"Heh! Jawab kali bukan malah bengong!" tegur Clarista merasa kesal karena Sarah tak kunjung bersuara.
"Tadi di jalan ... "
Sarah nampak menggerang kesakitan ketika ia tengah mengangkat tangga itu. Dari awal ia memang tidak percaya bahwa dirinya bisa namun untuk menolak permintaan sahabatnya itu rasanya Sarah berat.
Baru berjalan sekitar 10 langkah, badan Sarah terasa remuk bahkan ia sudah tidak bisa menyimbangkan langkahnya dan hampir tersungkur jatuh. Namun beruntung, tepat di depannya ada yang menahan tangga itu sampai akhirnya Sarah bisa kembali menyeimbangkan tubuhnya.
"Lo gila ya?" tuding orang itu.
"Eh lo, daripada ngatain gue mending tolongin gue turunin tangga ini. Berat!" kata Sarah.
Elvaro, melakukan apa yang Sarah minta. Setelah tangga itu lepas dari tangannya, Sarah langsung bernapas lega seakan beban dalam hidupnya juga hilang.
"Lo mau ngapain sih segala pake bawa-bawa tangga. Gak nyadar apa tangga sama badan lo aja gedean tangga!" kata Elvaro penuh dengan penegasan.
Sarah diam sejenak. Ia tak berani melawan karena yang dikatakan Elvaro memang benar adanya. Jika saja bukan karena Clarista, sebenarnya Sarah tidak mau melakukan hal ini. Terkesan konyol juga membahayakan diri sendiri.
"Ngomel mulu lo kerjanya kek emak-emak!" balas Sarah. Sebelum melanjutkan perkataannya, Sarah diam sejenak. Ia tengah mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan saat ini. "Sebenarnya gue mau bawa tangga ini ke benteng belakang. Clarista telat masuk terus dia mau masuk jalan sana jadi dia nyuruh gue bawa tangga ini ke sana," lanjutnya.
"Emang gak waras!" rutuk Elvaro lalu mengambil tangga itu dengan setengah emosi ke arah belakang sekolah sedang di tempatnya Sarah hanya terdiam sembari memandangi kepergian Elvaro.
"Pantes aja tadi perasaan gue gak enak. Tapi lo gak ada yang luka kan?" ujar Clarista ketika Sarah sudah selesai menjelaskan apa yang terjadi tadi.
"Enggak. Aman kok," balas Sarah.
"Terus sekarang nasib kita gimana?" Clarista kembali bertanya dan pertanyaan itu cukup membuat Sarah bingung, terbukti dengan keningnya yang ia kerutkan. "Masuk kelas apa bolos?" lanjut Clarista yang sudah paham dengan maksud dari respon Sarah.
"Diem dulu aja di sini. Belajarnya gak jadi kok tadi gue gak sengaja denger kalau gurunya ada rapat dadakan," kata Sarah.
*****
Elvaro, terduduk diam di barisan kursi dalam perpustakaan. Pengunjung perpustakaan kali ini cukup ramai. Banyak para warga sekolah yang menghabiskan waktu kosongnya untuk berdiam di sana, selain suasananya yang sunyi juga membuat hati lebih tenang.
Selain buku kimia yang dipegangnya, di tangan sebelah kanan juga Elvaro memegang buku peninggalan dari kakaknya itu. Banyak hal yang ingin Elvaro cari di dalam sana. Bukan bermaksud dendam hanya saja Elvaro ingin mencari keadilan untuk Sang kakak.
Sifat keduanya yang bertolak belakang memang cukup sulit untuk keduanya saling terbuka semasa hidupnya. Elvaro yang cendurung berani, tegas juga terbuka berbanding terbalik dengan Aldrian yang lemah, pemalu juga tertutup. Hal itulah yang membuat Aldrian mudah sekali tertindas.
Semenjak Sang kakak sakit dan berakhir dengan pulang yang tak akan pernah kembali, Elvaro mencoba menyelidiki dan mencari tahu bagaimana kakaknya saat di sekolah karena ia merasa janggal di waktu kepergian Aldrian, tak ada satupun orang dari sekolahnya yang melayad selain dari guru-gurunya saja.
"Kakak yang tenang ya. Maafin El ya karena dulu El kurang peka sama keadaan kakak!" gumam Elvaro sambil sesekali membuka lembaran demi lembaran buku milik Aldrian.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIPU DAYA CINTA
Novela JuvenilKata orang cinta itu indah. Di mana kita bisa disayangi sepenuh hati, diberi perhatian tanpa pamrih juga dilindungi tanpa dipinta. Tapi tidak bagi Clarista, ia terjebak dalam sebuah permain cinta yang penuh dengan tipu daya. Diberi suka juga diberi...