"Bisa sopan sedikit?"
Clarista yang saat itu tengah asyik menghabiskan makanannya tiba-tiba dikagetkan dengan suara seseorang yang masuk tanpa permisi ke dalam telinganya.
Geram. Clarista memasang wajahnya penuh emosi sembari mengangkat pandangannya dengan setengah terpaksa.
"Maksud lo apa?" tanya Clarista geram.
Elvaro tersenyum kecut yang menurut Clarista itu terkesan meledek. Geram, Claristapun memilih berdiri menjadi berhadap-hadapan dengan Elvaro. Namun dengan santai, Elvaro memegang kedua pundak Clarista lalu menekannya guna menyuruh perempuan yang kini ada di hadapannya untuk duduk.
"Lo mau bikin malu diri lo sendiri dengan ngelakuin kayak gituh?" tanya Elvaro.
"Lo mau apa sih? Perasaan lo hobby banget ribetin hidup gue," kesal Clarista.
Alih-alih menjawab. Elvaro justru mengambil gelas berisi teh manis milik Clarista. Tak hanya diambil, ia juga meneguknya sampai tak tersisi membuat Clarista menatap tajam.
"Eh!" pekik Clarista tak terima.
"Sebenarnya ya yang bikin ribet hidup lo itu ya lo sendiri. Jangan lo gunain kelebihan lo itu buat bisa bertindak semena-mena sama orang karena itu bisa jadi boomerang buat lo sendiri. Ingat, di atas pandai masih ada adab!"
Setelah mengatakan itu, Elvaro bergegas bangkit lalu berjalan pergi meninggalkan Clarista dengan segala kebingungannya.
"Heh! Maksud lo apa ngomong kayak gituh? Kurang ajar ya lo sama gue!" protes Clarista tak terima sedangkan Elvaro yang tengah berjalan hanya tersenyum kecut.
Di tempatnya, Sarah hanya diam terpaku menyaksikan adegan antara Clarista juga Elvaro. Ia seperti menyaksikan drama secara langsung. Sayang ia telah meninggalkan ponselnya di dalam tas alhasil Sarah tak bisa mengabadikannya.
"Ngapain lo bengong kayak gituh?" tanya Clarista pada Sarah.
"Gak papa. Seru aja," balas Sarah singkat.
Keduanya kembali diam. Clarista yang masih tersulut emosi dengan perkataan Elvaro sedang Sarah yang nampak santai sembari memikirkan perkataan Elvaro tadi. Ia tak menyalahkan Elvaro dalam hal ini, karena apa yang ia katakan tadi ada benarnya juga, karena selama ini apa yang Clarista lakukan terlalu berlebihan dan bisa dibilang semena-mena. Tapi, meskipun begitu Sarah tak berani untuk mengatakan semua itu karena ia sendiri tahu Clarista tipe orang yang keras.
Sebagai sahabat seharusnya memang Sarah memberi Clarista teguran ataupun sekedar nasihat. Namun rasanya Sarah sulit untuk melakukan hal itu. Sarah sendiri sadar bahwa ia tengah salah karena telah membiarkan Clarista melakukan hal yang di batas kewajaran tapi Sarah bingung harus melakukan apa.
"Cla!" panggil Sarah dengan nada lembut.
"Apaan?" sahut Clarista dengan nada sewotnya.
"Apa gak sebaiknya lo jangan kasar-kasar gituh sama orang lain!" kata Sarah berusaha mengingatkan Clarista.
Sesuai dugaan Sarah, Clarista langsung melotot tajam membuat Sarah menghela napasnya gusar.
"Maksud lo apaan? Lo belain si cowok tengil itu? Lagipula gue tuh bukan kasar tapi tegas. Apa lo gak bisa bedain?" sewot Clarista.
Memang begitulah Clarista. Sering kali tak terima masukan dari orang lain termasuk juga kedua orangtuanya maka dari itu Sarah enggan untuk menegur apalagi memberi nasehat pada Clarista karena pastinya diakhiri dengan perdebatan.
"Bukan maksud gue belain dia. Tapi ya sudahlah, orang pinter sulit dibantah," kata Sarah bermaksud menyindir secara halus tapi tak Clarista pedulikan.
Bel tanda masuk sudah berbunyi, Sarahpun bergegas bangkit dari duduknya lalu berjalan meninggalkan Clarista yang masih sibuk membersihkan sisa makannya.
Akibat kejadian tadi, Sarah dengan sengaja mendiamkan Clarista untuk beberapa saat ke depan guna memberi Clarista sedikit pelajaran karena bagaimanapun juga Sarah sudah menganggap Clarista lebih dari seorang sahabat alhasil ia tidak ingin jikalau Clarista terus-terusan melakukan kesalahan.
Sarah tahu mungkin sudah banyak laki-laki yang tersakiti hatinya akibat perlakuan juga perkataan Clarista. Sarah hanya takut jika salah satu dari mereka menyimpan dendam dan akan membahayakan diri Clarista nantinya. Sudah berkali-kali Sarah menegurnya namun tak ada satupun yang Clarista pedulikan dan malah menganggapnya sepele.
"Sarah, tungguin gue napa sih!" teriak Clarista ketika ia baru menyadari bahwa Sarah sudah berada jauh di depannya.
Sarah jelas mendengarnya namun ia pura-pura tidak tahu dan memilih terus berjalan menerobos keramaian di setiap lorong kelas.
Dengan tergesa-gesa, Clarista berjalan cepat berharap ia bisa berhasil mengejar langkah Sarah. Namun ramainya suasana lorong membuat Clarista sedikit kesulitan dan bahkan beberapa kali ia hampir terjatuh karena dorongan dari orang-orang sekitarnya.
"Hati-hati dong!" tegur Clarista dengan penuh emosi ketika kakinya hampir saja terinjak.
Clarista merasa tak nyaman ketika ia melewati lorong yang dipenuhi dengan kumpulan para anak laki-laki. Semua tatapan matanya tepat mengarah pada Clarista. Tak hanya itu, bahkan ada beberapa juga yang sembari melemparkan senyum namun bukan senyuman manis melainkan senyuman kecut. Jelas Clarista takut bahkan ia sampai berkali-kali menelan salivanya kasar.
"Hai, Cla!" sapa salah satu dari mereka sembari melambaikan tangannya.
Alih-alih menanggapinya dengan baik, Clarista justru malah meresponnya dengan tatapan tajam disertai dengan ekspresi malasnya membuat para kumpulan laki-laki yang ada di sana merasa tersinggung.
Salah satu di antara mereka berdiri sembari menatap ke arah Clarista. Tentu saja hal itu membuat Clarista gelagapan bahkan dirinya merasa terancam. Reflek kakinya melangkah mundur di kala laki-laki yang berdiri itu melangkah maju.
Sialnya, suasana lorong sudah berubah menjadi sepi dan hal itu membuat Clarista semakin terpojok.
"Sombong banget lo!" kata laki-laki itu sedang yang tadi menyapanya hanya diam di tempat sembari menatap sinis ke arah Clarista.
"Mau ngapain lo?" tanya Clarista dengan suara yang dibuat setegas mungkin padahal dalam hati ia menahan takut.
"Udah ngerasa paling cantik lo? Mana sini gue lihat, secantik apa sih lo!" kata laki-laki itu sembari menangkup wajah Clarista dengan kedua tangannya.
Tubuh Clarista mendadak terasa dingin bahkan wajahnyapun ikut berubah menjadi merah karena menahan tangis.
"Jangan kurang ajar lo!" bentak Clarista dengan tangan yang berusaha menyingkirkan tangan laki-laki itu.
Tenaga laki-laki itu yang dinilai lebih kuat dari Clarista membuat Clarista kesulitan untuk menepisnya. Tentu saja hal itu membuat laki-laki yang kini ada di hadapannya tersenyum puas bahkan tangannyapun tak tinggal diam. Perlahan ia mengelus pipi Clarista dengan lembut membuat sang empunya merinding ketakutan.
Clarista bisa melihat dengan jelas gerombolan laki-laki yang tengah duduk di tempatnya tadi kini sedang tertawa puas sembari bertepuk tangan seakan tak peduli bahwa sekarang mereka tengah berada di lingkungan sekolah.
"Lepasin!" teriak Clarista berharap ada seseorang yang akan menolongnya.
"Teriak aja. Gak bakal ada yang denger juga. Lo gak nyadar apa kalau sekarang kita ada di ujung lorong, jauh dari jajaran kelas," ujar laki-laki itu.
Sial. Clarista tak menyadari akan hal itu. Dengan bermodalkan nekad, Clarista memanfaatkan kakinya untuk menendang bagian bawah perut laki-laki itu hingga membuatnya meringis kesakitan dan saat itu pula Clarista akhirnya bisa terlepas dari kungkungan laki-laki itu.
Namun sayangnya, salah satu dari mereka ada yang berhasil menangkap kembali Clarista dan membawanya ke bagian belakang sekolah diikuti dengan yang lainnya termasuk laki-laki yang Clarista tendang tadi.
"Bajingan. Lepasin gue!" berontak Clarista.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIPU DAYA CINTA
Fiksi RemajaKata orang cinta itu indah. Di mana kita bisa disayangi sepenuh hati, diberi perhatian tanpa pamrih juga dilindungi tanpa dipinta. Tapi tidak bagi Clarista, ia terjebak dalam sebuah permain cinta yang penuh dengan tipu daya. Diberi suka juga diberi...