukul kepala Gunwook lagi, tapi anak SMA itu berkelit. Dan buru-buru berkata..

"Karena dia mengatakan sesuatu yang membuat saya tersinggung," katanya.

"Apa yang dia bilang?"

"Sebenarnya, saya pernah menyatakan perasaan saya ke dia, tapi.. saya ditolak." Gunwook menggaruk-garuk lehernya canggung.

"Lalu karena situasi di antara kita jadi canggung, di hari berikutnya saya mengajak dia bertemu."

"Terus?" Keeho bertanya masih sambil terus mengetik di laptop.

"Tapi ternyata kondisinya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Saya jadi serakah dan sangat ingin memilikinya. Saya berusaha menembaknya sekali lagi, tapi Jungwon menolaknya. Karena merasa frustasi, saya terus memaksanya. Lalu mungkin karena kesal, Jungwon bilang.. Kak Gunwook kalau terus seperti ini, nanti Jungwon jadi benci sama Kak Gunwook."

"Iya terus?" Keeho mengernyitkan dahi dan berhenti mengetik. Ditatapnya Gunwook.

"Gak tau kenapa, saya marah sekali dengar itu. Dan saya memukulinya." Di akhir pembicaraan Gunwook memelankan sambil menunduk dalam.

Kehoo menggelengkan kepala.

"Hei.. harusnya kamu belajar dari pada berkelahi seperti ini."

Dia lalu melihat berkas-berkasnya lagi.

"Terus luka sayatan ini apa?" tanyanya.

Gunwook sontak mengangkat kepalanya dan memandang Keeho tegang.

"Itu.." anak SMA itu terlihat ragu-ragu untuk menjelaskan. Sesekali dia menggigit bibirnya, dan matanya bergerak kesana kemari. Terlihat sedikit cemas.

"Jelaskan!"

Sambil memejamkan mata Gunwook menundukkan kepalanya.

"Saya marah sekali.. kenapa dia menolak saya, padahal saya sangat menyukai dia. Saat itu saking marahnya sampai-sampai saya merasa seperti kerasukan iblis."

"Kamu.." Keeho menata Gunwook tajam. "Punya masalah dalam mengendalikan emosi, ya?"

Gunwook dengan cepat mengangkat wajahnya lagi.

"Tapi saya benar-benar menyesalinya!" katanya. "Saya sangat menyesal!"

Jay yang mejanya berhadapan dengan Keeho, memperhatikan Gunwook yang duduk membelakanginya. Sejak tadi, sambil mendengarkan proses interogasi itu, dia perlahan memperhatikan tubuh Gunwook. Dari kaki hingga kepala.

Saat itu, ketika Jay memperhatikan tangan Gunwook, dia merasa terganggu oleh plester penghangat yang terlihat menyembul di pergelangan tangan Gunwook. Plester itu terlihat sedikit karena tertutupi oleh lengan jaketnya.

"Tanganmu kenapa?" tanya Jay tiba-tiba.

Gunwook dan Keeho menoleh. Seketika Gunwook melihat pergelangan tangannya.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang