Bab 16

83.5K 6.1K 316
                                    

Acara arisan keluarga. Ini bukan pertama kali Elin bertemu dengan keluarga Datu. Beberapa kali Mama mertuanya memang suka mengajaknya untuk ikut datang ke acara arisan keluarga, meski ia belum masuk ikut arisan juga.

Keluarga Datu tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Acara arisan keluarga ini datang dari pihak keluarga Papa. Kebetulan Papa yang sedang di luar kota sudah pulang dan bisa menghadiri acara arisan keluarga. Papa anak pertama dari empat bersaudara. Tidak hanya saudara-saudara kandung Papa saja yang datang, tapi juga sepupu-sepupu Papa beserta anak, mantu dan cucu juga pada ikut datang.

Suara riuh orang saling berbicara memenuhi kediaman mertuanya yang cukup luas. Suasana ruang tamu dan ruang tengah terlihat lebih luas ketika semua sofa dikeluarkan dan digantikan dengan karpet berukuran lebar.

Meski sudah pernah bertemu dengan keluarga Datu sebelumnya, tak membuat Elin langsung akrab dengan mereka semua. Beberapa sepupu Datu yang seumuran dengannya mencoba memulai obrolan dengannya lebih dulu. Elin menanggapi dengan cukup baik ketika ada orang yang mengajaknya mengobrol.

Masuk ke sesi ramah tamah, semua keluarga mulai bergantian mengambil makanan yang sudah disediakan. Setelah mengambil makanan untuk diri sendiri, kemudian ia duduk di sebelah Aksa. Anak itu malah lebih parah darinya. Diantara sekiam banyak orang di sini, Aksa lebih memilih sibuk dengan ponsel di tangan.

Ketika sedang makan, tiba-tiba Datu duduk di sebelahnya. Lalu disusul oleh salah seorang wanita yang duduk tak jauh di depannya. Wanita tersebut adalah Tante Maya. Beliau adalah sepupu dari Papa mertuanya yang penampilannya cukup mencolok diantara yang lain karena sasak rambut yang cukup tinggi. Pakaian yang dikenakan adalah atasan kebaya bewarna biru yang dipadu dengan rok span bewarna putih.

"Datu, kapan nih rencananya mulai gabung arisan?" tanya Tante Maya melirik keponakannya yang sedang makan. "Bimo, anak Tante aja langsung ikut setelah dia nikah," lanjutnya.

"Nggak tau, Tante. Terserah Elin aja."

Elin mendelik kesal menatap Datu. Kemudian ia berubah tersenyum ketika menatap Tante Maya. "Kalo aku terserah Mama aja, Tante." Jawaban paling aman yang bisa diberikan Elin.

"Tante lihat-lihat kalian kok kurang mesra sih. Padahal usia pernikahan kalian belum ada satu tahun. Harusnya pernikahan yang di bawah satu tahun itu masih anget-angetnya," ucap Tante Maya dengan suara khas medoknya.

"Mulut julid!" Elin hanya berani menyuarakan itu di dalam hatinya. Ia tidak mau membuat keributan di acara keluarga. Seandainya Tante Maya tahu betapa mesra mereka di ranjang, mungkin kalimat itu tidak akan ia dengar.

"Mesranya kan nggak perlu diumbar-umbar, Tan. Aku sama Elin juga selalu mesra kok," sahut Datu santai.

Elin benar-benar lega mendengar respon yang diberikan oleh Datu. Selanjutnya ia melanjutkan makan sambil mengobrol dengan Aksa. Melihat Aksa suka sekali dengan ikan goreng tepung, akhirnya ikan goreng tepung miliknya ia pindahkan ke piring Aksa.

"Mama nggak mau?"

"Buat kamu aja."

Datu selesai makan lebih dulu. "Aku mau ambil es. Kamu mau nggak?" tanyanya menyentuh lengan Elin.

Elin menoleh, kemudian mengangguk. "Minta tolong ambil dua ya Mas buat Aksa sekalian."

Datu mengangguk. Kemudian ia bangun dari posisi duduknya dan beranjak meninggalkan tempatnya.

Setelah kepergian Datu, Elin melirik ke arah Tante Maya yang mendekat padanya.

"Dulu Tante sempat mau ngenalin Datu ke anak teman Tante. Kebetulan cewek itu cantik, pintar dan datang dari keluarga baik-baik. Dia itu dokter kecantikan tempat langganan Tante treatment. Selain itu, dia juga praktik di rumah sakit yang cukup terkenal di Surabaya."

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang