Setelah insiden yang terjadi dengan Yoobin, hubungan antara Tae Do dan Sokhwie berubah secara drastis. Tae Do, yang dulu dingin dan kejam, kini hampir selalu memaksa Sokhwie untuk menemaninya di kamar setiap malam. Meskipun pada awalnya Sokhwie merasa takut dan waswas dengan kehadiran Tae Do, ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda.
Setiap kali Tae Do mendekatinya, Sokhwie merasa hatinya berdebar kencang. Tae Do tidak lagi memperlakukannya dengan kasar; sebaliknya, ia menjadi lebih lembut dan penuh perhatian. Malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama semakin mempererat hubungan mereka, hingga akhirnya menjadi seperti suami istri. Sokhwie, yang awalnya goyah dengan perasaannya, semakin luluh oleh pesona Tae Do.
Ia mendapati dirinya secara alami mulai merawat Tae Do dengan penuh dedikasi, seperti seorang istri yang merawat suaminya. Ia memastikan Tae Do selalu nyaman, dari hal-hal kecil seperti menyajikan makanan hingga merapikan pakaian. Sokhwie, meski belum sepenuhnya mengakui perasaannya, sudah jelas menunjukkan bahwa ia mulai mencintai Tae Do.
Tae Do dan Sokhwie berada di dalam kamar mereka. Sokhwie berada di depan cermin dan bersiap untuk tidur. Tae Do sendiri berada di atas kasur sambil menatap ke arah Sokhwie. "Bagaimana jika kita menghabiskan waktu bersama di luar istana. Sudah lama sejak terakhir kali kau berkeliling dan menikmati suasana di pasar, bukan?" tanya Tae Do, suaranya terdengar lembut namun penuh antusiasme.
Sokhwie yang sedang membenahi rambutnya, menoleh dan tersenyum. "Iya, Tuan. Rasanya sudah lama sekali sejak saya terakhir kali berjalan-jalan di pasar"
Tae Do mengangguk, matanya berbinar melihat senyuman di wajah Sokhwie. "Bagus, kita akan menikmati hari ini bersama. Namun, aku rasa kita tak perlu membawa terlalu banyak pengawal. Lagipula, aku ingin lebih banyak menghabiskan waktu berdua bersamamu."
Sokhwie tampak ragu sejenak, tatapannya berpindah ke arah jendela. "Apakah itu tidak berbahaya, Tuan? Bagaimanapun, Anda adalah pemimpin yang sangat dihormati, dan saya adalah putri yang dulu dipuja oleh rakyat."
Tae Do beranjak dari kasur dan menepuk lembut pundak Sokhwie, mencoba menenangkannya. "Jangan khawatir. Aku bisa menjaga dirimu, dan pengawal yang kita bawa sudah lebih dari cukup" Sokhwie akhirnya mengangguk, meskipun perasaan waswas masih menghinggapinya.
Keesokan paginya, mereka pun keluar dari istana dan menuju pasar dengan hanya beberapa pengawal yang mengikuti dari kejauhan. Sokhwie tidak bisa menyembunyikan senyumnya saat mereka tiba di pasar, aroma rempah-rempah dan suara riuh pedagang sangat memanjakan mata Sokhwie. Pemandangan yang telah sangat lama ia nantikan
Sambil berjalan di antara kios-kios yang penuh dengan berbagai macam barang, Sokhwie tertawa kecil melihat beberapa pakaian aneh yang dipajang. "Lihat, Tuan! Pakaian ini tampak begitu aneh, aku hampir tidak bisa membayangkan siapa yang akan memakainya."
Tae Do tertawa, mengikuti pandangan Sokhwie ke arah pakaian tersebut. "Mungkin pakaian itu hanya akan cocok digunakan oleh orang yang memiliki selera aneh namun tentu tidak untuk Nona Sokhwie yang elegan ini"
Mereka terus berjalan sambil sesekali berhenti untuk melihat-lihat barang dagangan. Tae Do menikmati momen-momen sederhana ini bersama Sokhwie, melihat betapa bahagia dirinya dan Sokhwie saat ini. Namun, di tengah keramaian itu, tanpa mereka sadari, mata-mata penuh kebencian mulai memperhatikan mereka dari kejauhan. Warga yang mengenali Sokhwie mulai bergumam, dan bisikan-bisikan tak menyenangkan mulai terdengar.
Sokhwie merasakan suasana mulai berubah, dia menoleh ke arah Tae Do dengan kekhawatiran. "Tuan, sepertinya ada yang tidak beres..."
Tae Do menatap sekeliling, wajahnya yang tadinya santai kini berubah serius. "Jangan khawatir, aku akan menjagamu. Kita harus bergegas kembali ke istana."
Namun, sebelum mereka sempat bergerak, kerumunan warga mulai berkumpul, semakin banyak dan semakin marah. Mereka tidak terima melihat putri yang dulu mereka banggakan kini berada di sisi seorang penjajah. Tae Do dan pengawalnya mulai kewalahan dengan jumlah warga yang semakin bertambah, desakan demi desakan mulai menghimpit mereka.
"Dia mengintimidasi Putri Sokhwie!" seru seorang warga dari kerumunan. "Apa yang kau lakukan pada tuan putri kami?"
Warga mulai berkumpul, jumlah mereka semakin banyak, hingga Tae Do dan beberapa pengawalnya merasa kewalahan. Warga yang marah mulai mendorong-dorong, hampir saja mereka menyerang Tae Do. Melihat situasi yang semakin tidak terkendali, Sokhwie maju ke depan, berdiri di antara Tae Do dan warga.
"Tolong tenang!" seru Sokhwie, suaranya tegas meskipun hatinya gugup. "Kalian salah paham."
Kerumunan mulai sedikit terkendali, meski tatapan curiga masih terpatri di wajah mereka. "Aku tidak dipaksa untuk selalu berada di dekat Tae Do," lanjutnya, mencoba meyakinkan warga yang penuh amarah.
Namun, seorang nenek dari kerumunan itu maju ke depan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Sokhwie, jujur saja," katanya dengan suara gemetar.
Sokhwie tersenyum lembut, meraih tangan nenek itu dengan penuh rasa hormat. "Tuan dan pasukan Tae Do memang datang ke wilayah kita dengan niat memperluas kekuasaan raja mereka," Sokhwie mengakui. "Namun, setelah mereka tiba, Tae Do telah membuktikan dirinya sebagai seseorang yang peduli pada semua orang termasuk rakyat wilayah ini. Dia membantu kita mengatasi masalah kekeringan, membawa stabilitas, dan memastikan kehidupan kita lebih baik daripada sebelumnya."
Kerumunan rakyat masih dalam kondisi hening namun beberapa dari mereka nampak setuju dengan ucapan Sokhwie tentang Tae Do. Namun, masih banyak dari mereka yang merasa kebingungan. Seorang remaja laki-laki dari belakang bertanya, "Kalau begitu, Putri Sokhwie tidak perlu selalu dekat dengan tuan itu, seperti dia adalah suami tuan putri saja!"
Sokhwie menatap remaja itu dengan senyuman kecil, kemudian menjawab dengan nada yang penuh ketulusan, "Aku melakukan ini dengan sepenuh hati. Aku membantu Tuan Tae Do dalam setiap langkahnya untuk membantu wilayah ini dan mempersiapkan semua kebutuhannya, seperti seorang perempuan yang memperlakukan tuannya dengan penuh hormat dan kasih sayang."
Mendengar kata-kata itu, Tae Do merasa dadanya bergetar. Sebuah perasaan hangat dan bahagia yang sulit dia jelaskan mulai memenuhi hatinya. Wajahnya memerah, dan ia menatap Sokhwie dengan tatapan yang berbeda, seolah-olah dia baru saja mendengar pengakuan yang lama ia tunggu.
Sokhwie pun menyadari perubahan di wajah Tae Do. Namun, sebelum ia sempat merenungkan lebih jauh tentang perasaannya sendiri, ia kembali memfokuskan diri pada warga di sekelilingnya. "Tuan Tae Do tidak seperti yang kalian pikirkan," lanjutnya, suaranya tenang namun tegas. "Dia telah banyak membantu kita. Mungkin kita harus memberikan kesempatan padanya."
Perlahan, ketegangan di pasar mulai mereda. Warga, yang awalnya marah dan curiga, mulai menerima penjelasan Sokhwie. Mereka saling pandang, mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Tae Do, yang masih berdiri di samping Sokhwie, tidak bisa menahan senyumnya. Di dalam hatinya, ia merasakan kebanggaan yang besar, bukan hanya karena ia berhasil mengubah pandangan warga terhadapnya, tetapi juga karena Sokhwie akhirnya menunjukkan perasaannya, meskipun masih tersirat.
———-
With Love, Kmannisha
12 Agustus 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
NacL: The Lady and Her Secret
Historical Fiction#23 (090617) in Historical Fiction #28 (100617) in Historical Fiction Kisah cinta antara Putri Hwang Sokhwie dan Ketua pasukan Namul, Kim Tae Do. Siapakah yang jatuh lebih dahulu dalam hasrat memiliki seutuhnya!!. Bagaimana kisah cinta antara TaeHwi...