9. Kesalahan

8 2 1
                                    

"DIAM!" bentak laki-laki yang tadi sempat menyapa Clariata.

Mata Clarista mengarah pada nama yang tertulis di baju seragam laki-laki itu. Tian, nama laki-laki itu adalah Tian dan sepertinya Clarista tidak asing dengan namanya. Sering mendengar namun tak pernah tahu orangnya.

"Kalau gak salah nama itu yang sering jadi perbincangan anak-anak cewek yang katanya cowok cool, ganteng, pinter tapi tahunya cowok bajingan!" cibir Clarista dalam hati.

Tanpa sadar, Clarista menampilkan senyuman miring dan itu disadari oleh Tian. Tian yang saat itu tengah duduk di salah satu bangku sembari memerhatikan Clarista yang sedang ditahan oleh salah satu temannya itu merasa tertantang dengan senyuman ejekan dari Clarista.

"Lo nantangin gue?" tegas Tian sembari mengambil alih tangan Clarista.

Kini Clarista berada di bawah pegangan Tian. Jelas ia merasa direndahkan karena Clarista seperti piala bergilir yang bisa dilemparkan sana-sini.

"Tian, ternyata gak seagung yang dikatakan orang-orang ya. Gimana kalau yang lain tahu kalau sebenarnya lo itu murahan, bajingan pula. Apa lo nanti masih jadi pusat perbincangan? Untungnya gue gak pernah tertarik tuh saat orang-orang ngomongin dan muja-muja lo karena ternyata lo itu sampah!" tutur Clarista.

Sorot kemarahan terlihat sangat jelas di manik mata Tian. Namun, alih-alih Clarista merasa takut, ia justru malah melemparkan senyuman menantang membuat Tian semakin berada di ambang kemarahan.

Melihat temannya yang sedang tidak baik-baik saja, laki-laki yang tadi sempat Clarista tendang itupun berjalan mendekat ke arah Tian lalu menatap Clarista dengan tatapan tajam.

"Kenapa Yayan? Kurang enak yang tadi?" ujar Clarista setelah ia membaca nama yang tertulis di baju laki-laki itu.

Memang Clarista sengaja bersikap biasa saja dan berlaga tak takut pada situasi saat ini karena tahu jikalau dirinya bersikap lemah dan menunjukan ketakutan itu justru malah akan semakin mengancam keselamatannya.

"Lo lahir tahun berapa sih? Hari gini masih zaman ya nama jadul kayak gituh? Apa jangan-jangan lo udah bertahun-tahun gak lulus sekolah ya?" kata Clarista dengan nada mengejek.

Cekalan tangan Tian di tangan Clarista semakin kencang seakan Tian sedang meluapkan kekesalannya. Namun, Clarista tetap berusaha setenang mungkin sembari mencari cara untuk bisa lepas.

"Lo makin lama makin kurang ajar ya. Lo nantangin kita?" sewot laki-laki bernama Yayan itu.

Clarista menaikan kedua halisnya seolah itu memberi jawaban. Kesal, Yayanpun berjalan mendekat ke arah Clarista dan hendak memegang bibir mungilnya. Tanpa disangka, ketika Yayan sudah mendekatkan wajahnya pada wajah Clarista, dengan cepat Clarista menggeserkan kepalanya dan kakinyapun tak tinggal diam. Dengan bermodalkan nekad, Clarista meringkus kaki Yayan dengan kakinya sehinggal hal itu menyebabkan Yayan kehilangan keseimbangan dan wajahnya mengenai wajah Tian.

Clarista yang sudah menyadari bahwa situasi ini akan terjadi, iapun hanya tertawa terbahak-bahak sembari melambaikan tangan pada kedua laki-laki yang kini tengah tersungkur tak jauh dari tempatnya.

"Rasain!" cibir Clarista lalu iapun buru-buru pergi sebelum Tian juga teman-teman yang lainnya kembali mengejar dirinya.

"Ngapain kalian malah diam ngelihatin doang. Bantuin cepet!" teriak Tian pada teman-temannya yang lain.

Di kala Tian juga Yayan tengah sibuk membenarkan penampilannya akibat tersungkur tadi. Di sisi lain Clarista tengah berusaha berlari menjauh sebelum Tian juga yang lainnya kembali mengejarnya.

Di pertengahan jalan, Clarista merasa kakinya sudah semakin lemas, napasnyapun sudah terengah-engah namun rasanya untuk beristirahat Clarista rasa itu tidak mungkin.

"Jangan lo pikir, lo bisa kabur segampang itu!"

Clarista dikagetkan dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba ada di hadapannya. Ketika Clarista hendak berbelok kiri di perempatan lorong, Clarista tak menyangka bahwa di sana sudah ada Tian yang tengah menunggunya.

Tak ada pilihan lain bagi Clarista untuk mengambil arah lain namun ternyata semua itu rasanya sia-sia karena di sana juga sudah ada Yayan dan yang lainnya.

Kini Clarista tengah dikepung dan sudah tak ada celah untuk Clarista lari dari kurungan mereka. Jelas Clarista panik karena ia sudah kehabisan akal juga suasana hatinyapun sudah tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

"Udah lo nyerah aja! Lagipula lo gak usah so jual mahal karena lo juga gak cantik-cantik amat kok. Masih banyak cewek yang lebih cantik dari lo tapi dia gak belagu kayak lo tuh!" tegas Tian sembari memegang kedua pundak Clarista.

"Singkirin tangan kotor lo! Gue emang gak secantik cewek yang lo anggap cantik itu tapi setidaknya gue punya harga diri, gak murahan kayak mereka atau kayak lo," kata Clarista.

"Harga diri ya? Sini biar gue cobain semahal apa harga diri lo itu!" ujar Tian dengan tangannya yang sudah merayap ke bagian paha Clarista.

Ingin rasanya Clarista menangis namun rasanya ia tak sanggup melakukan apapun lagi karena tubuhnya benar-benar terasa lemas dan Clarista rasa mulai saat ini hidupnya akan hancur.

"Bajingan kalian semua!"

Suara itu Clarista seakan mengenalnya namun ia tak berani untuk membuka mata karena rasanya Clarista belum sanggup melihat dunianya yang sebentar lagi akan terasa hancur.

Samar-samar Clarista mendengar suara kericuhan di sekitarnya lebih tepatnya suara seseorang yang tengah bergelut.

Mencoba memberanikan diri, Claristapun mulai membuka matanya secara perlahan. Mata Clarista memicing tajam, orang yang kini ada di hadapannya, tepatnya yang tengah bergelut dengan Tian seperti Clarista kenal.

"Lo jangan jadi cowok pecundang. Lebih baik kalian semua pergi dari sini dan jangan gangguin dia lagi atau kalian semua mau gue laporin sama kepsek karena gue udah punya bukti kelakuan bejad kalian. Dan kalian juga gak perlu buat repot-repot lenyapin bukti itu karena udah gue simpen di tempat yang aman!" tegas orang itu.

Tian juga teman-teman yang lainnya langsung bergegas pergi dari sana. Sedang di tempatnya, Clarista masih berdiri lemas sembari menahan air matanya agar tidak terjatuh karena Clarista yakin orang itu adalah Elvaro dan Clarista tak ingin menangis di hadapan Elvaro karena nantinya itu pasti akan dijadikan bahan ejekan Elvaro padanya.

"Kata gue juga apa. Makannya jadi orang jangan songong. Gue harap dengan kejadian ini lo bisa pikirin omongan gue tadi. Sekarang lo balik ke kelas. Gue pergi duluan!" kata Elvaro lalu setelah itu ia bergegas pergi.

Detak jantungnya saja belum bisa ia kondisikan dan Clarista harus langsung mendengarkan perkataan pedas yang keluar dari dalam mulut Elvaro. Sejenak memang terkesan sadis namun jika direnungkan Clarista rasa itu ada benarnya juga.

Sebenarnya Clarista juga menyadari apa yang ia lakukan selama ini memanglah salah namun Clarista melakukan itu bukanlah tanpa alasan. Ia hanya ingin menjaga dirinya, ia tidak ingin orang-orang memandangnya lemah. Hanya itu saja.

"CLA!"

Dari kejauhan, Clarista melihat seseorang tengah berlari menghampiri dirinya. Dengan cepat, orang itu langsung membawa Clarista ke dalam pelukannya dan langsung dibalas oleh Clarista.

"Lo dari mana aja? Gue khawatir tahu. Gue cariin juga ke mana-mana," cerocos Sarah.

Alih-alih menjawab, Clarista justru malah terisak membuat Sarah semakin cemas.

"Ya udah kita ke kelas ya!" ajak Sarah.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang