32. Suka? (2)

3 1 0
                                    

"What?" pekik Clarista cukup terkejut mendengar pengakuan dari Elvaro.

Clarista yang memang notabenenya belum pernah mengenal cinta dan tidak tahu harus menyikapinya bagaimana merasa tercengang dengan apa yang ia alami saat ini.

Dengan raut muka yang terlihat begitu bingung, Clarista memberanikan diri untuk menatap ke arah Elvaro yang mana pada saat itu Elvaro juga tengah menatap dirinya, dengan hangat tentunya.

"Are u oke?" tanya Elvaro.

"Gak papa. Gue cuma kaget aja,'" balas Clarista.

Elvaro mengangguk pelan lalu sedetik kemudian ia menyodorkan gelas jus jeruk miliknya pada Clarista.

"Ini minum dulu. Masih bersih kok, baru gue minum dikit," kata Elvaro.

Mata Clarista menatap gelas itu dengan begitu lekat. Memang cuma sekedar gelas namun rasanya bagi Clarista itu begitu terkesan.

Di tempatnya, Elvaro terus menatap Clarista dengan tatapan yang sulit diartikan. Sudah hampir 3 menit namun Clarista tak kunjung menerima gelas pemberiannya.

"Ekhem!' dehem Elvaro mencoba memberi kode dan beruntungnya Clarista paham akan hal itu.

"Oh iya, makasih ya!" kata Clarista.

Dengan sekali tegukan, Clarista berhasil menghabiskan jus jeruk itu dan di tempatnya Elvaro nampak terkejut dengan apa yang ia lihat barusan.

"Aman tuh tenggorokan?" tanya Elvaro.

"Heem," balas Clarista. Suasana kembali hening sampai akhirnya di menit kelima, Clarista memutuskan untuk kembali membuka suara "El!"

"Kenapa?" jawab Elvaro.

"Omongan lo yang tadi maksudnya gimana?" tanya Clarista meminta penjelasan walau dibarengi dengan rasa ragu.

"Yang tadi yang mana?" Elvaro balik bertanya, bermaksud pura-pura tidak tahu padahal ia sendiri sudah mengerti ke mana arah pertanyaan Clarista.

Clarista tak langsung menjawab. Ia bingung harus menjawab apa dan bagaimana menyikapinya jikalau nanti jawaban yang diberikan Elvaro tak sesuai dengan ekspetasinya.

"Itu yang lo suka gue terus pacar itu," kata Clarista dengan wajah yang ia tundukan karena sebenarnya ia berat untuk mengatakan itu.

"Bel masuk udah bunyi. Ayo balik ke kelas!" kata Elvaro lalu iapun bergegas beranjak dari duduknya diikuti oleh Clarista.

Dengan pikiran yang dipenuhi segala pertanyaan, Clarista berjalan mengikuti langkah Elvaro yang terbilang cukup lambat.

"Ayo masuk!" titah Elvaro ketika mereka sudah sampai di depan kelas Clarista.

Clarista yang pada saat itu memang tengah melamun merasa tersentak dengan ujaran Elvaro. Di tempatnya, Elvaro sadar bahwa kini perempuan yang ada di hadapannya sedang tidak baik-baik saja.

Tak sedikit orang yang berlalu lalang di sekitar mereka dan tak sedikit pula dari mereka yang memerhatikan Clarista juga Elvaro.

"Oke. Gue masuk ya!" kata Clarista lalu melangkah masuk dengan segala kebingungannya.

Dari kejauhan, Sarah melihat Clarista nampak berjalan seperti orang yang tengah kebingungan. Khawatir dengan keadaan sahabatnya itu, Sarah lekas berdiri dan berjalan menghampiri Clarista guna memapahnya sampai bangku tempat duduk mereka.

"Lo kenapa kayak lemes gituh? Sakit lo? Emang lo abis diapain sama si El?" tanya Sarah bertubi-tubi membuat Clarista semakin pening dibuatnya.

"Diapain yang kayak gimana maksud lo? Kalau bikin pertanyaan jangan yang ambigu, bikin orang mikir jorok," kata Clarista.

"Emang yang lo pikirin apaan? Lonya aja itu mah yang pikirannya kotor," balas Sarah tak ingin disalahkan. "Maksud gue tuh kayak yang takutnya lo dikasih makanan beracun atau disuruh lari marathon gituh," lanjutnya.

"Panjanglah ceritanya, entar deh ceritanya pas pulang sekolah biar gak keganggu," ujar Clarista yang memang saat ini suasana hatinya sedang sulit dijelaskan. Antara senang dan bimbang.

Tak lama, guru yang hendak mengajarpun masuk dan semua warga kelaspun kompak memberikan salam.

Selama proses pembelajaran, Clarista sama sekali tak biss berkonsentrasi membuat dirinya beberapa kali kena teguran karena sering kali menunduk dan tak memerhatikan guru yang tengah menerangkan materi di papan tulis.

"Clarista, kamu kenapa? Sakit?" tanya guru itu.

Sontak saja Clarista kaget membuat Sarah semakin heran dengan tingkah Clarista.

"Enggak papa kok, bu," balas Clarista.

"Kalau gak papa kenapa dari tadi kamu gak konsen gituh. Udah hampir 3 kali saya tegur masih aja kayak gituh bahkan saya tanya tentang materi aja kamu gak bisa jawab. Gak biasanya kamu kayak gini, setahu saya kamu tuh paling aktif di kelas," ujar guru itu.

"Iya maaf, bu, kepala saya emang sedikit pusing tapi gak papa kok," jawab Clarista.

"Ya sudah kalau kamu sakit kamu ke UKS aja ditemenin sama Sarah nanti kalau udah mendingan boleh kembali ke kelas," jelas guru itu.

Tak ingin terus memperpanjang masalah, Claristapun memilih mengalah. Sarahpun membantu Clarista untuk berjalan keluar kelas juga menemaninya ke UKS yang letaknya tak jauh dari kelas mereka.

Sesampainya di sana mereka di sambut dengan petugas UKS yang tengah berjaga lalu menyuruh Clarista untuk beristirahat di tempat tidur yang tersedia di sana.

"Keluhannya apa?" tanya petugas itu.

"Pusing aja dikit," jawab Clarista.

Petugas itu mengangguk paham sebelum ia berjalan ke area belakang UKS. Tak lama petugas itu kembali datang dengan membawa satu roti juga satu obat sakit kepala.

"Ini dimakan dulu rotinya, sama ini obatnya!" kata petugas itu dan Clarista menerimanya dengan sopan.

"Makasih ya!" kata Clarista.

"Sama-sama!" balas petugas itu lalu berjalan pergi meninggalkan Clarista juga Sarah.

Sarah yang sedari tadi duduk di kursi yang berada di samping tempat tidur Clarista terus saja menatap heran ke arah Clarista. "Sebenarnya lo kenapa sih?" tanyanya meminta penjelasan.

"Gue tuh gak ngerti sama sikap si El," kata Clarista.

"Gak ngerti gimana maksudnya?" Lagi-lagi Sarah bertanya.

Terlebih dahulu Clarista menghela napasnya gusar lalu setelahnya Clarista mulai menceritakan semua yang terjadi padanya di rooftop tadi.

Sarah melotot tajam, menandakan ia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan Clarista. Tak hanya itu, mata Sarahpun berkedip beberapa kali seakan tengah berpikir juga mencari tahu apakah ada kebohongan atau tidak dari Clarista.

"Lo gak lagi ngarang kan?" tanya Sarah memastikan.

Clarista berdecak kesal. Ia sudah tahu bahwa respon Sarah pasti akan seperti ini. Sayangnya Clarista tak memiliki bukti apapun bahwa apa yang ia ceritakan benar adanya.

"Ngapain gue ngarang masalah begituan? Kalaupun gue mau, gue bakal ngarang kalau gue tuh ternyata anak pejabat, anak konglomerat yang punya banyak hotel, mall, perkebunan dan yang lainnya. Biar indah karangan gue," cerocos Clarista.

Sarah tak membalas apapun karena ia sadar bahwa Clarista tengah kesal. Sejenak mereka saling diam, nampak tengah memirkan solusi apa yang harus diambil.

"Terus lo sendiri gimana?" tanya Sarah.

Clarista yang pada saat itu tengah diam sebari menatap langit-langit UKS itu lekas menoleh ke arah Sarah, "maksudnya?" Ia balik bertanya.

"Iya lo sendiri gimana? Suka lo sama si El?" kata Sarah.

Kembali memfokuskan pandangannya ke langit-langit kamar. Ia bingung harus menjawab apa karena Clarista sendiri tidak tahu tentang perasaannya sendiri. Kagum, suka dan cinta adalah perasaan yang tidak bisa Clarista bedakan, seakan semuanya sama dan sulit diartikan.

"Gak tahu," balas Clarista.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang