Forgive Me; 25

20 6 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING









Terkejut dengan penuturan yang dilontarkan Meyna, Reyhan tidak memberikan respons apa pun. Dirinya terlalu kaget dengan kejujuran Meyna saat ini. Terlebih lagi, jika Jovan membenci Meyna bukan tanpa alasan. Dan inilah alasannya, Reyhan juga tidak tahu jika Meyna menyembunyikan ini terlalu lama darinya.

Sudah dapat Reyhan duga, Meyna terlalu stress memikirkan semuanya. Maka dari itu Meyna lebih sering melamun dengan kondisi tubuh yang terlihat semakin kurus. Reyhan ... merasa bersalah lantaran tidak bisa membuat sahabatnya bahagia.

"Lo pasti kaget, kan? Gue juga kaget, Reyhan. Gue nggak nyangka kalau abang gue kayak gitu. Dan selama ini dia nutupin itu dari keluarga gue. Bahkan pas gue ungkap itu tadi malem, justru dia malah nyalahin gue atas kenyataan yang ada."

Tatapan Reyhan mengarah pada Meyna. Sorot mata Meyna terlihat sayu dengan wajah yang masih datar. Reyhan menghela napas lalu memegang salah satu pergelangan tangan Meyna.

"Kenapa lo nutupin ini sendiri, Mey? Harusnya lo cerita ke gue, biar nggak merasa berat. Lo banyak ngelamun karna mikirin itu, kan?" ucap Reyhan lembut seraya mengusap punggung tangan Meyna.

Meyna tertawa miris. Ia lalu menatap Reyhan dengan bulir air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Bukan itu aja, Rey. Masih banyak hal yang buat gue stress. Salah satunya adalah kenyataan bahwa keberadaan gue nggak pernah diinginkan."

Reyhan bergeming. Ia tak menyangka jika keadaan Meyna memang separah ini. Bahkan Meyna sungguh hebat menutupi hal itu darinya. Setiap hari Reyhan bertemu Meyna, gadis itu tak pernah sedikit pun bercerita tentang keluarganya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang selalu merindukan sang ayah dan selalu bercerita pada Meyna.

Air mata Meyna luruh. Ia tak sanggup lagi menahan semuanya. Keadaannya sudah cukup membuatnya lelah. Meyna menutup wajahnya menggunakan tangan lantaran merasa malu karena sudah menangis di hadapan Reyhan.

Sesak Meyna rasakan. Membayangkan masalah yang terus datang serta kenyataan bahwa dirinya memang tidak pernah diinginkan, dinanti, bahkan diberi perhatian. Lalu ditambah lagi dengan dirinya yang ikut terseret masalah abangnya yang tak pernah ia ketahui sebelumnya.

Rasanya dunia cukup tidak adil padanya. Meskipun ia tahu jika adanya ujian, pasti akan ada keberuntungan yang datang. Tetapi kapan? Bukan masalah Meyna tidak sabar untuk menantikan itu. Tetapi ia sudah begitu lelah lantaran terus berhadapan dengan masalah kehidupan yang entah sampai kapan.

Suara tangisan pun semakin menggema di telinga Reyhan. Reyhan pun sama-sama merasakan sesak. Pertama kalinya Reyhan melihat Meyna menangis hebat di hadapannya. Dengan sigap, Reyhan mendekat lalu membawa tubuh Meyna untuk ia dekap. Di saat-saat seperti ini, yang dibutuhkan gadis itu memanglah kehangatan serta ketulusan.

Reyhan mengusap punggung gadis itu lembut memberikan sedikit ketenangan. "Mey ... lo hebat, Mey."

Dapat Reyhan rasakan, Meyna menggeleng di dalam dekapannya. Reyhan yang merasakan itu pun semakin mengeratkan dekapan. Gadis itu butuh dikuatkan, gadis itu butuh perhatian.

Sebetulnya Reyhan sudah sedikit curiga dengan perlakuan orang tua Meyna dari dulu. Orang tua Meyna sama sekali tidak pernah menemani Meyna bermain, berbeda dengan bunda dan ayahnya yang selalu menemaninya bermain. Maka dari itu Meyna bisa sedekat itu dengan bundanya, karena sedari kecil Meyna sudah membiasakan diri.

Terlebih lagi ketika Meyna sakit saat itu. Meyna tetap dibiarkan sekolah dan tidak dilarang oleh orang tuanya. Reyhan tahu, jika kehidupan mereka memang sedang berantakan. Tetapi apakah wajar, jika orang tua memperlakukan anaknya seperti itu?

Bahkan tidak hanya orang tua, abang dan juga adiknya pun tampak benci pada Meyna. Padahal yang Reyhan tahu, Meyna tidak pernah melakukan kesalahan.

"Rey, gue capek banget. Rasanya pengen nyerah, tapi gue harus ungkap tentang Kila." Meyna membalas dekapan Reyhan yang tadinya hanya ia biarkan.

"Jangan nyerah, Mey. Ada gue di sini. Mulai sekarang, secapek apa pun hidup lo, jangan pernah berpikiran buat nyerah. Kalau capek datang ke gue aja. Nanti gue denger semua cerita lo. Bahkan kalau lo cerita sampai pagi pun, bakal gue dengerin."

"Rey, lo nggak malu kan, sahabatan sama gadis kayak gue? Gue udah miskin, dibully terus di sekolah, dan nggak disayang orang tua."

Reyhan melepas dekapannya lalu menyeka air mata Meyna yang masih deras mengalir. Reyhan memberikan senyuman manisnya.

"Sama sekali nggak nyesel, Mey. Justru gue seneng karna bisa kenal lo. Lo gadis hebat, dikucilkan keluarga, dibully di sekolah, itu nggak buat lo menyerah. Mungkin memang lo berpikir buat nyerah, tapi lo tetep usaha buat kuat, kan? Itu aja udah hebat Mey. Gue bangga, gue seneng punya temen kayak lo. Terlebih lagi ... gue bahagia sahabatan sama lo Mey."

Meyna menghentikan tangisnya. Ia beralih menatap wajah Reyhan yang masih setia menatap ke arahnya. Tak lama setelah itu, bibir Meyna memunculkan senyuman tipis.

"Reyhan ... makasih. Karna lo, gue bisa ngerasain sedikit perhatian."

"Mey, gue yang makasih."

Alis Meyna mengkerut ketika mendengar itu. "Makasih karena apa?"

Reyhan terkekeh pelan lalu mencubit pipi Meyna pelan. "Makasih karena udah bertahan. Tau gak Mey, kalau nggak ada lo ... kemungkinan hidup gue bakalan hampa."

"Kenapa hampa?"

"Karena lo termasuk dunianya gue setelah bunda."

Tanpa disadari, terpadat seseorang yang sedang menguping pembicaraan antar keduanya. Orang itu tak lain adalah bundanya Reyhan.

Nila tersenyum penuh arti. Terpadat rasa sesak ketika menyadari bahwa kehidupan Meyna lebih kelam dibanding Reyhan. Tetapi di samping itu, Nila bangga ketika putranya bisa bersikap bijak pada sahabat perempuannya itu.

Benar kata Reyhan, Meyna sudah termasuk dunianya Reyhan. Bahkan Nila sendiri pun sampai sedikit bosan mendengar celotehan Reyhan tentang Meyna. Di saat gadis itu diam, di saat gadis itu terlihat cantik, dan di saat gadis itu terus dekat dengan Reyhan. Reyhan selalu menceritakan semuanya.

Nila hanya berharap jika salah satu dari mereka tidak akan ada yang menyerah dari pahitnya kehidupan di dunia. Karena bukan salah satu dari mereka saja yang hancur, tetapi Nila juga akan hancur.

"Bahagia selalu, Nak. Kalian berdua berhak sekali mendapatkan kebahagiaan. Bunda akan selalu menemani kalian berdua sampai akhir hayat. Cukup doakan bunda bisa menjaga kalian sampai bunda tua," gumam Nila lalu pergi dari tempat itu.






Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang