when eunseok loves renjun

187 24 2
                                    

When?
Eiden ingin tapi tidak bisa memaksa, ia hanya bisa menunggu tanpa tahu sampai kapan Ranala akan siap?

🗿x🦊

"Nggak, kita udah bicarain ini sebelumnya, Ei, aku nggak mau."

Eiden Damalian menatap lamat penuh harap pada submissive sahnya yang malam ini menolak keputusannya ralat bujukannya, "Sampai kapan kamu gak mau, sayang?" Bukan maksud memaksa, Eiden hanya ingin tahu saja.

Submissive amat cantik itu berbalik menghadap Eiden, "Dulu aku udah bilang dan kamu setuju, kita sepakat."

"Itu dulu."

"Iya, dulu dan masih sampai sekarang, aku nggak mau hamil," Ujar Submissive cantik itu, nadanya terdengar serius.

Eiden terdiam.

"Aku nggak mau hamil, aku masih mau fokus sama karirku, Ei.. tolong ngertiin aku."

"Sayang, ini kemauan Mama, beliau sudah berkali-kali bertanya sama akuㅡKapan kita punya anak? Beliau ingin menggendong bayi." Eiden berusaha membujuk secara baik-baik, "Kamu nolak kemauan Mama?"

"Nggak, aku nggak bermaksud nolak kemauan Mama." Sanggah submissive cantik itu, "Aku cuma bilang kalau aku nggak mau."

"Kamu menolak, Ranala."

Ranala Arudama nama submissive sah dari Eiden Damalian, submissive yang berkarir sebagai influencer dan model ternamaㅡDia menggeleng, "Terserah kamu lah, Ei, pokoknya aku nggak mau hamil."

"Sudah sepuluh tahun, Ra."

"Iya, udah sepuluh tahun kita bersama dan seharusnya kamu bisa ngertiin aku." Balas Ranala dengan sikapnya yang cukup keras kepala, ia sudah sangat kesal karena topik awal yang dibahas oleh dominan sahnya adalah mengenai bayi, "Hhh, aku ngga mau debat sama kamu, Ei."

"Sama, aku juga tidak ingin debat dengan kamu, Ra." Balas Eiden dengan helaan nafas, "Aku hanya ingin memenuhi keinginan Mama."

Hening melanda ruang kamar itu, baik Eiden mau pun Ranala saling menghindari tatapan.

"Kalau gitu adopsi bayi saja," Usul Ranala langsung ditolak mentah-mentah oleh Eiden.

"Aku tidak ingin mengadopsi bayi siapa pun, aku hanya ingin bayi keturunanku, darah dagingku sendiri." Eiden menekan kalimatnya, menatap lurus ke arah Ranala yang duduk di kursi rias sementara dirinya duduk di atas ranjang, "Kamu ngerti maksudku, sayang?"

Ranala menelan ludahnya, ia belum mau dan belum siap untuk memiliki keturunan, meski usianya saat ini sudah dua puluh tujuh tahun.

"Aku ngerti maksud kamu," Balas Ranala dengan pandangan penuh arti terarah pada Eiden, "Tapi, aku ngga bisa menuhin keinginan kamu, Ei."

Eiden menghela nafas kasar, sejujurnya kesabarannya sudah menipis sejak Ranala menunjukkan sikap keras kepala.

"Lalu, apa?" Tanya Eiden serius, "Kita sudah diusia yang seharusnya memiliki anak, Ra."

"Aku ngga mau." Tiga kata mutlak Ranala ujarkan untuk kesekian kalinya, ia beranjak dari kursi rias, "Aku masih mau jadi modelㅡDan hamil itu ada resiko buat tubuhku."

"Aku gak paham sama pemikiranmu, Ra."

"Lho, apa buruknya adopsi bayi, Ei? Mau keturunanmu atau tidak, mereka tetaplah bayi." Bujuk Ranala melangkah mendekat dan duduk di samping Eiden yang menghela nafas kasar, "Adopsi bayi ya?"

"Gak, aku tidak menginginkan bayi orang lain."

Ranala menahan kekesalannya, "Kalau begitu, apa yang kamu inginkan? Bayi dariku? Ngga ya, Ei.. please," Memohon penuh harap pada sang dominan agar tidak memaksa lebih lanjut untuk membahas topik ini.

"Baiklah,"

"Baiklah..?" Ranala mengangkat satu alis, "Kamu setuju adopsi baㅡ"

"Bukan aku setuju tentang itu." Sanggah Eiden.

Ranala mengrenyit bingung, "Lalu?"

"Kamu tidak ingin memiliki anak kan? Baiklah, besok aku bicarakan dengan Mama agar beliau tidak mendesak kita." Mengalah adalah pilihan terbaik, Eiden tidak sanggup jika harus berdebat lebih lama dengan Ranala hanya karena ingin memenuhi keinginan sang Mama.

Tertegun, Ranala memperhatikan Eiden yang beranjak pergi memasuki kamar mandi, sesaat submissive itu termenung memikirkan ekspresi kecewa, pasrah dan sedih yang tergambar pada wajah tampan dominannya.

"Apa aku keterlaluan..?" Monolog Ranala pelan, salahkah ia jika menolak bujukan dominannya perkara seorang anak? Ia menolak juga karena ada dasar alasan yang jelas.

Ranala menghela nafas samar sebelum pada akhirnya memilih membaringkan tubuhnya, ia butuh istirahat lebih cepat karena jadwalnya besok sangat padat.

Lain sisi, Eiden keluar dari kamar mandi setelah mencuci wajahnya, menemukan submissivenya sudah tertidur. Sejenak ia mendekat sisi ranjang, memandang lekat paras ayu submissive yang sudah lima tahun lamanya ia ikat dalam hubungan serius setelah lima tahun berpacaranㅡTotal sudah sepuluh tahun mereka bersama, sudah selama itu pula Eiden memahami sikap Ranala yang keinginan dan keputusannya harus dan selalu Eiden turuti, seperti perkara anak yang bahkan sebelum menikah Ranala sendiri sudah mengajukan kesepakatan untuk tidak memiliki anak selama ia belum siap.. tapi, sampai kapan submissive cantik itu akan siap?

Modeling alasannya, Eiden sendiri rasanya ingin mengeluarkan Ranala dari dunia permodelan agar submissive cantiknya itu bisa lebih fokus mengurus hubungan rumah tangga mereka yang lama-kelamaan terasa tidak hidup sebab waktu kebersamaan yang bisa dikatakan tipis, mereka hanya menghabiskan waktu bersama saat malam hari dan itu pun untuk sekedar beristirahatㅡSebab pagi hingga sore, mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing yang tentunya melelahkan.

Eiden mengulurkan tangannya untuk menyingkirkan poni panjang yang menutupi kening Ranala, "Maaf kalau aku terkesan memaksa kamu, sayang."

Ranala Arudama, model

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ranala Arudama, model.

Eiden Damalian, businessman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eiden Damalian, businessman.

7. FoxeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang