"Jaga adikmu, mama minta tolong. Dia masih terlalu muda untuk merasakan ini semua."
"Sunoo, buat Jungwon bahagia. Jangan pernah kamu meninggalkan dia. Apapun, utamakan adikmu lebih dulu."
Begitu sampai dirumah sakit, Jungwon langsung di tangani oleh dua orang dokter. Dan Sunoo disuruh untuk menunggu diluar.
Dari tempat dia duduk sekarang Sunoo bisa mendengar suara orang-orang di dalam sana yang berbicara dengan panik.
Sudah setengah jam berlalu, kenapa dokter belum juga keluar?
Sunoo menatap kedua tangannya yang penuh dengan jejak darah. Sementara sejak tadi secara tiba-tiba suara mamanya terus berputar-putar didalam kepalanya. Seolah mengingatkan kalau, dia telah gagal menjadi seorang kakak.
Ketidakadilan semuanya itu menumpuk dalam dirinya sehingga dia ingin berteriak karena marah.
Bagaimana semuanya bisa berakhir seperti ini?
Mengapa dia sebagai korban malah yang harus menderita?
Berapa lama lagi dia harus terus patuh dan menerima saat orang-orang itu memintanya untuk duduk dan menjadi anak yang baik?
Atau sampai berapa lama dia harus menahan godaan untuk mengirim surat kepada media dan menunjukkan bahwa seperti inilah realita hukum di negara ini?
Pikiran-pikiran penuh amarah ini berpusar dalam pikiran Sunoo, dan bagian dalam tubuhnya terasa mendidih dengan rasa marah, sementara di satu sisi dia juga menyadari bahwa mungkin ini bukan sepenuhnya salah mereka.
Jika bukan karena dirinya yang membiarkan Jungwon sekolah di sana pasti peristiwa ini tidak akan terjadi. Jungwon tidak akan berkenalan dengan para berandal itu.
Barangkali apa yang dikatakan bibinya benar. Memang harusnya dia lebih tau diri.
Sunoo tidak tahu berapa lama dia telah berkutat dengan pikirannya sebelum sebuah suara menghentikan renungannya dan dia melihat ke atas, dokter yang menangani Jungwon sudah keluar dari UGD. Sunoo langsung berdiri.
"Dia selamat. Tapi kondisinya kritis." Setelah mengatakan itu, Dokter tersebut menepuk pundak Sunoo dan dia masuk ke dalam lagi. Meninggalkan Sunoo yang masih berdiri dengan pandangan kosong.
Berapa lama dokter itu menangani Jungwon, dia tidak tahu. Demikian juga dia tidak tau kenapa kesedihannya tak juga mereda setelah mendengarkan ucapan dokter tadi.
Rasanya sudah lama sekali waktu berlalu ketika Ni-ki serta Junghwan terlihat di sepanjang lorong menuju ke Sunoo. Seperti sebelumnya mereka berdua datang dengan wajah panik. Apalagi saat melihat baju dan kedua tangan Sunoo yang penuh dengan darah.
"Kak!" panggil Ni-ki.
"Bagaimana kondisi Jungwon?"
"Apa yang terjadi?" tanya Junghwan sama paniknya.
Sunoo tidak berusaha menjawab ataupun menjelaskan. Dia masih merasa kosong. Mereka akan segera tahu, sebentar lagi..
"Aku tadi sudah telfon Kak Jay."
"Dia sedang ke sini."
Saat mereka bicara itu, tiba-tiba dari arah ruang gawat darurat, Jungwon dengan kondisi yang masih tidak sadarkan diri di ranjangnya, di dorong oleh beberapa perawat. Untuk dipindahkan ke kamar inap.
"Jungwon.." bisik Junghwan. Saat melihat masker oksigen yang terpasang menutupi mulut dan hidung Jungwon.
Sementara Ni-ki mengeraskan rahangnya, melihat ke pergelangan tangan kiri Jungwon yang terlilit perban tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
FanfictionKarena Sunoo tidak membutuhkan siapapun. Kenyataan bahwa dia tidak memiliki siapapun sebagai tempat bersandar, membuatnya belajar untuk mengandalkan diri sendiri. Dan Sunoo percaya, dia jauh lebih bisa diandalkan daripada orang lain. Warn: Genre ce...