12. Sebuah Perintah

9 2 0
                                    

Pandangan mata Elvaro tak lepas dari foto yang saat ini ia pegang. Bahkan tanpa sadar, dari balik matanya keluar air mata yang berhasil membasahi foto yang menampilkan dua anak laki-laki. Di sebelah kiri nampak seorang anak laki-laki memakai seragam SD sedangkan di sampingnya memakai seragam SMP.

"El, udah belum?"

Elvaro terkesiap. Iapun bergegas kembali merapihkan barang-barangnya tak lupa juga dengan menyeka air matanya, ia tak ingin ibunya tahu bahwasannya ia tengah bersedih.

"Kok lama? Kamu abis ngapain?" tanya Rena ketika Elvaro baru saja keluar dari kamarnya.

"Itu abis nyari dulu buku, tadi sempet jatuh ke bawah lemari," alibi Elvaro.

Rena tak sepenuhnya percaya namun ia memilih untuk diam. Jelas sekali Rena melihat raut wajah tak biasa dari anaknya tetapi ia tak ingin membuat suasana hati Elvaro semakin kacau.

Tibanya di meja makan, keduanya sudah dinantikan Rizal selaku ayah dari Elvaro. Rena yang duduk di samping suaminya sedangkan Elvaro yang duduk di hadapan ayahnya.

Tidak ada kebisingan di tengah-tengah aktivitas makan mereka karena memang aturan di keluarga Elvaro adalah dilarang berbicara ketika makan kecuali makanan mereka sudah habis.

Dari ujung mata, Rena bisa melihat ada sesuatu yang tengah dipikirkan Elvaro. Walau perasaannya sedang tidak baik-baik saja, Elvaro tetap berusaha untuk makan dengan baik namun yang namanya ibu tidak bisa dibohongi, Rena bisa merasakan apa yang Elvaro rasakan.

"Gimana pelajaran kamu minggu ini. Lancar?" tanya Rizal ketika ia sudah menghabiskan makannya begitu juga dengan Elvaro.

"Lancar kok, pah. Semuanya aman," balas Elvaro.

"Bagus kalau gituh," kata Rizal lalu iapun mengambil sepotong puding yang telah Rena buat. "Tapi ingat ya kalau belajar jangan terlalu diporsir, sewajarnya aja," lamjut Rizal yang langsung diangguki oleh Elvaro.

"Kalau gituh El balik ke kamar lagi ya!" pamit Elvaro lalu melenggang pergi ke arah kamarnya.

*****

Seperti biasa, Clarista bangun mendekati pukul 07 pagi. Bukan Manda tak ingin menegur. Sudah berulang kali Manda mengetuk pintu kamar Clarista bahkan ia juga sudah berteriak sekencang mungkin tetapi tak ada respon apapun dari Clarista.

"Permisi!"

Manda yang saat itu tengah menata sarapan di meja makan dikejutkan dengan panggilan juga ketukan di pintu depan rumahnya.

"Siapa itu? Tumben banget ada tamu pagi-pagi?" tanya Irwan yang baru saja berjalan ke arah meja makan.

"Gak tahu, mas. Bentar aku cek dulu!" ujar Manda sembari berjalan ke arah pintu luar.

Manda terdiam setelah ia berhasil membukakan pintu. Ia nampak mengamati seseorang yang kini tengah berdiri di hadapannya.

"Maaf. Cari siapa ya?" tanya Manda.

Orang itu lekas tersenyum sembari mengulurkan tangannya hendak menyalami tangan Manda. Walau setengah ragu, Manda tetap memberikan tangannya, membiarkan orang itu menyalami tangannya.

"Kenalin, saya Elvaro, temannya Clarista!" kata Elvaro mengenalkan.

"Oh iya! Kalau gituh mari masuk. Biar tante panggilkan Ristanya dulu, dia masih di kamar, belum keluar. Gak tahu udah bangun gak tahu belum, susah dia tuh!" cerocos Manda.

Elvaro hanya menanggapinya dengan senyuman sembari mengikuti langkah Manda masuk ke dalam rumah.

"Kamu duduk dulu aja di sana, sekalian ikut sarapan juga sama papahnya Rista!" ujar Manda.

TIPU DAYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang