Forgive Me; 11

46 10 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING







Saat keluar dari kamar, Meyna melihat pemandangan yang kurang mengenakkan baginya. Ketika seluruh keluarga makan bersama di meja makan, Meyna sama sekali tidak bisa ikut duduk di sana. Meyna selalu tidak diperbolehkan untuk makan di sana. Selain itu, bangku yang tersedia di sana juga hanya empat. Mereka seolah lupa bahwa mereka memiliki satu anak lagi yang perlu diperhatikan juga.

Membantah pun Meyna tak bisa. Maka dari itu, ia hanya memilih diam daripada harus berdebat hanya karena masalah seperti itu.

Meyna tipikal orang yang tak mau membuat masalah semakin rumit. Terlebih lagi ketika Meyna menyadari bahwa tidak ada satu orang pun yang peduli padanya di rumah ini. Yang peduli tentang Meyna hanyalah Reyhan saja. Selain itu, tidak ada lagi.

Meyna melangkahkan kakinya sembari menundukkan wajah seolah tak mau menatap seluruh orang yang sedang makan itu. Meyna hanya diam, tak menyapa, tak juga memberi salam. Karena baginya, itu tidaklah berguna. Karena mereka tak pernah mau membalas salam dari Meyna.

Sesampainya Meyna di depan rumah, Meyna mengusap dadanya yang terasa sakit sekali. Bukan sakit karena penyakit, tetapi sakit saja ketika menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak dianggap.

Meyna menggelengkan kepalanya mencoba untuk melupakan rasa sakit itu. "Udah, Mey. Nggak usah dipikirin."

Meyna langsung saja berjalan menyusuri jalanan yang masih sepi lantaran masih terlalu pagi. Meyna sengaja berjalan di pagi hari agar ia bisa merasakan udara segar tanpa tercampur dengan asap-asap dari kendaraan umum.

Meyna merasakan kepalanya kembali berdenyut nyeri. Ia pegang kepalanya sejenak, sebelum akhirnya kembali berjalan menuju halte bus.

Sesampainya di halte, Meyna langsung mendudukkan diri seraya meremat surai nya kencang. Menahan rasa sakit di kepala itu memang tidaklah mudah, tetapi Meyna juga merasa malu kepada orang-orang sekitar. Jika saja ia merintih, akankah ada yang peduli? Itulah pernyataan Meyna.

Meyna juga tak tahu mengapa akhir-akhir kepalanya kerap sekali sakit. Tetapi Meyna mencoba berpikir positif, mungkin saja ini adalah efek dari luka yang ada di keningnya. Karena luka itu, sampai sekarang pun belum sepenuhnya sembuh.

Ketika tengah menunduk sembari menahan rasa sakitnya, tiba-tiba saja tepukan pada bahu ia rasakan. Ia lantas mengangkat wajahnya guna melihat pelaku yang melakukan itu. Meyna menghela napas ketika lagi dan lagi, Reyhan datang menghampiri. Bukannya tidak terima, Meyna hanya tak enak saja pada Reyhan yang selalu bersikap baik padanya.

"Kenapa di sini, Rey?" tanya Meyna.

Reyhan terkekeh pelan. "Ya jemput lo, lah. Mau ngapain lagi?"

Meyna menghela napas sejenak sebelum berbicara. "Gue kan mau naik bus, kenapa malah dijemput, sih?"

"Ah bodoamat, buruan ayok." Reyhan langsung saja menarik lengan Meyna dan membawanya mendekat ke arah motor. Setelah itu, Reyhan memasangkan helm ke kepala Meyna. Tentunya dengan hati-hati sekali lantaran di kepala Meyna masih terdapat luka yang basah.

Orang-orang yang ada di halte pun banyak yang tercengang dengan perlakuan Reyhan ke Meyna. Memang tak heran jika anak jaman sekarang bersikap romantis di depan khalayak ramai.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang