Forgive Me; 18

39 6 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING







Meyna menatap sendu rumahnya yang kini sudah tak lagi terdapat cahaya. Meyna menyesal karena telah pulang larut hari ini. Air hujan tak kunjung reda meskipun sudah dua jam.

Meyna mendudukkan dirinya di hadapan pintu yang telah terkunci itu. Meyna mendekap lututnya sendiri sembari menahan dinginnya udara malam ini. Meyna menghela napas pelan ketika kepalanya mulai terasa pusing lantaran bermain hujan tadi.

Mengingat Jovan begitu membenci dirinya ketika melihat wajahnya, membuat Meyna tidak mau mengganggu Jovan sedikit pun. Jadi, ia lebih rela jika harus menerobos hujan meskipun dinginnya menusuk ke dalam kulit.

Entah alasan apa yang membuatnya berkata hal itu kepada Jovan. Namun, ia selalu berpikir bahwa Jovan tidaklah sama dengan Jovan yang ada di sekolah. Meyna melihat di bagian lengan Jovan terdapat luka yang terlihat sudah membiru. Dan dapat Meyna duga, itu bukan luka yang biasa. Itu seperti bekas luka pukulan.

Seketika sikap Jovan di sekolah Meyna lupakan. Pikirannya teralihkan dengan pertanyaan, dari mana asal luka-luka itu? Meyna ingin mencari tahu, namun ia tak mau mengganggu Jovan. Karena dilihat dari sorot mata, Jovan begitu membencinya.

Meyna menggelengkan kepala ketika lagi dan lagi, Jovan masuk ke dalam pikirannya. Meyna mengusap kedua telapak tangannya guna mencari kehangatan di dalam sana. Namun, Meyna sama sekali tidak menemukan kehangatan itu.

Bibir Meyna sudah terlihat pucat akibat kedinginan. Tubuhnya pun sudah mulai bergetar. Entah nantinya Meyna dapat masuk ke dalam rumah atau tidak, Meyna tidak tahu.

Perlahan, rasa kantuk mulai mendominasi. Meyna tak kuat lagi sekedar membuka matanya sedikit pun. Akhirnya, Meyna memejamkan mata sembari berharap bahwa ia tidak akan sakit di esok hari.

Ketika telah sempurna menutup mata, tiba-tiba saja sebuah bayangan muncul di hadapannya. Meyna yang sudah terlalu mengantuk pun tak memedulikan itu. Meyna tertidur pulas meskipun dingin begitu membuat tubuhnya merasakan sakitnya.

Laki-laki yang berdiri tepat di hadapan Meyna pun hanya menghela napas sembari menatap sendu. Kaivan membuka pintu utama rumahnya dengan perlahan lantaran takut jika Meyna akan terbangun.

Setelah pintu sudah sempurna terbuka, Kaivan bersimpuh tepat di hadapan Meyna. Ia menatap lamat-lamat adiknya yang wajahnya kini berubah menjadi pucat. Kaivan menaruh punggung tangannya tepat di dahi Meyna. Betapa kagetnya Kaivan ketika merasakan tubuh Meyna yang begitu dingin.

Dilihat dari pakaian serta tas yang dipakai Meyna, Meyna sepertinya hujan-hujanan ketika pulang tadi. Tak tahu apa alasannya, Kaivan tak peduli. Ia lalu membawa tubuh Meyna dengan cara digendong olehnya. Kaivan membawa tubuh Meyna masuk ke dalam dan dengan segera membawanya ke kamar sang adik.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Kaivan sudah merebahkan tubuh adiknya tepat di ranjang. Setelahnya, Kaivan meraih selimut yang tersedia lalu menutup tubuh Meyna menggunakan selimut.

"Semoga lo gak akan sakit besok," gumam Kaivan lalu pergi dari kamar Meyna.

Forgive Me

Keesokan harinya, Meyna merasa tubuhnya seolah remuk sekali. Rasanya, ingin sekali Meyna pulang ke rumah demi menemukan ketenangan lantaran kepalanya mulai terasa pusing. Namun, setelah dipikirkan kembali, pulang ke rumah pun rasanya percuma. Karena ia sama sekali tak akan menemukan ketenangan. Yang terjadi pastinya justru akan menemukan pukulan dan cacian yang akan keluar dari mulut sang mama.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang