5. Mulai

9 2 1
                                    

"Waduh!" pekik Clarista ketika pandangannya mendapati Elvaro tengah berdiri tak jauh dari rumahnya.

Sarah, di sebrang sana yang mendengar pekikan dari Clarista itupun langsung memasang wajah heran beserta cemas.

"Kenapa lo?" tanya Sarah setengah panik.

"Nanti gue telepon balik!" kata Clarista lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak dan hal itu sukses membuat Sarah menjadi jengkel juga merasa tak dihargai.

Dengan tergesa-gesa, Clarista berlari keluar kamar melewati Manda yang tengah menyiapkan makan malam. Melihat gelagat anaknya yang terbilang aneh, Mandapun menatap Clarista heran yang kini tengah berusaha membuka pintu depan rumah.

"Eh, kamu mau ke mana?" teriak Manda.

"Keluar bentar, mah," balas Clarista tanpa menghentikan langkahnya sedikitpun.

Clarsita berlari ke tempat di mana tadi ia melihat Elvaro. Namun sayang, begitu dirinya sampai, Elvaro sudah tak ada di sana. Bukan Clarista namanya jika ia menyerah begitu saja, Clarista menyapu pandangannya ke arah sekitar karena ia yakin bahwa Elvaro masih berada di sekitaran sana.

Tak hanya pandangannya yang bergerak, Claristapun memutuskan untuk berjalan pelan menyusuri keadaan sekitar. Namun sudah lebih dari 10 menit ia mencari, keberadaan Elvaro namun tak ia temukan.

"Gak mungkin kalau gue salah lihat. Orang tadi jelas banget dia ada di sini," gumam Clarista.

Tak jauh dari tempat Clarista berada, lebih tepatnya di balik pohon besar, Elvaro berdiri di sana sembari mengawasi pergerakan Clarista karena memang sebenarnya bukan Clarista yang tidak bisa mencari melainkan Elvaro yang terlalu pandai menghindar.

"Cari aja sampe ketemu, lo gak bakal bisa," gumam Elvaro.

Dirasa sudah puas membuat Clarista kebingungan, Elvaro memilih untuk pergi dari tempatnya, tentunya dengan hati-hati. Sedang di tempatnya, Clarista masih sibuk mencari sampai ia tak sadar bahwa di depannya terdapat batu besar dan pada akhirnya iapun tersandung.

"Sialan!" rutuknya cukup keras sembari meniup-niup lututnya yang sedikit memar.

Mendengar suara dari Clarista, Elvaropun menghentikan langkahnya dan memilih kembali ke tempat semula.

Dilihatnya Clarista yang saat ini tengah terduduk di atas rumput sembari meniup-niup luka memarnya karena terasa sedikit perih. Clarista berusaha untuk berdiri namun tidak bisa karena sepertinya kaki Claristapun terkilir sehingga membuatnya nyeri ketika Clarista hendak berdiri.

"Ceroboh terus!"

Mendengar suara itu, Clarista langsung mengangkat pandangannya dan betapa terkejutnya ketika ia mendapati Elvaro tengah berdiri di hadapannya sembari mengulurkan tangannya.

"Ayo buruan bangun! Pegel tangan gue!" kata Elvaro dengan penuh penekanan.

Walau sedikit ragu, Clarista tetap menerima uluran tangan dari Elvaro. Iapun langsung dipapah menuju bangku panjang yang ada di dekat sana.

"Tunggu bentar!" kata Elvaro lalu iapun mulai membuka tas sekolah miliknya.

Sedikit heran dengan tingkah Elvaro namun Clarista memilih diam karena ia takut jika ia membuka suara itu akan menimbulkan perdebatan di antara mereka.

Mata Clarista memicing heran ketika ia mendapati Elvaro mengeluarkan botol minum juga tissue dari dalam tasnya.

"Lo mau minum pake tissue? Gue gak nyangka sama lo, selain tengil lo juga kurang waras ya?" kata Clarista tanpa sengaja.

"Lo juga ya. Selain gatel lo juga gak punya otak ya!" balas Elvaro sembari mengoleskan tissue yang sudah ia basahi sebelumnya dengan air minum pada luka Clarista dengan cukup keras karena ia sudah terlanjur kesal dengan ucapan Clarista.

"Aww, sakit! Lo mau nyiksa gue?" kesal Clarista.

"Ya lagian lo, udah bagus gue tolongin malah seenaknya lo ngatain gue!" tegas Elvaro.

