Kisah seorang Windyta Evelyn yang harus menikah dengan seorang duda beranak satu yang merupakan Dokter Obgyn, tempat dirinya kerja.
♡♡♡
Hidup Windi menjadi tidak tenang, setelah salah satu dokter ditempat kerjanya meminta untuk menjaga anaknya selam...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hola-hola aku kembali membawa cerita dua bocil beranjak dewasa ini. "Jangan Lupa komen Mei-mei cantik ya biar doi nggak ngomel sama gue. Berisik Soalnya!" - Pinpin
.
.
Selamat Membaca
Waktu begitu cepat berlalu. Masa-masa SMP sudah berakhir dan bergantikan masa SMA. DImana masa bermain sudah mulai berganti dengan Masa belajar. SUdah tidak ada waktu untuk bersantai-santai. Semua sudah memikirkan rencana tiga tahun ke depan akan masuk ke Perguruan tinggi yang diinginkan.
Begitu juga Vino. Fokusnya sekarang hanyalah belajar dan belajar. Dia ingin menjadi dokter yang hebat seperti papinya.
"Pinpin, Nanti kita satu kelas lagi kan? Soalnya Melan nggak mau ya kalau harus adaptasi lagi sama orang lain. Melan nggak mau sama orang lain!" Celoteh Melan. Saat ini mereka sedang berjalan bersama menuju halte bus yang akan membawa ke sekolah baru mereka.
Melan memutuskan masuk ke SMA Puri Arta. Tentu saja sekolah yang sama dengan Vino.
Vino melirik malas ke arah Melan tanpa mau repot-repot membalas celotehan yang ia yakin tidak akan ada habisnya.
"Pinpin nanti duduknya sama Melan ya? Oh ini kita naik bus ya? Aduh, Melan belum punya kartu busnya. Pinpin udah punya? Beli dimana? Kenapa kita nggak naik sepeda terus boncengan kaya drama yang Melan tonton?"
"Berisik." Ucap Vino.
Melan hanya mengerucutkan bibirnya. Semakin besar, dia sudah terbiasa dengan sikap cuek dan dinginnya Vino.
Bus yang membawanya ke sekolah datang. Beberapa siswa lain mulai bergantian masuk. Vino menoleh kearah Melan. "Cepetan Masuk!"
Melan tersenyum cerah. Begitu dia masuk ke dalam Bus, Vino menyusul dan menempelkan kartu dua kali ke tempat sensor yang disediakan. "Makasih Pinpin..." Ucapnya centil. Hatinya berbunga-bunga mengetahui kalau perjalannya dibayar oleh Vino.
Jadi seperti dinafkahi bukan?
"Hmmm.." