6. Niat Baik

13 3 1
                                        

Tepat pukul 05 pagi, Elvaro baru saja selesai mandi dan hendak menunaikan kewajibannya sebagai umat islam. Elvaro memang terkenal cuek bahkan di sekolahpun ia disebut siswa badungan namun meskipun begitu ia tak pernah melalaikan kewajibannya.

Dengan khusu Elvaro menunaikan ibadahnya sampai pada rakaat terakhir ia langsung memanjat doa yang tetap sama seperti sebelum-sebelumnya.

Rasa sakit juga rasa kehilangannya yang dulu sempat ia rasakan sampai sekarang tak pernah hilang. Elvaro sendiri tahu bahwa menyimpan dendam bukanlah sesuatu yang baik namun rasa marahnya tak bisa ia tutup-tutupi lagi dan menurut Elvaro sendiri hukum tabur tuai pastilah terjadi. Namun untuk sekarang Elvaro hanya ingin seseorang itu merasakan apa yang telah ia perbuat dulu.

"El!"

Mendengar suara seseorang tengah memanggilnya, Elvaropun menghentikan lamunannya dan memilih keluar dari kamarnya.

Dari ruang dapur, terlihat kepulan asap beserta aroma masakan yang selalu menggoda indra penciumannya.

"Mamah masak apa?" tanya Elvaro dengan lembut.

"Nasi goreng kesukaan kamu sama mamah juga bikin pudding buat dessertnya," kata ibu Elvaro.

Elvaro lekas tersenyum lalu iapun bergegas duduk dan menyantap makanan yang sudah tersaji di sana.

"Seperti biasa. Selalu enak!" puji Elvaro dengan mulut yang penuh dengan nasi goreng.

Rena. Yang tak lain nama dari Ibu Elvaro itupun lekas tersenyum melihat tingkah salah satu anaknya itu. "Kalau lagi makan jangan banyak bicara. Abisin dulu!" tegur Rena.

Menurut, Elvaropun memilih diam dan menghabiskan makanannya terlebih dahulu termasuk juga dengan puddingnya.

Melihat itu, Rena merasa senang juga bersyukur karena Elvaro sudah bisa berdamai dengan keadaan setelah beberapa tahun berada dalam keadaan terpuruk.

"Mamah senang deh, akhirnya kamu bisa ceria lagi!" kata Rena.

"Dari luar mungkin aku bisa ceria tapi kejadian itu akan tetap membekas di hati juga pikiran aku. Apalagi rasa sakit itu gak akan pernah bisa hilang sebelum semuanya terbayarkan!" tegas Elvaro.

Rena tak bisa banyak berkata karena ia paham apa yang dirasakan oleh Elvaro. Namun tetap saja rasa khawatir muncul di dalam hati Rena dan ia akan tetap mengawasi segala perbuatan anaknya itu.

"Iya, mamah ngerti tapi mamah cuma mau minta kamu jangan ngelakuin macem-macem. Mamah khawatir!" pinta Rena.

Elvaro tersenyum lalu iapun menggenggam lembut tangan Ibunya guna menyalurkan ketenangan.

"Mamah jangan khawatir. Aku bakal baik-baik aja kok," kata Elvaro yang langsung disenyumi oleh Rena.

******

Tepat di kediaman Clarista, sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Clarista selalu saja terlambat bangun, membuat emosi Manda meledak-ledak sedang Clarista sendiri nampak santai melenggang pergi ke dalam kamar manda walau waktu sudah menunjukan pukul 07 kurang 15 menit pagi.

"Rista, mandinya jangan lama-lama ini udah siang!" tegur Manda.

Alih-alih memerdulikan teguran dari Ibunya, Clarista malah sibuk bernyanyi ria di dalam sana membuat Manda semakin geram. Jika saja ia tak mengingat bahwa Clarista adalah anak kandungnya sendiri juga anak yang berprestasi mungkin saja Manda tak akan memerdulikan masa depan Clarista dan membiarkannya berantakan.

"CLARISTA!" teriak Manda yang sudah sangat kesal dengan tingkah anaknya.

Dengan tampang polosnya, Clarista keluar dari dalam kamar mandi dengan menggunakan handuk kimononya. Manda tak bisa berkata banyak, ia hanya bisa menggelengkan kepala sembari menghela napasnya kasar.

"Cepetan siap-siap. Sarapannya biar mamah siapin di kotak beukal aja. Sarapan di rumah gak bakal keburu!" kata Manda.

"Iya-iya!" balas Clarista terkesan cuek.

Menghadapi anak yang memiliki sifat seperti halnya Clarista memang cukup menguras emosi. Namun Manda juga Sang suami akan terus sabar mendampingi pertumbuhan Clarista sampai ia sukses nanti.

Selagi menunggu Clarista tengah bersiap, Mandapun nampak sibuk menyiapkan beukal untuk Clarista bawa ke sekolah. Tak banyak yang Manda masak pagi ini, hanya menggoreng nuget juga menumis capcay.

Terdengar suara langkah kaki mendekat yang Manda yakini itu suara langkah kaki Clarista. Sesuai dengan dugaannya, Clarista datang dengan sedikit menguap membuat Manda menepuk jidatnya kesal.

"Ayo buruan berangkat, udah siang. Ini beukalnya!" kata Manda sembari memberikan satu kotak beukal.

"Iya, mamahku yang cantik!" balas Clarista sembari menerima kotak beukal itu lalu sejurus kemudian iapun berjalan keluar rumah.

Clarista melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Tinggal 10 menit lagi bel masuk akan segera berbunyi. Maka dari itu Claristapun langsung bergegas mengambil ponselnya guna memesan ojek online seperti biasa.

Wajah Clarista sudah memerah menahan amarah. Sepertinya hari ini ia akan kembali sial karena sudah berkali-kali ia memesan namun tak ada satupun driverpun yang Clarista dapatkan. Waktu terus berjalan sedang Clarista masih di posisi yang sama. Tak ingin buang-buang waktu lagi, Clarista memilih berjalan sedikit berharap dengan begitu ia akan mendapatkan driver namun rasanya tetap sama. Lagi-lagi gagal.

"Gimana dong nasib gue?" Clarista mulai bermonolog.

Dengan perasaan juga pikiran yang dilanda kebingungan, Clarista terus berjalan menyusuri trotoar berharap ia menemukan angkutan umum ataupun ojek pangkalan.

Sudah setengah perjalanan ia lalui namun apa yang ia cari tak kunjung Clarista temukan. Panik tentu saja namun saat ini Clarista tak bisa berpikir apa-apa sampai pada akhirnya ia mendengar ada suara motor berhenti di sampingnya.

"Buruan naik!"

Dari suaranya, Clarista seakan tahu itu siapa. Namun untuk memastikan, Claristapun memilih menoleh ke tempat sumber suara itu berada.

Alih-alih merasa lega ataupun bersyukur karena ada seseorang yang hendak menolongnya, Clarista malah menghela napasnya gusar.

"Gue ogah dikerjain sama lo!" kata Clarista.

"Ngarep banget ya lo buat gue kerjain?" tanya Elvaro.

"Ya lo tiba-tiba baik sama gue pastinya lo mau ngerjain gue," ujar Clarista.

Jelas Elvaro kesal. Mungkin saja ia tidak menyadari bahwa orang yang kini ada di hadapannya adalah perempuan, sudah dipastikan Elvaro akan menghajarnya.

"Lo tuh ya udah bagus gue tolongin tapi bisanya lo ngatain gue mulu. Nyesel gue punya niat baik sama lo, kalau sekarang lo telat jangan sampe lo nyesel!" tegas Elvaro dan iapun hendak memacu kembali gas motornya.

Elvaro terpekik kaget tatkala ia merasakan jok belakangnya terasa berat. Sesuai dugaannya, Clarista sudah duduk di sana tanpa permisi terlebih dahulu. Memang Elvaro kesal tetapi ia juga masih punya sisi baik alhasil Elvaro tetap membiarkan Clarista untuk ikut bersamanya.

Suasana jalanan sudah cukup padat karena waktupun sudah semakin siang. Layaknya seorang pembalap, Elvaro memacu motornya dengan laju yang cukup kencang. Dengan lihai, Elvaro membelah jalanan kota sampai-sampai ia beberapa kali mendapat teguran dari pengendara lain.

Jika waktu bisa diulang, Clarista tadi lebih baik memilih datang terlambat dibanding harus mati konyol bersama dengan Elvaro.

"Lo kalau bosen hidup jangan ngajak-ngajak gue! Masih banyak mimpi yang belum gue gapai," kata Clarista.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang