37. Luka keluarga

502 87 25
                                    

Sunghoon menghela napas keras. Dia sudah duduk di kursi dekat jendela kamarnya selama hampir empat jam, menatap ke luar jalan yang gelap. Tengah malam telah berlalu sejak dua jam yang lalu, dan rasa kantuk tak juga menghampirinya.

Sebuah surat kabar tergeletak dalam sorotan cahaya di mejanya. Dengan headline beritanya berbunyi:

He's Not Made Wrong Choice, He Just Had No Choice..

Sebagian besar halaman depan surat kabar itu terisi oleh foto besar Sunoo yang dengan tangan terborgol berjalan ke persidangan.

Koran itu terbit kemarin. Dengan isi berita yang sesuai dengan laporannya Jake ke Ryujin. Memberitakan tentang ketidak adilan yang diterima Sunoo.

Dan menurut Jake, hanya dalam waktu yang sesingkat itu berita tersebut berhasil memicu respon yang besar dari masyarakat. Respon yang ditunjukan, kebanyakan dari mereka merasa tidak adil dengan vonis yang diberikan kepada Sunoo.

Bahkan petisi yang dibuat Sunghoon setelahnya, tentang diadakannya pengadilan ulang untuk Sunoo sudah mendapatkan hampir sepuluh ribu tanda tangan.

Melihat bagaimana responnya, besar kemungkinan persidangan ulang akan diadakan. Entah kapan terjadi. Bisa dalam waktu dekat, bisa juga bulan-bulan berikutnya.

Tidak secepat itu..

Lagi-lagi Sunghoon harus menunggu.

Penantian yang terasa sangat panjang. Bahkan sehari terasa seperti bertahun-tahun.

Selama ini, dia berusaha untuk tidak menunjukkan rasa cemasnya sejak Jake memberitahukan rencananya. Tapi kini rasa takut itu menyelimutinya ketika dia memikirkan tentang kemungkinan terburuk yang mungkin saja bisa terjadi. Bahwa bisa saja hakim tidak bisa merubah vonis Sunoo.

Sunghoon menghela napas. Sudah hampir satu bulan ini dia menghabiskan waktunya membuat alasan untuk melarikan diri dari keramaian dimanapun dia berada. Bahkan saat bekerja pun, Sunghoon memilih untuk berada di belakang. 

Besarnya keputusan untuk tidak kembali ke rumahnya membuat Sunghoon selalu bersikap waspada. Sebelumnya dia tidak bisa mengingat kenapa dia memilih untuk tidak segera bertindak. Hatinya selalu dipenuhi keraguan, keraguan bahwa dia akan menciptakan keributan yang akan membuat mamanya sakit seperti sebelumnya. Karena bagaimanapun, dia juga tidak bisa melihat mamanya sedih.

Tapi meskipun terlambat, pada akhirnya dia memilih jalan ini.

"Jungwon.." panggil Sunghoon pada suatu hari saat dia sedang berada di gudang untuk mengambil tepung dan gula bersama Jungwon.

Jungwon menoleh.

"Itu.. kalau misalnya.." suara Sunghoon tiba-tiba terdengar ragu. Dia lalu menghindari kontak mata dengan Jungwon.

"Kak Sunghoon mengunjungi kakakmu bagaimana?" tanyanya kemudian.

Jungwon diam sebentar, terlihat bingung dengan tingkah Sunghoon. Tapi setelah itu dia tersenyum.

"Tidak masalah, Kak Sunoo pasti senang," jawabnya.

Sunghoon menatap Jungwon kaget. "Kamu gak masalah? Berarti kamu harus bertemu kakakmu satu bulan lagi."

"Tidak apa-apa. Kak Sunghoon kan ingin bertemu dengan Kak Sunoo."

Sunghoon tidak dapat menahan senyumnya. "Terima kasih."

Jungwon menatap Sunghoon yang sedang mengikat karung tepung dengan tali. Dia sudah tau masalah yang dihadapi Sunghoon dari Heeseung. Hanya demi Sunoo, Sunghoon rela melepas semua yang sudah dia miliki.

"Bagaimana?" tanya Jungwon tiba-tiba.

Sunghoon menoleh.

"Apanya?"

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang