Forgive Me; 09

41 8 0
                                    

FORGIVE ME
.
.
.
.
HAPPY READING








Dengan keadaan yang belum terlalu membaik, Meyna sudah diperintah oleh abangnya untuk membelikan makanan lantaran di rumah tidak bahan untuk memasak sama sekali. Suasana dingin malam ini seolah tak Meyna pedulikan. Ia hanya memakai pakaian berlengan pendek dengan rambut yang ia urai.

Meyna menyusuri jalanan yang masih terlihat ramai demi mencari penjual nasi goreng. Namun, sedari tadi Meyna berkeliling mencari penjual nasi goreng, sama sekali tak Meyna temukan.

Menghela napas sejenak, Meyna berjongkok sejenak di pinggir jalanan. Ia merasa kepalanya kembali terasa pusing akibat luka yang ada di kepalanya. Meyna mencoba bangkit kembali dan mencari penjual nasi goreng hingga ia temukan. Karena kalau saja ia tidak membawa pesanan abangnya, sudah pasti ia akan dimarahi dan bisa saja dipukul.

Setelah berkeliling selama sepuluh menit lamanya, Meyna menemukan penjual nasi goreng yang letaknya di pinggir jalan yang sudah terlihat jauh dari komplek rumahnya. Tetapi tak apa, Meyna tak peduli. Ia hanya tak mau jika dirinya akan dimarahi oleh abangnya.

Meyna melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah penjual nasi goreng. "Pak, pesen nasi gorengnya satu, dibungkus ya."

Pak penjual nasi goreng itu pun tersenyum lantas menganggukkan kepala. "Baik, Neng. Pedes engga, Neng?"

"Sedang aja, Pak."

"Ditunggu dulu ya, Neng."

Meyna menganggukkan kepalanya penuh semangat. "Iya, Pak."

Sembari menunggu netra Meyna mengarah ke arah jalanan yang sudah terlihat sepi. Terlebih lagi, ketika ia melihat sudah tak ada lagi orang-orang yang melewati jalan ini. Meyna meneguk saliva dengan kasar lantaran sedikit takut.

Meyna meraih benda pipih yang ia taruh di saku celananya. Ia melirik jam terpampang di ponsel. Jam sudah menunjukkan pukul 22.30, tentu saja ia merasa sedikit takut.

Mencoba menguatkan diri, ia usap dadanya yang sedari tadi berdegup kencang. Ia menolehkan pandangan ke arah penjual nasi goreng yang tengah membungkus pesanannya.

Tak lama setelahnya, penjual itu mendekat. Meyna yang melihat itu tentunya bangkit untuk berdiri.

"Ini Neng," ucap Pak penjual nasi goreng sembari menyodorkan satu bungkus nasi goreng di hadapan Meyna.

Meyna tersenyum sembari menerima. "Berapa, Pak?"

"Dua puluh ribu, Neng."

Merogoh kantong sejenak, Meyna meraih uang berwarna hijau lalu ia berikan kepada penjual nasi goreng itu. "Ini ya, Pak. Makasih ...."

Penjual nasi goreng itu pun menganggukkan kepala. "Sama-sama, Neng."

"Saya permisi, Pak." Meyna langsung saja pergi dari area penjual nasi goreng itu.

Berjalan di area yang sepi membuat Meyna sedikit merasa takut. Bukan takut hantu yang akan datang menghampiri atau pun mengganggu. Tetapi ia lebih takut kepada manusia yang sebenarnya lebih menyeramkan dibandingkan hantu.

Dinginnya angin malam mulai menusuk ke sela-sela kulit lengan Meyna yang tidak terbalut oleh apa pun. Meyna mengusap pelan lengannya sembari menoleh ke kanan dan kiri lantaran merasa takut.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang