Tae Do membawa Sokhwie ke kamarnya dengan wajah penuh kekhawatiran. Keheningan di dalam kamar Tae Do hanya dipecahkan oleh suara isakan pelan Sokhwie yang berusaha ditahannya. Ia duduk di sudut ruangan, memegangi tangannya yang terluka akibat pecahan kaca.
"Biarkan aku melihatnya," kata Tae Do lembut. Tae Do mengangkat kaki Sokhwie ke pangkuannya. Tae Do mulai mengobat luka di kaki Sokhwie dengan lembut. Sokhwie hanya meringis, menahan perih tanpa mengeluarkan suara. Setelah selesai membalut luka, Tae Do mendecak.
"Kamu tidak perlu diam saja ketika diperlakukan seperti ini, Sokhwie," kata Tae Do, suaranya penuh frustasi.
Sokhwie berdiri, berniat meninggalkan ruangan. Namun, Tae Do segera menahan lengannya. "Mengapa kamu selalu diam saja? Mengapa kamu tidak melawan?" tanya Tae Do dengan nada yang lebih tinggi.
Sokhwie berbalik, menatapnya dengan dingin. "Apa gunanya melawan? Aku hanyalah tamu penting dan teman bagi Tuan," jawabnya dengan nada penuh kebencian.
"Ada apa denganmu" Tae Do tidak menangkap maksud kalimat Sokhwie.
"Sepertinya Tuan Tae Do yang terhormat telah melupakan perkataanya sendiri. Ia sangat malu untuk mengakui sudah berhasil meniduri tamu pentingnya ini"
Mata Tae Do membara dengan amarah. Dalam sekejap, ia menarik Sokhwie lebih dekat, mencium bibirnya dengan kasar. Sokhwie memberontak, mendorong Tae Do sekuat tenaga. "Lepaskan aku, Tuan!"
Namun Tae Do tidak mendengarkan. Ia terus mencium Sokhwie dengan penuh gairah, mencengkeram bahunya dengan erat. Sokhwie berusaha kabur, berlari menuju pintu, tetapi Tae Do lebih cepat. Ia menutup pintu dengan keras, menghalangi jalan keluar Sokhwie.
"Tae Do, tolong! Berhenti!" tangis Sokhwie, air mata mengalir deras di wajahnya. "Aku tidak pantas diperlakukan seperti ini!"
Tae Do terdiam, mendengar suara penuh kepedihan dari Sokhwie. Tangannya terkulai lemas, sementara wajahnya menampilkan ekspresi keterkejutan dan rasa bersalah. "Sokhwie, aku... maafkan aku. Aku tidak tahu harus bagaimana," kata Tae Do dengan suara gemetar.
Sokhwie menggeleng, air mata terus mengalir. "Aku hanya ingin semuanya berakhir. Aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayang kebencian dan ketidakpercayaan ini."
Tae Do mendekati Sokhwie dengan langkah hati-hati, mencoba meraih tangannya lagi. "Sokhwie, aku... maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh perasaanku."
Sokhwie menatap Tae Do dengan mata yang masih berlinang. "Aku tidak bisa terus seperti ini. Tolong, biarkan aku pergi."
Tae Do menarik Sokhwie ke dalam pelukannya, membiarkan gadis itu menangis di bahunya. "Aku janji, aku akan melindungimu. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu, tidak ada lagi kebohongan di antara kita."
Di dalam pelukan Tae Do, Sokhwie merasakan kehangatan dan ketulusan yang selama ini hilang. Ia tahu, jalan di depan masih panjang dan penuh rintangan, tetapi untuk saat ini, ia merasa aman di dalam dekapan pria yang dicintainya.
Mereka menghabiskan waktu yang cukup lama dalam posisi saling berpelukan. Tidak terasa matahari mulai terbenam dan menyisakan kegelapan yang mendominasi seluruh ruangan. Di tengah cahaya matahari yang jingga, Tae Do menggengam kedua telapak tangan Sokhwie.
"Percayalah padaku" Tae Do membelai pipi Sokhwie sambil mendekatkan wajahnya. Wajah Sokhwie dan Tae Do kini sangat dekat. Awalnya Tae Do melihat Sokhwie terdiam bingung, namun seutas senyuman bertengger di wajah Tae Do. Sokhwie memejamkan matanya. Bibir mereka kembali bertemu untuk entah keberapa kalinya. Tentu saja ini bukanlah sekedar kecupan ringan belaka.
Baik Tae Do dan Sokhwie saling memadu kasih dengan pancaran sinar bulan yang masuk di sela jendela. Terdapat perasaan mengelitik di hati mereka masing-masing. Apakah ini yang namanya jatuh cinta?. Mari kita lihat besok.
------
Matahari pagi menerobos tirai kamar, menyinari wajah Sokhwie yang masih merenung. Ia berbaring di samping Tae Do yang masih tertidur pulas. Sokhwie menatap wajah Tae Do yang tenang, menyusuri garis wajahnya dengan pandangan lembut. Dengan hati-hati, ia mengelus pipi Tae Do, merasakan kehangatan kulitnya di ujung jari.
Tae Do menggeliat pelan, matanya perlahan terbuka. "Sokhwie?" gumamnya dengan suara serak karena baru bangun tidur.
Sokhwie tersenyum tipis, namun senyuman itu tidak bisa menyembunyikan kegelisahan yang ia rasakan. "Maaf. Aku tidak bermaksud membangunkan Anda, Tuan," bisiknya.
Tae Do tersenyum dan menarik Sokhwie ke dalam pelukannya, membenamkan mereka berdua di bawah selimut yang hangat. "Tidak apa-apa. Aku senang terbangun di sampingmu," katanya sambil memeluknya lebih erat.
Mereka berbaring dalam keheningan, menikmati kehangatan satu sama lain. Namun, hati Sokhwie dipenuhi dengan keraguan dan rahasia yang telah lama ia pendam. Ia tahu, saatnya telah tiba untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Tuan, ada sesuatu yang harus aku katakan pada Anda," kata Sokhwie, suaranya bergetar.
Tae Do menatapnya dengan mata yang penuh kebingungan. "Apa yang terjadi, Sokhwie? Kau terlihat sangat serius."
Air mata mulai mengalir dari mata Sokhwie, ia menunduk, mencoba mengumpulkan keberanian. "Tuan, kita...kita belum pernah tidur bersama sebelum ini."
Tae Do mengernyit, kebingungan semakin jelas di wajahnya. "Apa maksudmu, Sokhwie?"
Sokhwie menarik napas dalam-dalam, suaranya terdengar lebih tegas meski penuh emosi. "Insiden malam pertama itu, semuanya bohong. Ibuku mengirim pelayan untuk memberikan anda minuman sehingga anda mabuk. Mereka membuat Anda percaya bahwa kita telah tidur bersama, tapi sebenarnya hal itu tidak pernah terjadi."
Tae Do terdiam sejenak, mencerna kata-kata Sokhwie. Perlahan, raut wajahnya berubah, dari kebingungan menjadi kemarahan dan kekecewaan yang mendalam. "Jadi selama ini kau berbohong padaku?" suaranya bergetar dengan emosi yang tertahan.
Sokhwie terisak, air mata semakin deras. "Saya tidak bermaksud berbohong. Saya merasa terdesaat saat itu dan tidak punya pilihan lain. Tidak hanya Anda yang sudah ditipu. Nam Kyu juga dikelabui oleh ibu saya."
Tae Do bangkit dari tempat tidur, menatap Sokhwie dengan tatapan tajam. "Bagaimana aku bisa percaya padamu sekarang? Kau telah menyembunyikan ini dariku selama ini. Apa lagi yang kau sembunyikan?"
Sokhwie mencoba meraih tangan Tae Do, tetapi dia menghindar. "Tuan, Saya melakukan ini karena saya membenci Anda saat itu. Saya menyalahkan Anda atas kematian ayah saya dan tidak bisa mempercayai Anda. Namun, semenjak semalam saya merasakan ketulusan anda. Semalam adalah yang pertama kalinya bagi saya."
Tae Do menggeleng, suaranya penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. "Kau sudah menghancurkan kepercayaanku, Sokhwie. Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi."
Dengan amarah dan kekecewaan yang meluap-luap, Tae Do berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Sokhwie yang menangis dan merasa hancur. Sokhwie terduduk, terisak di lantai, hatinya penuh dengan rasa sakit dan penyesalan. Di saat seperti ini, ia menyadari bahwa kebenaran terkadang lebih menyakitkan daripada kebohongan yang telah lama dipendam.
_____
Kalau aku update hanya sekali seminggu, apakah kalian setuju?. Cerita ini masih jauh dari kata tamat dan masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan Tae Do dan Sokhwie. Sebenarnya aku merasa terkadang sifat Tae Do kurang konsisten. Tapi saya harap kalian bisa memakluminya karena type Male Lead favorit saya memang pria-pria Tsundere. Sekali lagi kritik dan sarannya sangat diterima. Luv, Kmaannisha <3
KAMU SEDANG MEMBACA
NacL: The Lady and Her Secret
Historical Fiction#23 (090617) in Historical Fiction #28 (100617) in Historical Fiction Kisah cinta antara Putri Hwang Sokhwie dan Ketua pasukan Namul, Kim Tae Do. Siapakah yang jatuh lebih dahulu dalam hasrat memiliki seutuhnya!!. Bagaimana kisah cinta antara TaeHwi...