19. 1289 MDPL

60 7 3
                                    

19. 1289 MDPL

Langit telah menunjukkan warna gelapnya. Malam ini, rombongan Laura melingkar sempurna melingkari api unggun yang berhasil menyala. Kehangatan mereka rasakan. Batin mereka seakan tenang melihat kobaran api semakin memperjelas suasana malam ini.

"Gak pernah ada kegiatan ini dalam skenario hidup gue," kata Gaby memulai pembicaraan. "Thanks udah ngajak gue."

Aileen manggut-manggut. "Walaupun agak nyusahin, tapi masih oke lah." 

Laura duduk di sebelah Sagara. Perempuan itu mulai mengeluarkan selembar kertas di sakunya yang berisi rundown perjalanan. "Setelah ini, kalian bisa balik ke tenda masing-masing dan mulai istirahat, ya. Kita lanjut perjalanan besok jam 1 pagi."

"WOY?!" sentak Gaby kaget. "Yang bener ajee."

"Yang ribet boleh pulang," sahut Aileen ketus. 

Gaby memutar bola matanya malas. Aileen selalu saja mencampuri setiap perkataan yang ia lontarkan. Perempuan itu sangat sensitif dengan pembicaraan Gaby. "Lo aja yang pulang."

Aileen tidak mempedulikan lagi, ia berjalan memasuki tendanya, mulai melakukan instruksi dari Laura untuk beristirahat. Diikuti juga dengan yang lainnya.  Mereka memasuki tenda masing-masing.

"Than, biar gue yang matikan," kata Laura saat Nathan hendak mematikan api unggun sebelum beristirahat. "Lo tidur aja."

Nathan mengangguk, lalu menyusul Kenan dan Sagara memasuki tendanya. Sementara Laura, ia kembali duduk di ranting pohon sembari menatap ke arah api unggun yang masih mengobarkan cahaya dan panasnya.

Sekelebat pemikiran tak guna berputar-putar di kepala Laura. Perempuan itu sedang bingung dengan dirinya sendiri. Tujuan awal dengan akhir dari perjalanan nampak tak berkesinambungan. Nama Sagara Asia terus saja tidak hilang dari pikirannya.

"Gue kenapa sih," monolog Laura. "Kenapa bisa gue jatuh cinta?" Sadar diri. Laura sedang mencoba menyadarkan dirinya sendiri, tentang siapa dia dan siapa Sagara. "Ketidak kemungkinan yang gue semogakan."

Air mata tumpah begitu saja. Terputar keadaan dimana Alethea kembali, Alethea memeluk Sagara kembali. Entah mengapa firasat perempuan itu mengatakan bahwa Sagara akan kembali ke pelukan Alethea.

"Alethea baik, Sagara juga baik," kata Laura. "Kayaknya disini gue yang jahat."

"Lau?" panggil seorang wanita mengagetkan dari belakang. Laura dengan cepat mengusap air matanya supaya dia tidak melihat kondisi Laura sekarang. "Lo belum tidur?"

"Belum, Gab," jawab Laura. "Lo kenapa bangun?"

Gaby duduk di sebelah Laura. Mengambil sebuah ranting kecil untuk ia mainkan. "Gak bisa tidur gue. Gak empuk."

Laura terkekeh kecil. Pantas saja Aileen dan Zeline selalu terbawa emosi bila berbicara dengan Gaby. Ternyata memang perempuan ini yang selalu mengundang amarah teman-temannya.

"Lo kenapa?" tanya Gaby. "Mau cerita sama gue gak? Gratis kok."

Laura menunduk. "Gue takut, Gab," katanya lemah. "Kalau nanti Alethea kembali, lalu memeluk Sagara lagi."

"Maksud lo?" tanya Gaby. "Alethea bangkit dari kubur gitu?"

Laura menggeleng pelan dan menaikkan kedua pundaknya secara bersamaan. Sejujurnya ia juga tidak tahu perasaan apa yang sedang berkeliaran di pikirannya.

"Ya kalau memang itu terjadi, berarti resiko," kata Gaby. "Resiko yang harus lo tanggung karena mencintai laki-laki yang dari awal memang milik dia."

Air mata Laura kembali jatuh. "Sebenarnya tujuan gue dari awal bukan jatuh cinta, Gab," suara Laura terdengar parau. "Tujuan awal gue cuma buat nemenin Sagara, sebagai bentuk terima kasih gue karena dia udah pernah membahagiakan sahabat gue."

SAGARA ASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang