Malam ini terasa sedikit berbeda bagi Clarista. Pasalnya waktu sudah menunjukan pukul 08.30 malam namun suasana di ruang tv nampak masih ramai tak seperti biasanya. Namun di samping itu, Clarista juga merasa bersyukur karena setidaknya ia tidak merasa terlalu sunyi karena memang Clarista belum merasa ngantuk.
Duduk di kursi meja rias sebari menatap wajahnya yang tertampil di depan cermin. Satu persatu rangkaian skincare Clarista oleskan pada wajahnya yang mulai sedikit timbul jerawat karena memang sebentar lagi memasuki waktu menstruasi Clarista.
Namun entah kenapa, tiba-tiba saja pikiran Clarista mengarah pada seseorang yang sebenarnya paling ia hindari. Elvaro. Ya orang itu adalah Elvaro.
"Ih amit-amit!" cibir Clarista ketika bayang-bayang wajah Elvaro terlintas di pikirannya.
Berkali-kali Clarista menggelengkan kepalanya namun pikirannya itu belum juga enyah. Mulai sedikit terganggu, Clarista langsung bangkit dari duduknya lalu mulai mengambil segelas air minum yang ia simpan di nakas samping tempat tidurnya.
Dengan cepat, Clarista meneguk air itu sampai habis lalu duduk di tepi kasur tanpa berniat menggunakan skincarenya kembali yang memang belum selesai.
"Dari sekian banyak cowok yang nyoba deketin gue kenapa harus dia yang nempel di kepala gue. Padahal banyak yang lebih bagus dari dia," Clarista mulai bermonolog. Mencoba bertanya-tanya pada keadaan.
Clarista semakin merasa kesal ketika tiba-tiba saja perutnya merasakan lapar padahal baru 1 jam yang lalu ia melangsungkan makan malam bersama orangtuanya.
Berhubung Clarista tipikal orang yang tidak bisa membiarkan rasa laparnya lama-lama alhasil Claristapun memutuskan untuk membeli mie goreng ke penjual nasi goreng yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya.
Senyum Clarista tercetak sangat jelas ketika ia keluar dari kamar dan melihat kedua orangtuanya tengah bersenda gurau. Mereka nampak bahagia dan kebahagian itu bisa Clarista rasakan juga.
"Mamah, ayah!" panggil Clarista seraya duduk di tengah-tengah Manda juga Irwan.
"Ada apa? Terus kamu mau ke mana udah rapih kayak gituh?" tanya Irwan dengan nada tegas.
Alih-alih menjawab, Clarista justru malah menampilkan cengiran lebar membuat Manda juga Irwan saling tatap tak mengerti.
"Minta duit!" kata Clarista masih dengan cengirannya.
"Buat apa malam-malam gini kamu minta duit? Jangan aneh-aneh kamu!" ujar Manda.
"Siapa yang mau aneh-aneh sih, mah. Orang aku mau beli makanan ke depan, laper," ujar Clarista setengah lirih guna menarik simpati kedua orangtuanya.
"Beli apa? Di mana?" Irwan kembali bertanya.
"Beli mie goreng ke tukang nasi goreng di depan sana," balas Clarista.
Tanpa menjawab apa-apa lagi, Irwan langsung merongoh saku celananya lalu menyodorkan selembar uang berwarna biru.
Dengan senyuman lebarnya, Clarista menerima uang itu lalu berpamtan serta berjalan keluar rumah.
"Jangan lama-lama!" teriak Manda.
Beruntung langit malam ini tak terlalu gelap. Banyak bintang bertaburan juga cahaya bulan purnama di atas sana yang menemani perjalanan Clarista. Sesekali gadis itu bersenandung ria guna menyingkirkan rasa takutnya yang mana memang jalanan malam ini terbilang cukup sepi.
Sesampainya di tempat penjual nasi goreng itu, Clarista langsung menyebutkan pesanannya lalu duduk di salah satu bangku di sana.
Hanya menghabiskan waktu sekitar 10 menit, pesanan Clarista sudah siap dan iapun langsung bergegas pulang.
Sudah setengah jalan dan pandangan Clarista terfokuskan pada dua orang yang berada di bawah pohon sebrang Clarista berada.
"Itu begal bukan ya?" gumam Clarista.
Mencoba memberanikan diri, berjalan mendekat namun masih memberi jarak. Clarista namun mengerutkan keningnya ketika ia samar-samar seperti mengenal orang itu.
Dua orang itu nampak berbincang cukup pelan. Walau Clarista tidak bisa mendengar pembicaraan mereka namun ia bisa meyakini bahwa mereka adalah dua orang berlawanan jenis.
"Sarah!" pekik Clarista ketika ia bisa melihat dengan jelas salah satu dari mereka.
Dengan cepat orang yang satunya lagi langsung berlari meninggalkan tempat tadinya ia berada. Hal itu membuat Clarista heran dan perlahan iapun berjalan menghampiri Sarah.
"Clarista! Dari kapan lo di situ?" tanya Sarah setengah panik.
"Barusan. Lo ngapain di sini? Terus itu tadi siapa?" Clarista balik bertanya.
Alih-alih langsung menjawab, Sarah nampak diam dan terkesan begitu panik. Bola matanya nampak berputar seakan mencari-cari alasan dan hal itu bisa dirasakan Clarista.
"Itu tadi orang yang nanyain alamat," balas Sarah.
Jujur sebenarnya Clarista tak sepenuhnya percaya namun Clarista berlaga percaya karena menghindari pertengkaran bersama Sarah yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Dalam hati Clarista berharap bahwa di antara mereka tidak akan ada kebohongan ataupun hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Maka dari itu, Clarista memilih diam dan akan mencari tahunya sendiri.
"Oh gituh. Syukur deh kalau lo gak papa, gue kira lo kena begal," ujar Clarista.
"Gue gak papa kok. Oh iya, lo abis dari mana?" tanya Sarah.
"Ini abis beli mie goreng," jawab Clarista sembari menunjukan kresek yang ia bawa. "Lo sendiri?" lanjutnya.
"Gue mau ke minimarket, beli skincare yang udah abis," jawab Sarah.
Clarista nampak diam. Ia mencoba menatap ke sekeliling, tak ada kendaraan apapun yang Sarah gunakan, mengingat jarak rumah Sarah cukup jauh dari tempatnya berada sekarang terutama ke minimarket yang lokasinya ada di ujung jalan.
"Lo jalan kaki?" tanya Clarista.
Sarah nampak gelagapan, rasa curiga Clarista semakin besar. Rasanya ia bakal sangat kecewa jikalau nanti Clarista tahu bahwa ada hal besar yang Sarah sembunyikan. Padahal selama bertahun-tahun mereka bersahabat, tak pernah ada rahasia sedikitpun.
"Enggak. Tadi gue pake ojek online tapi ban motornya tiba-tiba pecah jadinya gue turun di sini," kata Sarah.
"Oh gituh. Mau gue temenin?" tanya Clarista berusaha menawarkan diri.
"Gak usah gak papa. Lo pulang aja, katanya lo mau makan kan?" ujar Sarah dengan nada panik.
Mata Clarista terus melirik ke arah Sarah. Ia berusaha mencari jawaban atas kecurigaannya pada Sarah. Dalam hati Clarista berusaha berpikir positif, mencoba membuang pikiran buruknya pada Sarah namun rasanya sulit karena gelagat Sarah begitu mencurigakan.
"Ya udah kalau gituh, gue duluan ya!" pamit Clarista seraya melangkah meninggalkan Sarah.
Di tempatnya Sarah menghela napas lega setelah Clarista berhasil pergi dari hadapannya. Namun tanpa ia tahu, dari kejauhan Clarista nampak bersembunyi di balik pohon yang berada tak terlalu jauh dari posisi Sarah berada.
Tak lama ada seseorang yang menghampiri Sarah. Orang itu adalah orang yang sama dengan orang yang tadi sempat lari. Namun sayang, lokasi yang gelap membuat Clarista tak bisa melihat siapa orang itu.
"Lho, kok malah berangkat bareng? Tadi katanya gak kenal, cuma orang yang nanyain alamat," Clarista mulai bermonolog sebari menatap kepergian Sarah.
Dalam hati Clarista merasa kecewa karena ia tahu telah dibohongi oleh orang yang begitu ia percaya. Sakit yang Clarista rasakan seolah tak bisa dijelaskan oleh kata-kata dan tanpa ia sadari, matanya sudah mengeluarkan air sebagai bukti bahwa hatinya benar-benar kecewa.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIPU DAYA CINTA
Teen FictionKata orang cinta itu indah. Di mana kita bisa disayangi sepenuh hati, diberi perhatian tanpa pamrih juga dilindungi tanpa dipinta. Tapi tidak bagi Clarista, ia terjebak dalam sebuah permain cinta yang penuh dengan tipu daya. Diberi suka juga diberi...