4. Awal Mula

9 3 1
                                    

Clarista tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya mampu diam sembari menahan salivanya. Dalam hati ia merutuk kebodohannya dan untuk saat ini, Clarista tidak tahu harus berkata dan melakukan apa.

"Idih, siapa yang ngikutin lo? Geer banget lo jadi orang," elak Clarista dan pastinya dengan wajah gugup.

Di tempatnya, Elvaro tersenyum sinis. Jelas ia tahu bahwa gadis yang kini ada di hadapannya tengah berbohong. Karena memang Elvaro sudah mengetahui gerak-gerak Clarista sejak masih di dalam kelas.

Dari dalam kelas, Elvaro tak sengaja melihat seorang gadis yang tengah berdiri di depan kelas. Awalnya Elvaro tak menaruh curiga juga tak memerdulikan keberadaan gadis itu, namun saat ia melihat Clarista lalu gadis itu berbincang dengan Clarista, dari sana Elvaro tahu bahwa itu adalah teman dari Clarista.

"Yakin? Gue yang geer apa lo yang ngebet pengen deket-deket gue?" goda Elvaro sembari mendekatkan tubuhnya dengan Clarista.

Jujur Clarista merasa tak nyaman dengan situasi saat ini, terlebih ia takut Elvaro bertindak yang tak senonoh. Perlahan Clarista bergerak mundur sampai-sampai badannya sudah menabrak tembok.

Kaki Clarista sudah terasa lemas bahkan ia juga sudah berkali-kali menelan salivanya kasar karena sudah tidak tahu harus berbuat juga berkata apa.

"Apaan sih lo? Aneh banget," kata Clarista sembari berusaha mendorong tuhuh Elvaro namun gagal karena tenaganya kalah jauh dengan tenaga Elvaro.

"Elo yang aneh. Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Elvaro lagi.

Tak ingin terus didesak, Clarista dengan nekadnya menginjak kaki Elvaro dengan cukup kuat membuat Elvaro merintih kesakitan dan secara tidak sengaja ia memberi jalan bagi Clarista untuk menyelamatkan diri.

Di saat Elvaro tengah menahan rasa sakit, di depan sana Clarista nampak lari terburu-buru membuat Elvaro menggeram kesal bahkan sampai mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Gue harus bisa kabur dari dia," kata Clarista sembari terus berlari tanpa melepaskan pengewasannya dari arah belakang karena ditakutkan Elvaro akan mengejarnya.

******

Elvaro berlari dengan menahan rasa sakit. Ia terus menyusuri setiap koridor berharap ia bisa menemukan keberadaan Clarista. Namun dirasanya, Elvaro tengah gagal karena seluruh penjuru sekolah sudah ia jajah, namun Clarista juga tak ia temukan. Sampai pada akhirnya, Elvaro tak sengaja melihat seorang gadis yang tengah berdiri di pinggir jalan tepatnya di depan gerbang sekolah seperti tengah menunggu seseorang.

Dengan setengah sempoyongan, Elvaro berjalan dengan tergopoh-gopoh guna menghampiri Clarista. Namun sepertinya semesta masih berpihak pada Clarista karena di saat yang bersamaan ojek online yang dipesan Clarista datang dan tak butuh waktu lama lagi, Clarista langsung naik lalu meninggalkan Elvaro dengan penuh kekesalan.

"Awas aja lo!" rutuk Elvaro.

Di sisi lain, Clarista bernapas lega karena akhirnya ia masih bisa selamat dari kejaran Elvaro. Karena sejujurnya, selagi tadi ia menunggu ojek online pesanannya tiba, dengan ujung matanya Clarista bisa melihat keberadaan Elvaro tak jauh dari tempatnya.

Di sepanjang perjalanan, Clarista terdiam sembari berpikir bagaimana caranya supaya ia bisa mencari tahu tentang Elvaro tanpa menimbulkan kecurigaan ataupun membuat dirinya terancam.

Jika harus dijelaskan, Clarista saja tidak tahu kenapa ia bisa bertekad seperti ini bahkan untuk mengetahui maksud dari perasaannya saja ia tidak tahu.

Berbicara tentang cinta, dirasa itu mustahil karena ia sendiri tidak tahu siapa Elvaro dan bagaimana latar belakang orangnya. Mungkin saja, ini hanya sekedar penasaran dan jika memang Elvaro adalah orang yang ditakdirkan untuk Clarista mungkin ini awal mula pendekatan mereka walau diawali dengan ketidak baikan.

"Makasih ya, bang!" kata Clarista ketika ia turun dari motor ojek online itu.

"Makasih juga kak!" balas driver itu.

Setelah transaksi mereka selesai, Claristapun berjalan memasuki tempat kediamannya. Baru saja Clarista menginjakan satu kakinya, penciumannya sudah disambut dengan baik oleh aroma masakan.

Tentu saja Clarista langsung melangkah cepat tanpa menutup kembali pintu rumah dan hal itu langsung mengundang kekesalan Manda yang tengah berkutat dengan masakannya itu.

"Rista, tutup lagi pintunya!" tegur Manda. Walau tengah sibuk dengan alat dapurnya namun ujung matanya masih bisa melihat pintu yang terbuka di sana.

"Iya-iya!" kata Clarista dengan muka kesalnya.

Di kala Clarista hendak duduk di kursi dan bahkan tangannya juga hampir mengambil sebagian makanan yang sudah terhidang tiba-tiba saja pergerakannya terhenti ketika tangan Manda mencekal tangan Clarista.

"Kebiasaan. Jorok banget! Mandi dulu baru makan!" tegas Manda.

Clarista mencebikan bibirnya kesal. Iapun lantas beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya.

Setibanya di kamar, Clarista langsung menyimpan tas juga sepatunya dengan sembarangan. Ini bukanlah hal yang aneh, memang begitu sifat Clarista jadi tak heran jika ia sering kali kena omel ibunya. Meskipun begitu, kedua orangtua Clarista tetap menyayanginya dan bahkan merasa bangga pada anak semata wayangnya itu karena bagaimanapun juga Clarista sudah banyak memberikan prestasi pada keluarganya.

"Eh!" pekik Clarista ketika ia merasakan getaran di dalam saku bajunya. Yang mana itu berasal dari ponselnya.

"Ngapain lo telepon gue?" ujar Clarista tanpa berbasa-basi.

Sedang di sebrang sana, Sarah yang tengah duduk di atas tempat tidurnya mengkerut kesal karena niat baiknya tak disambut baik oleh Clarista dan sepertinya Sarah sudah menyesali perasaannya karena sudah mengkhawatirkan keadaan Clarista.

"Nyesel gue udah cemasin lo. Tahu gituh biar aja tadi gue doain lo celaka," kesal Sarah.

Mata Clarista terbelalak kaget dan seketika ia juga merubah posisinya yang awalnya berbaring di atas tempat tidur menjadi duduk seperti halnya yang sarah lakukan.

"Eh lo jangan gituh dong!" kata Clarista.

Cukup lama mereka diam. Clarista tengah menunggu respon dari Sarah namun sampai saat ini tak ada respon apapun dari sebrang sana. "Ya udah gue minta maaf. Gue gak papa kok. Emang lo kenapa bisa cemasin gue?" lanjut Clarista.

"Tadi pas gue pulang, gue sempat mampir dulu ke minimarket buat beli makanan. Nah pas gue keluar dari minimarket gue gak sengaja lihat Elvaro lagi ngikutin lo di jalan. Lo gak diapa-apain kan?" jelas Sarah.

Mulut Clarista terbuka lebar. Pantas saja tadi saat ia baru saja turun dari motor ojek online itu, Clarista merasakan ada seseorang yang tengah mengintainya dari jauh dan sepertinya sekarang Clarista tahu siapa itu.

Perlahan kaki Clarista melangkah menuju jendela kamar. Dibukanya jendela itu lalu pandangannya mulai menyapu keadaan sekitar.

"Ini baru awal. Lo jangan senang dulu!" gumam Elvaro yang tengah berdiri tak jauh dari rumah Clarista.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang