27. Terduga Pelaku (Lagi)

140 12 2
                                    

Biarkan dia menyelinap di dalam keheningan malam yang gelap, ketika kesendirian membunuhnya dengan pisau yang tak pernah dia duga akan menikamnya di perut, dada, dan punggung. Jari-jarinya memutih ketika kehilangan salah satunya. Dan pada akhirnya, dia mati bermandikan darahnya sendiri. Dia sudah mBiarkanengetahui ajalnya sejak sang kekasih meninggalkannya. Semoga mereka abadi di surga.

Yuna sudah membaca cerita pendek itu berulang-ulang. Dia dan Tama sepakat bahwa cerita itu merupakan penggalan dari kejadian pembunuhan pada Meira. Ketika Yuna tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, Tama terus menganalisis pesan tersirat dari cerita pendek tersebut.

“Apa ini semacam buku harian si pembunuh?” Yuna bertanya dengan nada sarkas dan tatapan putus asa bercampur kemarahan ke hadapan layar laptop tersebut setelah dia berhasil menyimpulkan cerita pendek ini.

Mendengar pertanyaan Yuna, Tama menggeleng dengan yakin. Kedua matanya tetap mengarah pada layar laptop sementara kedua bibirnya mengatup rapat seolah dirinya sangat-sangat tidak setuju dengan gagasan tersebut.

“Saya rasa ini bisa dibilang catatan rencana pembunuhannya.” Tama membuka buku catatannya dan mencatat beberapa poin penting yang baru dia temukan. Sementara Yuna menggeser posisinya lebih dekat dengan Tama untuk melihat apa yang pria ini tulis. Begitu melihat Tama menuliskan tanggal cerita pendek itu diposting dan tanggal kejadian pembunuhan Meira, Yuna segera mengerti apa yang Tama maksud.

“Cerita ini diposting 3 hari sebelum hari pembunuhan Meira. Makanya kamu bilang kalau ini semacam catatan rencana pembunuhannya,” ujar Yuna mengemukakan kesimpulan sementaranya.

“Iya, kamu bener. Selain itu, dia juga gak menuliskan seluruh runtutan kejadiannya. Misalnya, tentang kehadiran kamu di tengah-tengah eksekusinya, dan juga kehadiran saya sebagai polisi yang ada di sana saat kejadian. Saya yakin, itu semua di luar dari rencananya.” Tama menjelaskan pendapatnya lagi. Dia menuliskan beberapa poin lainnya di dalam buku catatannya dan termenung untuk beberapa saat sementara jarinya terus menelusuri website tersebut.

“Kehadiran saya di tempat kejadian gak direncanakan sama dia. Kamu juga nangkep saya sebagai pelaku pembunuhan itu. Kemudian, kasus ini terabaikan sampai jadi pembahasan besar di kalangan masyarakat …” Yuna menghentikan kalimatnya sejenak dan menoleh ke arah Tama yang sejak tadi sudah memperhatikannya selama bicara.

“Gak lama kemudian, secara tiba-tiba ada ‘seseorang’ yang datang ke kejaksaan dengan suka rela memberikan bukti-bukti pembunuhan itu. Semua ini udah jelas direncanakan dengan matang, Tama. Siapa pun pembunuhnya, sejak awal dia mau menuduh Citra. Dia marah karena rencananya terkecoh oleh kedatangan saya di TKP dan membuat polisi mencurigai saya. Karena itu dia secara suka rela memberikan bukti itu ke kejaksaan.”

Tama terdiam sejenak untuk menelaah penjelasan Yuna. Menurutnya, ada benarnya juga yang diucapkan Yuna. Siapa pun orang itu, jelas-jelas ingin membuat Citra sebagai tertuduh utamanya dengan memanipulasi semua bukti. Namun demikian, Tama sadar dirinya tak bisa menyimpulkan semuanya begitu saja, apa lagi masalah ini terasa menjadi lebih rumit.

“Secara alur, metode pembunuhan, semuanya memang mirip dengan Anonymous, Tama. Kecuali satu hal, kamu sadar gak?” tanya Yuna seketika kembali menarik perhatian Tama kembali padanya. Dia menoleh ke arah Yuna dengan dahi berkerut seolah menunggu jawaban dari Yuna.

“Kasus ini memiliki tumbal tersangka.”

Seketika itu juga Tama membelalakkan matanya. Dia baru menyadari hal itu. Dia membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman untuk berpikir jernih.

“Kamu … bener. Sejak awal kasus Anonymous muncul, dia hanya melakukan pembunuhan demi pembunuhan. Dia gak pernah menujukan seseorang sebagai tersangka atas pembunuhan yang dilakukannya. Tapi kasus ini lain, dia seolah-olah membunuh untuk menuduh seseorang.”

Lawless PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang