11. PENGKHIANATAN

60 5 1
                                    

11.  PENGKHIANATAN

Sagara duduk di kursi besi rumah sakit bersama teman-temannya dengan wajah panik masing-masing. Jantung laki-laki itu berdegup kencang, napasnya mulai sesak. Sagara penuh dengan rasa trauma akan rumah sakit. Tempat ini selalu menjadi tempat berpulang orang-orang kesayangannya.

"Sagara gak boleh ngerasain kehilangan lagi," bisik Aileen pada Nathan. "Gue gak tahu bakal sehancur apa dia."

Nathan menengadahkan kepalanya. Hati nya juga semakin berkecamuk. Benar kata Aileen, sejak kecil Sagara selalu merasakan perihnya kehilangan dan kesendirian. Tolong kali ini jangan, batinnya.

Dua jam berlalu, Nathan menghampiri posisi Sagara. "Lo gak ada matkul hari ini?"

"Gak ada yang lebih penting dari Laura sekarang," kata Sagara. "Gue gak bakal ngerasain kehilangan lagi kan, Than?"

Mata Nathan memanas, perihal kehilangan memang selalu menyakitkan. "Gue yakin dia baik-baik aja, Gar."

"Laura ini sahabat Alethea kan?" tanya Gaby tiba-tiba. "Gak asing banget namanya di telinga gue."

Sagara mengangguk. "Iya, dia satu kampus sama gue, beda fakultas."

Gaby mengangguk paham, ternyata dugaan nya memang benar. Laura yang sedang Sagara dekati dengan Laura yang pernah dibicarakan Alethea ternyata orang yang sama.

Knop pintu ruang Laura tertarik, dokter dan beberapa perawat muncul dibalik terbukanya pintu itu. Sagara dan teman-temannya bangkit bersama. Menanyakan kondisi Laura.

"Kondisi pasien telah stabil," kata dokter. "Hanya butuh istirahat sekarang."

Sagara menghembuskan napas lega, kemudian laki-laki itu masuk ke dalam ruang inap Laura. Ruangan identik berwarna putih dengan bau obat yang cukup menyengat.

Laura menyambut kedatangan Sagara dengan tersenyum. Sagara pun sama, "Gimana keadaan lo, Ra?"

"Baik, Gar," kata Laura. "Terima kasih udah bantu gue."

"Bukan Dafa kan yang melakukan ini sama lo?" sahut Aileen tiba-tiba. "Jelasin sama kita semua, gue yakin bukan Dafa pelakunya!"

Sagara menatap tajam Aileen. "Lo bisa baca kondisi gak?"

"Gak apa-apa, Gar," kata Laura meraih tangan Sagara. Menginstruksikan laki-laki itu untuk tetap sabar. Laura berusaha mengingat jelas apa yang telah menimpanya.

Jam mata kuliah hari ini berakhir, Laura keluar ruangan bersama dengan temannya, Elina. Tepat di pintu keluar, langkah Laura terhenti, karena seorang laki-laki telah berdiri di depan sana.

"Cowok lo yang mana lagi?" tanya Elina berbisik. Laura menatap Elina tajam dan menyuruh perempuan itu untuk diam.

"Kenapa, Daf?" tanya Laura. "Ada perlu?"

"Gue mau minta maaf soal tadi," kata Dafa. "Gue tahu, gue salah."

Laura dapat melihat ekspresi meyakinkan dari Dafa. Laura juga tahu, Dafa meminta maaf kepadanya pasti hanya karena perintah Sagara. Selama ini memang tidak ada yang pernah bisa main-main dengan Sagara.

"Gak apa-apa, Daf," kata Laura. "Gue juga paham kok."

Dafa mengangguk. "Gue boleh minta tolong gak?" tanyanya. "Gue lagi cari buku referensi buat skripsi gue, tapi lo tahu sendiri gue jarang ke perpustakaan. Boleh bantu buat cari bukunya?"

"Boleh," kata Laura. "Tapi gue gak bisa lama, soalnya gue ada bimbingan."

Dafa mengangguk setuju. Kini Laura bersama Dafa berjalan beriringan menuju ke perpustakaan. Seperti yang dikatakan Dafa, Laura akan membantu mencarikan buku yang dibutuhkan laki-laki itu.

SAGARA ASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang