Forgive Me; 08

43 9 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING







Dengan langkah yang gontai, Meyna berjalan memasuki area makam. Meyna mencoba berjalan di saat kepalanya terasa begitu sakit. Bahkan, darah pun tak berhenti mengalir dari dahinya. Luka yang sebelumnya saja belum sempurna sembuh, kini ia sudah mendapatkan luka lagi.

Hari Minggu yang biasanya menjadi waktu istirahat bagi pelajar, itu sama sekali tidak berguna bagi Meyna. Meyna justru mendapat perlakuan buruk dari orang-orang termasuk orang tuanya.

Meyna menjatuhkan lututnya ketika sampai di tempat yang ia tuju. Ke mana lagi jika bukan ke makam Kila.

Meyna menundukkan kepala sembari mencengkeram erat jari-jari tangannya. Meyna juga merasakan sakit yang luar biasa pada kepala. Tidak hanya di kepalanya saja, tetapi di hatinya juga.

Meyna mengangkat wajah lantas menatap batu nisan yang bertuliskan nama Syakila Putri. Meyna tersenyum tipis sebelum akhirnya menitikkan air mata.

"Kila, gue nggak berguna ..." lirihnya.

Meyna merasakan hatinya berdegup kencang bukan karena jatuh cinta, tetapi karena dirinya merasakan sakit dan ia tahan sedari tadi.

Meyna menyeka darah yang masih mengalir deras di dahinya. "Gue salah ya La, kalau gue menyuarakan rasa sakit yang gue rasain? Apa memang gue salah karena terlalu banyak mengeluh?"

Meyna mengusap batu nisan itu pelan sembari mencegah air mata yang hendak mengalir. Meyna perlahan memunculkan senyuman tipis. Meskipun sedikit merasa sesak, Meyna sekuat tenaga menahan agar tidak menangis di depan rumah temannya ini.

Meyna merasa terlalu banyak mengeluh. Kila yang ditimpa masalah begitu banyak pun tak pernah banyak berbicara pada kepada orang-orang. Tetapi dirinya? Baru ditimpa seperti itu pun sudah mengeluh secara terus-menerus.

Meyna menyeka darahnya kembali. "Maaf kalau gue banyak ngeluh di depan lo, Kila. Maafin gue juga karena nggak bisa jadi pendengar yang baik buat lo. Andai aja gue tau kalau masalah lo besar banget, pasti gue akan temenin lo terus. Maafin gue, Kila."

Rasa nyeri di dalam dadanya kembali datang menyerang. Sesak begitu terasa ketika ia mengingat bahwa dirinya bahkan tidak melakukan apa pun ketika temannya merasa hancur. Meyna memang tidak pernah berguna bagi siapa pun.

Tak hanya itu, rasa sakit di dahi serta kepalanya menyerang secara terus-menerus membuat tubuhnya terasa begitu lemas. Luka akibat sang papa yang marah karena Meyna tidak bangun di pagi hari membuat Meyna merasa menyesal karena tidak bangun.

Perlahan, Meyna bangkit dan melenggang pergi dari makam Kila tanpa permisi. Entahlah, ia merasa hatinya terasa campur aduk. Bahkan ia sendiri pun tidak tahu harus melakukan apa untuk menenangkan hati dan pikirannya yang kalut.

Saat keluar dari area makam, Meyna melihat seseorang yang sangat familiar baginya. Siapa lagi jika bukan Reyhan. Meyna yang melihat itu pun langsung menarik tudung hoodie yang sedang ia pakai untuk menutupi luka yang ada di dahinya.

Reyhan yang sadar akan itu pun langsung mendekat ke arah Meyna sembari mencoba membuka tudung hoodie milik Meyna. Namun, Meyna dengan kuat menepis tangan Reyhan.

"Itu kenapa, Mey?" tanya Reyhan dengan nada yang menusuk seperti tengah menahan emosi.

Meyna menggelengkan kepalanya. "Engga, nggak kenapa-kenapa."

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang