Tae Do berusaha menahan amarahnya. Matanya tertutup dengan dada yang mulai sesak. "Lakukanlah"
Sokhwie kaget mendengar Tae Do tidak lagi mencegah tindakan nekatnya. Sokhwie sempat merasa ragu dan berpikir sejenak. Ditengah kelengahan Sokhwie, Tae Do dengan sigap meraih pisau tersebut.
Namun Tae Do hanya sempat meraih ujung pisau yang menyebabkan tangan Tae Do mulai tergores. Tae Do berusaha menarik pisau itu dari tangan Sokhwie namun wanita itu sepertinya tidak ingin segera menyerah. "Lepaskan" Sokhwie berteriak kepada Tae Do"
Teriakan Sokhwie tidak hiraukan oleh Tae Do. Begitu juga dengan Sokhwie yang masih berusaha mempertahankan pisau tersebut dari genggamannya. Pisau tersebut menggores telapak tangan Tae Do semakin dalam. Darah mulai menetes dari telapak tangan Tae Do.
Sokhwie kembali lengah ketika melihat darah mengalir dari telapak tangan Tae Do. Sokhwie melihat mimik wajah Tae Do yang tidak menunjukan rasa sakit sama sekali meskipun darah mengalir dari telapak tangannya. Sokhwie mulai bergetar ketakutan. Dengan sekali hentakan, pisau itu terlepas dari genggaman Sokhwie.
Tae Do dengan sigap langsung menggendong Sokhwie ala bridal style. Sokhwie berusaha turun dari gendongan Tae Do. Sokhwie ingin turun bukan karena akan kembali meletakan pisau di lehernya. Sokhwie menyadari pria ini menggendongnya dengan telapak tangan yang terluka parah. "Tuan, tolong turunkan saya. Tangan anda terluka"
Tae Do masih diam dan tetap melangkah menuju kamarnya. Di tengah jalan, Woong menghampiri Tae Do. "Bubarkan acara dan panggil tabib untuk datang ke kamarku sekarang"
Sokhwie dengan patuh dan pasrah berada dalam gendongan Tae Do. Semakin ia memberontak, maka semakin kuat Tae Do mencengkram kakinya. Bahkan Sokhwie dapat merasakan darah dari telapak tangan Tae Do menempel pada kulitnya.
----'''-'''-''-'''----
Sokhwie sedang diobati oleh tabib dengan diawasi oleh Tae Do tentunya. Dengan wajah datar Tae Do terus melihat tindakan yang dilakukan oleh Tabib kepada Sokhwie. Luka di leher Sokhwie telag diberikan obat oles untuk menghindari lukanya kembali mengeluarkan darah.
"Tuan, izinkan saya untuk mengobati telapak tangan anda" Tabib meminta izin untuk mengobati telapak tangan Tae Do. "Tidak perlu"
"Biar saya yang akan melakukannya" Tabib terlihat lega mendengar permintaan Sokhwie. Ia meletakan obat dan kain untuk membalut luka Tae Do. Sekarang yang ada di kamar tersebut hanya Sokhwie dan Tae Do.
"Jika anda membiarkan tangan anda dengan luka yang terbuka seperti ini maka anda akan segera kehabisan darah atau bahkan tangan ada bisa semakin terinfeksi" Sokhwie terus mengoceh dan seakan lupa jika yang menyebabkan luka tersebut adalah dirinya.
"Luka seperti ini tidak akan membunuhku" Sokhwie menatap wajah Tae Do yang masih datar sedari tadi. Sokhwie kembali mengobati luka di telapak tangan Tae Do dan membalut kain di sekitar luka tersebut setelah memberi obat oles yang disiapkan oleh Tabib.
"Sampai kapan kau akan terus menentang perintahku?" Sokhwie mengernyitkan keningnya.
"Saya hanya mempertahankan harga diri. Anda yang melanggar janji dan bukannya saya yang melawan perintah anda" Tae Do menatap Sokhwie tajam.
"Baiklah, aku akui yang aku lakukan di acara itu salah. Aku seharusnya tidak mempermalukanmu di depan umum" Tae Do untuk pertama kalinya menurunkan ego dan harga dirinya untuk seorang perempuan.
"Bagaimana kau bisa memiliki sifat yang sangat keras kepala seperti ini" Tae Do mencubit pipi Sokhwie.
"Bukannya anda yang lebih keras kepala dan suka melupakan perkataannya sendiri" Tae Do kembali mencubit pipi Sokhwie namun kali ini tidak hanya satu pipi namun keduanya.
"Sejak kapan kau memiliki keberanian untuk menjawab setiap perkataanku" Tae Do semakin mencubit pipi Sokhwie lebih keras.
"Sejak anda marah ketika saya menagih janji untuk melepaskan Yu Gwi"
Tae Do melepaskan cubitannya di pipi Sokhwie. Suasana hatinya mendadak berubah ketika nama Yu Gwi disebut. "Jangan sebut nama pria itu lagi di hadapanku"
"Ayahnya Yu Gwi, Yu Guk telah menjadi orang yang sangat banyak membantu dalam mengembangkan wilayah ini. Yu Guk selalu membawa anaknya ke istana ini untuk menemani saya bermain. Ayah yang tidak memiliki anak laki-laki sangat senang dengan kedatangan Yu Gwi ke istana" Tae Do memperhatikan Sokhwie yang sedang bercerita.
"Wilayah ini tidak banyak memiliki lahan yang subur untuk bercocok tanam. Yu Gwi bersama Yu Guk saat itu sedang merencanakan untuk melakukan penghijauan hutan tandus sebelum akhirnya wilayah ini di taklukan"
"Jadi Yu Gwi sepenting itu bagimu sehingga kau rela untuk tidur denganku demi membebaskannya?," Tae Do membuat mimik wajah mengejek.
"Apakah saya mempunyai pilihan lagi selain untuk melayani anda sebagai tahanan. Saya bukanlah seorang tuan putri lagi dan hanyalah salah satu dari hasil penaklukan wilayah yang anda dan pasukan anda lakukan" Lagi-lagi wanita ini terlalu terang-terangan dalam mengutarakan isi hatinya.
"Apakah kau membenciku?," pertanyaan yang tidak pernah Sokhwie duga dilayangkan oleh Tae Do.
"Tentu" Tae Do sudah menduga Sokhwie akan sangat benci dengan dirinya. Apa yang bisa pria ini harapkan. Dirinya yang telah merenggut kenyamanan hidup wanita ini.
"Namun, ketika anda menyetujui untuk menguburkan masyarakat dan ayah saya yang sudah tiada. Pandangan saya mengenai anda sedikit berubah. Saya juga menyadari bahwa peperangan dan penaklukan wilayah lain memang hal yang sudah pasti akan terjadi. Saya malah sangat bersyukur, orang yang ditugaskan untuk menaklukan dan mengawasi wilayah ini adalah anda dan bukannya Nam Kyu" Tanpa sadar Tae Do sedikit tersenyum ketika mendengar curahan hati Sokhwie.
"Bagaimana jika aku kembali meneruskan rencana penghijauan yang kau sebutkan tadi?," Sokhwie mengernyitkan dahinya. Tae Do yang hanyalah orang asing yang harusnya tidak perduli dengan wilayah ini sekarang mendadak menjadi sangat peduli. Ada apa dengan pikiran pria itu.
"Kenapa anda ingin melakukannya?,"
"Wilayah ini sekarang sudah menjadi bagian dari wilayah hasil penaklukan perang. Dengan berkembangnya wilayah ini tentu akan sangat menguntungkan" Sokhwie merasa yang diucapkan oleh Tae Do ada benarnya juga.
"Namun, hanya Yu Gwi yang mengetahui tentang rencana penghijauan ini"
"Bisakah kau berhenti menyebut namanya. Telingaku sakit"
"Yu Gwi yang mengetahui secara detail mengenai rencana ini. Jika anda ingin melanjutkannya berarti anda harus mengikut sertakan Yu Gwi" Tae Do sangat muak mendengar nama Yu Gwi disebutkan oleh mulut Sokhwie.
Tae Do membekap mulut Sokhwie, "berhenti menyebut namanya"
Sokhwie merasa aneh kenapa pria ini sangat tidak menyukai Yu Gwi. Sebuah ide muncul di kepala Sokhwie. "Yu Gwi harus ikut"
Tae Do masih diam. "Yu Gwi memang berpengalaman dalam rencana ini"
"Yu Gwi..." Belum sempat Sokhwie melanjutkan ucapannya. Tae Do sudah lebih dulu mengecup bibir Sokhwie.
"Kau bukan lagi tunangan pria keparat itu. Jadi jangan sebut namanya lagi" Tae Do berkata ketus.
"Namun," sebelum Sokhwie sempat melanjutkan kalimatnya Tae Do memotong perkataan Sokhwie.
"Aku tidak suka apa yang menjadi milikku lebih mementingkan pria lain dan kau adalah wanitaku. Jadi jangan sebut nama pria itu dan jika kau kembali menyebut namanya..." Tae Do berhenti sejenak sambil memperhatikan muka Sokhwie yang hendak protes.
"Aku tidak ingin mendengar penolakan. Ingat, kau sudah setuju untuk menjadi milikku. Jadi ingatlah dirimu hanya boleh menyebutkan namaku"
_______________
Aku memutuskan untuk memposting secara teratur pada hari Kamis dan Minggu. Namun, update yang beneran pasti ada di hari Minggu. Khusus untuk hari Kamis hanya berlaku ketika saya sedang tidak sibuk. Semoga teman-teman dapat terus mendukung karya ini. Kritikan dan saran sangat saya butuhkan. Saya selalu berusaha untuk segera menyelesaiakan cerita ini secepat mungkin.
With Love, Kmannisha
10 Juli 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
NacL: The Lady and Her Secret
Historical Fiction#23 (090617) in Historical Fiction #28 (100617) in Historical Fiction Kisah cinta antara Putri Hwang Sokhwie dan Ketua pasukan Namul, Kim Tae Do. Siapakah yang jatuh lebih dahulu dalam hasrat memiliki seutuhnya!!. Bagaimana kisah cinta antara TaeHwi...