Clarista diam. Ia tak menyangkal karena memang ia sadar bahwa tadi ia telah berbuat salah. Tanpa disadarinya, Clarista menatap lekat wajah Elvaro yang kini tengah membersihkan luka miliknya dengan sangat hati-hati.

"Manis juga!" gumam Clarista tanpa sengaja dan suaranya yang cukup keras itu membuat Elvaro bisa mendengarnya dengan jelas.

"Jangan dilihatin terus nanti kalau lo suka bisa repot urusannya!" kata Elvaro sembari menjauhkan posisinya dari Clarista.

Mata Clarista terbelalak kaget. Lantas iapun langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jujur ia gugup juga merutuki kebodohannya sendiri.

"Pede banget lo. Dasar cowok tengil," kata Clarista.

"Heh! Bukan gue yang pede tapi lo yang ganjen. Dasar cegat, cewek gatel," balas Elvaro.

Clarista menatap tajam ke arah Elvaro. Maksud untuk membuat Elvaro takut juga merasa bersalah tapi nyatanya tidak. Elvaro malah menatap balik dibarengi dengan senyuman sinisnya.

"Gue bukan cewek gatel ya. Gue punya nama!" tegas Clarista.

"Ya gue kan gak tahu nama lo. Jadi ya suka-suka guelah mau panggil lo apa," kata Elvaro santai sembari bangkit dari duduknya.

"Nama gue Clarista!" ujar Clarista mengenalkan diri.

"Gue gak mau tahu, gak penting juga, gak peduli pula!" balas Elvaro yang sukses menyulut emosi Clarista.

Clarista hendak bangkit dari duduknya, berniat untuk mengejar Elvaro namun ternyata gagal. Elvaro sudah berjalan cukup jauh dari hadapannya, berhubung kondisi kaki Clarista yang masih terluka alhasil ia tidak bisa mengejar langkah Elvaro.

"Eh, gue belum selesai ngomong ya! Gue mau nanya, ngapain lo mata-matain rumah gue? Lo ada niatan macem-macem ya sama gue?" teriak Clarista berharap Elvaro bisa mendengarnya.

Di depan sana, Elvaro tetap berjalan tanpa memerdulikan teriakan dari Clarista. Jelas ia mendengarnya namun ia memilih pura-pura tidak tahu.

Setelah kepergian Elvaro, Clarista memilih untuk kembali ke rumah. Walau sedikit sulit untuk berjalan, namun ia tetap berusaha berjalan dengan tertatih-tatih.

"Eh, kaki kamu kenapa?" tanya Manda dengan penuh khawatir melihat anaknya berjalan dengan setengah meringis kesakitan.

"Jatoh tadi," balas Clarista.

"Kok bisa? Emang kamu tadi abis ngapain ke luar?" tanya Manda meminta penjelasan.

"Aku tadi ngelihat tukang bakso di depan. Pas aku ke sana eh dia udah jalan aja. Mau dikejar eh malah jatoh," kata Clarista ngasal.

Walau sedikit aneh, Manda memilih diam dan tak banyak bertanya lagi. Iapun membiarkan Clarista masuk dan menyuruhnya makan.

"Ayah tumben belum pulang?" tanya Clarista.

Sebelum menjawab, Manda terlebih dahulu menarik kursi yang ada di hadapan Clarista untuk ia duduki. "Ayah lembur. Malem baru pulang."

Clarista tak berkata apapun, ia hanya mengangguk sebagai jawaban lalu selepas itu Claristapun mulai menyantap makanan yang sudah terhidang.

*****

Clarista baru saja merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Pikirannya tiba-tiba saja mengarah pada kejadian tadi saat dirinya bersama dengan Elvaro.

Lamunan Clarista tiba-tiba saja buyar ketika ponsel yang ada dalam saku celananya bergetar hebat.

"Ini anak mau apa lagi coba?" gerutu Clarista ketika ia membaca nama Sarah di layar ponselnya.

"Lama banget sih lo angkatnya!" gerutu Sarah di sebrang sana.

Mendengar gerutuan dari Sarah membuat Clarista menghela napas gusar bahkan ia juga tiba-tiba saja merasa ngantuk dan bahkan ia menguap beberapa kali.

"Emang lo mau ngapain sih? Kangen lo sama gue?" kata Clarista.

"Serah lo deh! Males gue jadinya!" balas Sarah lalu iapun mematikan sambungan telepon secara sepihak.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang