16. Siapa? (2)

5 2 0
                                    

Malam semakin larut namun Clarista masih senantiasa terjaga sembari memikirkan asal kiriman paket itu dari mana. Memang ia tak menemukan hal-hal yang mencurigakan namun tetap saja Clarista harus tetap waspada.

Aroma soto itu semakin masuk ke idra penciuman Clarista. Tentu saja hal itu membuat Clarista merasa lapar.

Kembali mencoba memeriksa isi dari paper bag itu. Namun Clarista tak menemukan apapun selain plastik berisi soto.

Teringat akan satu hal, Clarista berusaha meraih ponselnya yang ia letakan di atas nakas. Jarinya mulai lihai bergerak di atas layar ponsel mencari nama kontak yang akan ia hubungi.

"Kenapa?"

Pertanyaan itu langsung Clarista terima dari sebrang sana tanpa adanya sapaan sedikitpun. Jelas Clarista merasa kesal. Namun untuk saat ini ia harus menyingkirkan terlebih dahulu perasaannya itu.

"Santai aja gak usah nyolot!" ujar Clarista.

"Gimana gue gak nyolot. Lo lihat sekarang jam berapa? Gue mau tidur tapi keganggu gara-gara lo!" dumel Sarah di sebrang sana.

Cepat Claristapun melirik jam yang tertera di layar ponselnya. Memang Sarah tak salah karena sekarang waktu sudah menunjukan pukul 11 malam di mana itu adalah sudah termasuk jam tidurnya Sarah begitu juga dengan dirinya.

"Ya udah sih, sorry. Gue gak lama kok, cuma mau nanya sesuatu," kata Clarista.

"Ya udah buruan! Nanya apa?" sewot Sarah di sebrang sana sembari menguap menahan kantuk.

"Lo ada ngirim makanan gak ke gue? Ngirim soto gituh?"

Mendengar pertanyaan dari Clarista yang cukup membuat Sarah kaget. Sontak saja ia merubah posisinya menjadi duduk walau sesekali Sarah masih saja menguap.

"Lo nanya apaan sih? Lo halu ya?" tanya Sarah memastikan bahwa tadi ia tak salah dengar.

"Enggak, gue gak halu. Tadi ada abang ojol nganterin makanan ke gue dan isinya soto. Pas gue tanya dari siapa, dia bilangnya gak tahu. Dia cuma dapet orderan beli soto atas nama gue dan dianternya ke rumah gue," jelas Clarista.

Rasa kantuk yang tadi sempat menyerang Sarah hilang begitu saja ketika ia mendengar cerita dari sahabatnya itu.

"Yang jelas itu bukan dari gue ya. Ngapain juga gue ngirimin lo makanan, kurang kerjaan aja," balas Sarah lalu setelah itu ia teringat akan sesuatu. "Itu orderan fiktif kali. Bayarnya COD gak?" lanjutnya.

"Enggak. Abangnya ngasihin terus pamit, gak minta duit ya berarti udah dibayar," balas Clarista.

"Ya udah sih berarti itu rezeki lo. Lo kan punya banyak penggemar," kata Sarah.

"Ya mending kalau beneran dari penggemar baik, kalau dari teror jahat terus gue mati, gimana?" Nada bicara Clarista terdengar seperti orang bingung dan Sarah menyadari akan hal itu.

"Ya berarti itu takdir. Umur lo cuma sampai di sini," balas Sarah diselingi dengan candaan. Walau ia sendiri tahu bahwa hal itu akan membuat Clarista jengkel namun tetap saja Sarah melakukannya.

"Kampret lo! Temen sialan" dumel Clarista.

Setelah mengatakan itu, Clarista langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak dikarenakan sudah terlajur kesal dengan perkataan sahabatnya itu.

Sedang di sisi lain, Sarah akhirnya bisa bernapas lega karena pada akhirnya ia bisa melanjutkan niatan awalnya. Karena memang sebenarnya, Sarah sengaja membuat Clarista kesal supaya ia bisa mengakhiri pembicarannya dengan Clarista. Bukan maksud tak peduli dengan masalah sahabatnya, tetapi malam sudah begitu larut dan ia sudah sangat merasa lelah dengan aktivitasnya hari ini.

*****

Matahari sudah meninggi bahkan suara ayampun sudah terdengar dari setiap sudut. Namun lain halnya dengan Clarista yang masih senantiasa bermesraan dengan bantal gulingnya.

Dari arah dapur, nampak Manda tengah menahan kekesalannya sembari menyiapkan sarapan untuk suami dan juga anak manjanya.

"Ya ampun itu anak susah banget diurusnya. Sengaja mau bikin ibunya naik darah kali," dumel Manda sembari berjalan menuju kamar Clarista.

Sudah dari pukul 05.30 Manda berusaha membangunkan Clarista namun sampai sekarang, tepatnya pukul 06.40 Clarista belum juga bangun. Berbagai macam cara sudah Manda lakukan. Memanggil dengan suara keras, mengetuk pintu dengan kencang bahkan dengan membanting alat dapur tetap saja itu tidak berhasil.

Pintu kamar Clarista yang terkunci, membuat Manda tidak bisa berbuat banyak untuk bisa membangunkan Clarista. Alhasil Manda harus menguras banyak energi agar bisa berteriak sekencang mungkin.

"CLARISTA BANGUN!!!!!" teriak Manda dengan suara yang menurutnya sudah cukup kencang.

Dari lain arah, Irwan berjalan menuju meja makan sembari menggelengkan kepala melihat tingkah laku istrinya itu. Bukan hal yang aneh bagi dirinya di setiap pagi harus menyaksikan drama antara ibu dan anak itu. Bagi Irwan itu menjadi sebuah hiburan tersendiri.

"Kenapa mas senyum-senyum gituh? Capek aku kalau tiap pagi harus gini terus. Untung aja aku gak setres," keluh Manda pada suaminya itu.

"Ya udah sini kita makan dulu!" kata Irwan sembari melambaikan tangannya guna menyuruh istrinya untuk kembali ke meja makan dan duduk di kursi yang ada di sebelahnya.

Menurut, Mandapun duduk lalu mulai menuangkan dua centong nasi ke atas piring juga lauknya yang berupa ikan goreng, tahu goreng beserta lalapan.

"Sambalnya gak ada?" tanya Irwan.

"Belum sempet bikin, keburu kesal sama kelakuan anak kamu itu," balas Manda.

Irwan hanya tersenyum melihat istrinya yang tengah menahan kesal itu. Tanpa banyak protes, Irwan mulai melahap makanannya itu bahkan ia juga tak lupa untuk menyuapi Manda guna membuat Manda sedikit tenang.

"Kamu daripada marah-marah mendingan makan aja!" kata Irwan dan Manda mulai mengunyah makanan yang disuapi suaminya itu tanpa protes.

*****

"Ya ampun!"

Clarista terperanjat kaget ketika ia melirik jam yang terpasang di dinding kamarnya. Waktu sudah menunjukan pukul 7 kurang 10 menit pagi. Cepat Claristapun turun dari atas tempat tidurmya dan bergegas keluar kamar hendak pergi ke kamar mandi. Namun baru saja ia membuka pintu, Clarista dikejutkan dengan keberadaan Manda yang berdiri tepat di depan pintu kamar.

"Mamah ngagetin aja!" pekik Clarista.

"Dibangunin dari tadi susah banget sih. Lihat jam berapa sekarang!" tegas Manda.

"Rista udah lihat, makannya awas mah, Rista buru-buru!" kata Clarista sembari berusaha menggeser tubuh ibunya dengan sopan karena memang posisi Manda menghalangi jalan.

Membiarkan Clarista pergi dari hadapannya, Manda terperanjak kaget dengan kondisi kamar anaknya itu. Bukan hanya kamarnya yang berantakan tetapi juga aroma yang berasal dari dalam kamar Clarista membuat Manda melotot tajam.

Tempat tidurnya yang masih berantakan, lampu tidur yang belum dimatikan juga satu yang membuat Manda naik darah adalah sampah bekas bungkusan soto semalam berikut dengan mangkok kotor yang berserakan di atas meja belajar.

Karena memang sebenarnya, semalam Clarista memutuskan untuk memakan soto itu. Dikarenakan selain lapar, aromanya berhasil menggungah selera Clarista.

"Ya ampun ini kamar anak gadis kok gini banget. Jorok banget," omel Manda sembari membuka gorden kamar anaknya.

Tak lama, Clarista datang dengan hanya menggunakan handuk kimononya. Mata Clarista melotot tajam ketika ia melihat ibunya di dalam kamarnya tengah menatap Clarista dengan tatapan intimidasinya.

"Mamah ngomelnya nanti aja. Mamah sendiri kan yang bilang ini udah siang, Rista udah telat!" kata Clarista sembari mendorong pelan tubuh ibunya keluar dari kamar.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang