8. SAGARA DAN DAFA
Siang ini, Sagara duduk di kursi besi depan kelas Laura. Laki-laki itu sudah menunggu sejak mata kuliahnya berakhir satu jam yang lalu. Entah apa yang ada dipikiran laki-laki itu. Tujuannya hanya ingin bertemu Laura.
"Gar?" panggil seorang perempuan. "Nungguin Laura?"
"Eh, El," sentak Sagara. "Iya, udah selesai matkulnya?" tanya Sagara. Laki-laki itu menyeleksi beberapa mahasiswa yang keluar dari ruang kelas Laura. "Laura mana?"
"Matkulnya udah selesai, tapi Laura nya bimbingan," jelas Elina. "Kayaknya baru selesai dua jam lagi."
"Bimbingan?" tanya Sagara. Laki-laki itu kemudian menoleh ke arah jendela, mendapati Laura dan beberapa mahasiswa lainnya yang sedang melingkar dengan dosen mereka. "Bimbingan apa?"
"Laura dipilih buat mewakili kampus kita untuk lomba debat Bahasa Indonesia," kata Elina. "Lomba nya udah lusa, jadi mereka agak ngebut itu," jelasnya. Sagara mengangguk paham. "Yaudah, gue duluan, ya?"
"Iya, El. Thanks."
Sagara menghembuskan napasnya kasar. Menunggu Laura selama satu jam ternyata tidak cukup. Perlu waktu lebih lama lagi untuk dia bisa menemui Laura sekarang. Perut Sagara mulai berirama, memang sejak pagi laki-laki itu belum mengisi perutnya.
Sagara kembali menoleh ke arah jendela. Memastikan Laura yang sedang sibuk disana. Sebelum laki-laki itu menuju kantin, tangannya bergerak mengambil HP di sakunya.
Sagara Asia : Gue satu jam lebih nunggu lo di depan kelas, ternyata lo bimbingan.
Tak lama setelah pesan itu terkirim, ceklis dua biru muncul disana. Penerima telah membaca pesan itu. Sagara menoleh ke arah jendela, mendapati Laura yang juga sedang menoleh ke arahnya.
Perempuan itu berbicara dengan dosen sebentar, lalu melangkah keluar ruang kelas. Laura menghampiri Sagara. "Gar, ngapain?" tanyanya.
Sagara tersenyum tipis. Perempuan yang sejak tadi ia tunggu telah berdiri di hadapannya. "Nungguin lo," kata Sagara. "Kenapa lo keluar?"
"Sengaja, nyamperin lo dulu," kata Laura. "Habis ini gue masuk lagi tapi, Gar. Gue harus bimbingan dulu."
Sagara mengangguk. "Iya, tadi Elina udah cerita sama gue," katanya. "Semangat, ya? Tetap bersinar, Ra. Gue doa."
"Terima kasih, Sagara," kata Laura ramah. "Terima kasih untuk rasa perhatiannya, rasa sayangnya, rasa pedulinya."
Tangan Sagara terangkat, mengelus rambut Laura dengan lembut. "Dan Sagara berterima kasih untuk rasa cintanya Laura."
Laura tersenyum manis. "Gue lanjut masuk ya, Gar?"
"Iya, nanti pulang sama gue, ya?" tawar Sagara. "Gue nunggu lo."
Laura mengangguk, kemudian ia mulai masuk kembali ke ruang kelasnya dan melanjutkan bimbingan lomba. Sagara kembali duduk di kursi besi. Laki-laki itu tidak beranjak dari sana. Meskipun harusnya, ia mengisi perutnya namun ia urungkan.
Dua jam berlalu, Sagara tetap di posisinya. Laki-laki itu hanya sedang memiringkan HP nya, menghibur dirinya sendiri dengan game yang ia mainkan.
"Yaampun, Gar. Lo beneran nunggu gue?" sahut Laura tiba-tiba. "Gue kira lo boongan doang, Gar."
Sagara dengan cepat memasukkan HP nya ke dalam saku celananya. "Perlu gue memperkenalkan diri?" katanya. "Gue, Zayden Sagara Asia, pemimpin Beatles pada periode nya. Dan seperti yang lo tahu, seorang ketua tidak pernah mengucapkan omong kosong."
Laura terkekeh. "Siap salah, Pak Ketua!" katanya menciptakan hormat.
"Habis ini bimbingan lagi?" tanya Sagara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA ASIA
Roman pour Adolescents"Ikuti alur semesta ya? Aku pamit." - Alethea Ratu Dareen Kisah ini tentang sebuah kehidupan gang terus berjalan walaupun telah dibanting beribu kali. Jiwa, fisik, raga, hati melebur bersama. Banyak fase yang kita hadapi setelah menghadapi kehilan...