CHAPTER 29

3K 399 42
                                    

Selamat datang kembali di cerita sederhana ini
Tidak terasa ternyata sudah masuk chapter 29, dan hanya akan tersisa 1 chapter lagi setelah ini.

Ngomong-ngomong terima kasih banyak untuk 90rb mata, 11rb vote dan lebih kurang 1770 komentar untuk cerita yang awalnya aku ga yakin kalian bakal suka.

Kalian memang yang terbaik..

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak pada setiap chapter nya, vote dan komentar dari kalian sangat berharga bagiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak pada setiap chapter nya, vote dan komentar dari kalian sangat berharga bagiku..

Selamat membaca

-

Sesampainya di rumah, Becky merasa semakin gelisah. Apalagi dia baru mengetahui bahwa Freen telah diancam oleh ayahnya agar tidak lagi menghubungi dia. Becky kembali mencoba menghubungi sang kekasih namun nomer Freen sedang sibuk.

"Dia teleponan sama siapa sih!?" kesalnya.

Becky merebahkan tubuhnya ke atas ranjang berukuran besar itu. Dia memijit pelipisnya untuk meredakan rasa nyeri disana. Belum selesai masalah mengenai hilangnya Reina, kini dia mulai meragukan campur tangan Beer dalam kasus penculikan Reina.

"Jika bukan Kak Beer, lalu siapa?" pikirnya.

"Sepertinya aku harus menemui ayah."

Seperti biasa, sang ayah akan lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerjanya meski sedang berada di rumah. Tubuh itu masih terlihat tegap meskipun kini telah menginjak usia 54 tahun. Namun kerutan-kerutan halus sudah mulai tampak di wajah penuh wibawanya.

Kebetulan saat itu sang ibu baru saja mengantarkan teh hangat dan cemilan sore untuk suaminya.

"Ayah... Ada yang ingin Becky tanyakan," ucapnya pelan.

Hanna melihat raut wajah serius dari sang putri memilih untuk memberikan ruang bagi keduanya. Namun sebelum meninggalkan ruangan itu, dia mengingatnya keduanya untuk tidak bertengkar lagi.

Setelah kepergian Hanna, kini pria itu mengambil tempat duduk di sofa di ruang kerjanya. Becky ikut duduk di hadapan sang ayah. Dia meletakkan kedua tangannya di atas pahanya sambil menundukkan kepalanya.

"Apa yang ingin kamu sampaikan pada ayah?"

"....."

"Jika kamu ingin membatalkan perjodohan itu, ayah tidak setuju," Gabriel melipat tangannya di depan dadanya.

"Aku kesini bukan ingin membahas hal itu ayah, tapi....."

Becky seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Seolah keberaniannya menguap begitu saja setelah melihat sang ayah.

Gadis itu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan untuk menenangkannya degup jantungnya yang tidak beraturan.

"Cepat katakan, ayah tidak punya banyak waktu."

Virgin MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang