Forgive Me; 13

53 7 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING











Langit yang semulanya berwarna oranye, kini telah berubah menjadi gelap. Gadis berambut sebahu yang tengah duduk di pinggiran danau tak ingin beranjak sedikit pun dari tempatnya saat ini.

Meyna menatap penuh sayu pemandangan yang ada di hadapannya. Danau yang letaknya jauh dari tengah perkotaan, dan danau yang selalu didatangi oleh Reyhan dan Meyna. Namun, kali ini Meyna datang sendiri demi menenangkan hati dan pikirannya yang tengah berkecamuk memikirkan banyak hal.

Meyna meremat kuat ujung hoodie yang tengah dipakainya. Meskipun langit sudah terlihat menggelap, Meyna sama sekali tidak ingin pergi dari tempat ini. Hatinya terasa berat sekedar bangkit dari tempat ini yang terasa menangkan.

Di tempat ini, Meyna dapat merasakan ketenangan meskipun itu hanya sedikit. Karena pada nyatanya, Meyna tak pernah bisa merasakan ketenangan ketika berada di tempat lain.

Menundukkan wajah sejenak, Meyna menitikkan air matanya dengan deras. Lahir di keluarga yang tak pernah menganggap Meyna ada, itu sedikit melelahkan. Rasanya Meyna ingin cepat-cepat pergi dari dunia. Tapi Meyna sedikit bertanya, apakah masalahnya akan selesai begitu saja ketika ia pergi? Bisa jadi, masalahnya justru semakin berat dengan hukuman yang diterimanya karena pergi sebelum dipanggil.

Hidup di dunia itu memang melelahkan, tetapi Meyna juga tak yakin jika dirinya mati, dirinya akan merasakan ketenangan. Meyna akhirnya lebih memilih untuk diam dan tak harus memikirkan untuk pergi dari dunia ini sebelum dipanggil oleh Tuhan.

Meyna menyeka air matanya sendiri. Hatinya terasa begitu sakit ketika membayangkan bahwa orang tuanya sendiri pun begitu membencinya. Meskipun masalah itu tak wajib Meyna pikirkan, tetapi tetap saja itu terpikir. Karena mau bagaimanapun, orang tuanya memperlakukan dirinya lain dari yang lainnya.

Meyna mengangkat wajahnya kembali. "Sebenarnya aku itu salah apa, sampai-sampai papa dan mama begitu membenciku?" tanyanya pada diri sendiri.

Rasanya begitu banyak rasa penasaran yang sama sekali belum terjawab di dalam benak Meyna. Dari mulai alasan orang tuanya membencinya, dan dari mulai alasan kakak dan adiknya pula membencinya. Itu sama sekali belum terjawab, dan sampai saat ini, Meyna masih menuntut jawaban itu.

"Aku juga ingin merasakan rasanya disayang oleh orang tua. Aku juga ingin merasakan disayang oleh abangnya. Tapi ... apakah aku bisa merasakan itu? Rasanya sangat tidak mungkin kalau aku akan merasakan hal itu." Meyna menghela napas panjang setelahnya.

Meyna kembali menatap ke arah langit yang mulai menampakkan bintang-bintang yang indah. Ujung bibir Meyna sedikit terangkat. Ia tersenyum meskipun rasa sakit itu masih terasa di dalam hatinya.

"Kila ... lo dulu suka banget sama bintang, sekarang gue lagi liat bintang itu, La. Lo nggak mau balik lagi ke sini?" Air mata kembali menggenang di pelupuk mata Meyna.

"La ... dulu kalau gue lagi merasa berat sama dunia, lo selalu siap buat dengerin gue. Sekarang, gue harus cerita sama siapa, La? Gue kangen lo ...."

Meyna tak bisa menahan. Air matanya pun kembali luruh. Tak bisa ia pungkiri, ia sangat merindukan sahabatnya. Penyesalan kembali menyeruak masuk ke dalam dadanya. Beginilah Meyna, ketika memikirkan satu masalah. Perlahan-lahan, masalah yang lain Meyna pikirkan.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang