2. Memalukan

9 3 1
                                    

Terdengar helaan napas dari laki-laki itu. Mau tak mau ia harus kembali turun lalu menyuruh Clarista untuk naik lebih dulu. Alih-alih menurut, Clarista justru diam sembari menatap ke arah laki-laki itu.

"Ngapain masih diam? Ayo buruan naik!" kata laki-laki itu.

"Galak banget lo. Dasar congil. Cowok tengil!" ejek Clarista.

"Nama gue Elvaro!" bantah laki-laki yang mengenalkan dirinya sebagai Elvaro itu.

"Gue gak nanya nama lo. Jadi lo gak usah repot-repot ngenalin!" kata Clarista.

Tak ingin terus berdebat mengenai hal yang tidak penting, Elvaro memilih untuk naik ke atas tumpukan meja yang lain. Lalu dengan lincah ia mulai naik ke atas benteng dan melompat dengan sempurna.

Lain halnya dengan Clarista yang masih diam di atas tumpukan meja, Elvaro justru sudah berada di dalam sekolah, tepatnya di depan gudang sekolah.

Di tempatnya, Clarista hanya bisa diam sembari meratapi nasibnya. Jujur ia merasa takut dan bahkan memiliki keinginan untuk menangis. Tak terasa kelopak matanya sudah terasa berat, sebisa mungkin Clarista menahan air matanya supaya tidak jatuh. Jelas ia malu apalagi sampai dianggap sebagai perempuan cengeng.

"Ayo cepet!"

Suara itu membuayarkan lamunan Clarista. Kini ia melihat Elvaro tengah berdiri di hadapannya sembari mengulurkan tangan. Jujur Clarista bingung dengan kedatangan Elvaro yang secara tiba-tiba, terutama posisi Elvaro yang bisa berdiri sempurna seperti menggunakan pijakan yang tidak Clarista ketahui.

Walau ragu, Clarista tetap menerima uluran tangan Elvaro lalu dengan hati-hati Clarista berdiri di atas benteng itu. Dengan begitu Clarista bisa melihat bahwa Elvaro tengah berdiri menggunakan tangga sekolah.

"Lo tunggu sini biar gue turun dulu. Tenang aja, tangganya gue pegangin kok!" kata Elvaro.

Dalam posisinya, Clarista diam. Ia tidak menyangka bahwa laki-laki yang kini bersamanya bisa seperhatian itu.

"Woy buruan!"

Clarista tercengang, ia terlalu hanyut dalam alam lamunannya sampai-sampai ia tidak menyadari panggilan Elvaro sedari tadi.

Dengan hati-hati, Clarista mulai menuruni anak tangga itu satu persatu. Walau sedikit takut, Clarista tetap menuruninya hingga anak tangga terakhir.

"Lain kali kalau ke sekolah jangan lupa pakai celana pendek, daleman lo warna abu kan?" ujar Elvaro lalu bergegas pergi sembari membawa tangga.

Butuh waktu cukup lama untuk Clarista mencerna ucapan Elvaro hingga waktu ia sadar, Clarista langsung tercengang kaget sembari mulut yang terbuka lebar.

"Anjir malu-maluin banget gue," rutuknya.

******

Di dalam kelas Ipa 3, Sarah yang tak lain teman sebangku sekaligus sahabat Clarista terlihat cemas karena Clarista tak kunjung datang. Kekhawatiran muncul dalam hati Sarah karena tadi Clarista sempat memberinya kabar bahwa ia sudah berada di jalan menuju sekolah namun sampai saat ini Clarista tak kunjung datang.

Terdengar suara langkah kaki yang mengarah ke kelas, kecemasan Sarah semakin bertambah ketika di ambang pintu berdiri seorang guru laki-laki yang kini akan mengajar.

"Selamat pagi anak-anak!" sapa guru itu.

"Selamat pagi, pak!" balas semua warga kelas.

Guru itupun bergegas duduk di meja guru sembari menyiapkan buku absenan. Sarah semakin cemas sampai pada akhirnya ia mendengar seseorang tengah mengetuk jendela di sampingnya karena memang Sarah juga Clarista duduk di bangku barisan pinggir jendela.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang