Forgive Me; 22

34 4 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING







Siang sudah berganti sore. Udara panas perlahan mulai sedikit teralihkan dengan sejuknya semilir angin yang mengenai kulit tangan Meyna yang tak terbalut oleh apa pun.

Meyna menatap datar pemandangan indah danau di sore hari. Namun, tidak dengan indah suasana hati Meyna. Hati Meyna terasa sakit ketika kejadian tak terduga kembali menimpa.

Kejadian yang kerap sekali Meyna benci. Apa itu? Itu adalah hal dalam membandingkan adik dan kakak di dalam satu keluarga. Sungguh, Meyna sangat membenci itu. Namun, ia tak bisa melakukan apa pun. Ia hanya bisa berdiam diri di tempat seperti patung. Ia pun tidak bisa menjawab apa pun ucapan yang diberikan, meskipun ia tidak salah. Karena di mata papa dan mamanya, ia selalu salah dalam hal apa pun.

Meyna menghembuskan napas kasar setelah menyadari bahwa dirinya terlalu lemah. Ditindas oleh teman sekolah, disiksa oleh kakak dari sahabat, lalu dikucilkan di dalam keluarga. Itu bukankah penderitaan yang cukup berat? Tetapi bodohnya Meyna, ia hanya bisa diam tanpa mau melawan. Ia memang bodoh, ia akui itu.

Berpegang teguh pada pendirian bahwa dirinya tidak mau melakukan masalah, memang bukan perkara mudah. Meyna harus siap mental dalam hal apa pun yang akan terjadi nantinya.

Meyna menatap pemandangan senja yang perlahan mulai terlihat. "Senja ... kapan keindahan muncul di dalam hidup aku? Tapi aku nggak mau indahnya hidupku sama seperti kamu, karena aku nggak mau kalau keindahan hidupku hanya bersifat sementara seperti kamu ....."

Setelah pulang sekolah tadi, Meyna tak langsung pulang ke rumahnya, melainkan Meyna menyempatkan diri ke tempat yang ia sukai. Banyak yang berkata, jika datang ke tempat yang disukai, suasana hati akan menjadi sedikit membaik.

Meyna sedikit lelah dengan kehidupan yang selalu tetap berada di tempatnya tanpa mau berputar menuju kehidupan yang lebih baik.

Katanya, roda kehidupan itu selalu berputar. Jika yang tadinya tidak baik, akan menjadi lebih baik. Tapi, Meyna sama sekali belum merasakan perputaran roda itu. Sedari kecil, Meyna sudah merasakan yang namanya tidak disayang oleh orang tua. Bukan hanya orang tua, melainkan satu keluarga.

Meyna terkadang selalu berpikiran ingin menyerah. Namun, ia masih berharap dengan perputaran roda kehidupan yang katanya akan menjadi lebih baik itu. Rasa lelah ia hempas begitu kuat ketika hanya pendirian lagi-lagi yang bisa menguatkan.

Meyna menghembuskan napas berat ketika air matanya lagi dan lagi hendak mengalir. Ia mendongakkan kepala mencoba menahan air mata agar tidak mengalir. Jujur, itu memang melelahkan. Tapi, Meyna juga tidak bisa melakukan apa pun lagi.

"Sakitnya memang bukan main ketika menahan tangisan. Tapi, aku tetap nggak mau memperlihatkan tangisan di depan orang lain maupun diri sendiri. Meskipun itu sulit, ia akan selalu melakukan itu."

Dari buku novel yang pernah ia baca, tentang sosok remaja laki-laki yang selalu menahan tangisan di depan orang banyak maupun diri sendiri, Meyna jadi banyak mengikuti hal itu. Dan kata-kata 'meskipun sulit, aku akan selalu melakukan itu'. Itu adalah kata-kata yang Meyna ambil dari sosok remaja ciptaan penulis itu.

Meyna ingin menjadi sosok remaja itu. Yang kuat menahan luka dan rasa sakit di depan semua orang. Meskipun rasanya begitu sulit, tapi ia akan selalu berusaha.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang