20. BERJARAK
Dua minggu berlalu, kini Laura sedang bersama Elina di kantin kampus. Jam mata kuliah hari ini berakhir, keduanya baru saja selesai bimbingan terkait skripsi masing-masing. Mahasiswa semester empat, tidak ada lagi yang disibukkan selain mempersiapkan dan terus merevisi skripsi sebagai syarat kelulusan.
"Ya, Tuhan, terima kasih banyak," lega Elina melihat tumpukan kertas di depannya. "Akhirnya di acc, dan lanjut bab terakhir."
"Semoga kembali dipermudah, ya?" kata Laura merespon. "Semoga lancar, semoga lulus tepat waktunya."
"Aamiin paling kenceng."
Perihal semoga selalu mereka langitkan. Empat tahun berada dalam kampus, berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana sesuai cita-cita mereka. Seperti layaknya manusia yang hanya bisa berusaha, dan sejatinya takdir tetap Tuhan yang menentukan.
"Permisi," kata pelayan kantin mengantarkan dua mangkuk mie ayam dan dua es teh ke meja mereka. "Sudah lengkap, ya?" katanya memastikan.
Elina manggut-manggut. "Sudah, Mbak. Terima kasih."
Elina mulai menata mie ayam untuknya dan untuk Laura. Perempuan itu kemudian mengambil sebotol saos dan kecap untuk dituangkan bersama dengan mie ayam yang ia pesan. Gerakannya terhenti saat melihat Laura tidak beraksi apapun, perempuan itu sedang menatap kosong entah ke arah mana yang membuat Elina sedikit bingung.
"Lau," panggil Elina. Tidak ada jawaban, dapat disimpulkan bila Laura memang sedang melamun. "Lau," panggil Elina lagi dan mendapat respon terkejut oleh lawan bicaranya. "Ngapain ngelamun sih?"
"Nggak ada yang ngelamun," kata Laura mengelak.
Elina berdecak. "Lo kira gue anak TK yang gak bisa bedain ngelamun atau nggak?" kesalnya. "Cerita deh, manfaatin keberadaan gue. Gue mau jadi sahabat yang berguna buat lo."
Laura terdiam sebentar, lalu perempuan itu mengecek HP miliknya, melihat apakah ada bar notifikasi yang masuk. Ternyata tidak. "Dua minggu ini gue gak lihat Sagara di kampus."
"Lah iya? Baru nyadar juga gue," kata Elina. "Biasanya tiap hari nyamperin lo. Nungguin lo di depan kelas. Emang kemana dia?"
Laura menggeleng tak tahu. "Gak ada kabar."
"Gak lo chat atau telpon gitu?" tanya Elina mendapat gelengan dari Laura. "Stop gengsi deh. Rasa penasaran lo gak akan terbayar kalau lo gak tanya langsung sama orangnya."
Laura kembali menatap HP nya yang tergeletak di meja. Baru saja perempuan itu ingin menghubungi Sagara, tiba-tiba dering telepon muncul, mengagetkan Laura dan juga Elina.
Laura menatap layar HP nya sebentar, nama Sagara Asia terletak di layar itu. Perempuan itu benar-benar memastikan bahwa yang sedang menelepon nya memang Sagara. Laki-laki yang ia tunggu kabarnya setelah menghilang berhari-hari.
"Siapa yang telepon?" tanya Elina.
"Sagara," ujar Laura.
"Panjang umur banget tuh cowok," jawab Elina. "Angkat sana. Tanyain, dia dimana, sama siapa, ngapain aja."
Laura memutar bola matanya malas, tak mungkin bila perempuan itu harus menanyakan hal yang serupa dengan apa yang dikatakan Elina. Tak penting. Laura mulai bangkit dan sedikit menjauh dari posisi Elina. Setelah mendapatkan posisi yang pas, Laura mulai menekan tombol hijau disana, tanda telepon menyambung.
"Halo, Gar," sapa Laura memulai obrolan. "Kenapa?"
"Hai, Ra," sapa Sagara juga. "Lo gak nyari gue? Gak kangen gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA ASIA
Teen Fiction"Ikuti alur semesta ya? Aku pamit." - Alethea Ratu Dareen Kisah ini tentang sebuah kehidupan gang terus berjalan walaupun telah dibanting beribu kali. Jiwa, fisik, raga, hati melebur bersama. Banyak fase yang kita hadapi setelah menghadapi kehilan...