FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READINGSore hari, dengan butiran air hujan yang tak kunjung henti, Meyna duduk di halte dekat sekolah tanpa ada satu orang pun yang menemani. Meyna merasa ingin berada di tempat ini hingga suasana hati menghentikan rasa sakitnya.
Meyna menatap air hujan dengan tatapan datar seolah beban yang tengah dipikul begitu berat. Meyna tak tahu harus pulang atau tidak malam ini dengan kondisi hati yang tak kunjung membaik.
Meyna mengusap lengannya setelah rasa dingin mulai menyeruak masuk ke dalam kulit. Meyna menghela napas ketika menyadari, bahwa dirinya tak membawa Hoodie ataupun jaket untuk mengurangi rasa dingin itu.
Alih-alih menunggu hujan reda, Meyna justru bangkit dan berjalan menembus hujan deras tanpa peduli tubuhnya akan sakit atau tidak nantinya.
Rasanya, rintikan hujan membuat tangisannya bisa tertutupi. Ya, Meyna menangis di bawah rintikan hujan deras yang terus mengguyur bumi selama beberapa jam tadi. Meyna bahkan tak peduli lagi dengan dinginnya air hujan yang mulai masuk ke dalam tubuhnya.
Mengingat kembali kejadian semalam bersama sang abang, membuat Meyna sedikit merasakan sakit akibat sang abang justru menyalahkannya lagi. Bukankah di sini yang berhak marah adalah dirinya? Karena perbuatan sang abang, ia tidak dapat merasakan ketenangan sedikit pun ketika berada di sekolah.
"Meyna kecewa sama abang," gumamnya sembari terus berjalan menyusuri air hujan yang semakin lama semakin deras.
Meyna menundukkan wajah sembari langkah yang mendadak berhenti ketika merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang. Meyna sudah dapat menebak jika itu adalah Reyhan. Memang laki-laki itu sangatlah aneh, mengapa dia selalu mengikuti jejaknya ke manapun ia pergi.
"Mey, jangan hujan-hujanan, nanti sakit." Reyhan beralih berdiri di hadapan Meyna membuat Meyna langsung mendongakkan wajah.
Meyna melempar senyuman tipis. Namun, di balik senyuman itu Meyna menangis. Tetapi ia bersyukur lantaran hujan dapat menutupi air matanya.
"Kenapa di sini, Rey?" tanya Meyna.
"Gue mau jemput lo. Gue nggak mau lo hujan-hujanan kayak gini, nanti lo sakit."
Meyna terkekeh pelan. "Nggak usah repot, Rey. Gue bisa pulang sendiri," ucap Meyna lalu hendak pergi dari hadapan Reyhan.
Reyhan tentu tidak akan memberikan peluang untuk Meyna pergi. Ia langsung saja memegang lengan Meyna menandakan bahwa Reyhan tidak setuju Meyna bersikap seperti itu.
"Lo lagi nggak mau pulang? Jalan-jalan sama gue mau? Nerobos hujan bareng-bareng. Nanti pulangnya ke rumah gue aja."
Meyna bergeming. Ia tak tahu harus menjawab apa. Namun, ajakan Reyhan tadi membuat Meyna berpikir dua kali untuk menolak. Dan dengan segera, Meyna langsung saja menganggukkan kepala. Namun, tatapan sendu masih jelas terlihat di sorot mata gadis itu.
Reyhan yang melihat itu pun tersenyum. Ia langsung saja menarik tangan Meyna untuk membawanya mendekat ke arah motor. Meyna tak tahu Reyhan akan membawanya ke mana, tetapi yang pasti Meyna sedikit tenang jika bersama Reyhan.
"Reyhan ...," panggil Meyna.
Reyhan menoleh. "Iya...?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Me
Teen FictionPerihal gadis yang menjadi bahan untuk meluapkan emosi. Gadis yang menahan emosinya sendiri. Gadis yang selalu bingung harus berpulang ke mana. Ketenangan seolah tak pernah berpihak pada gadis itu. Masalah keluarga, teman, dan masalah yang lainnnya...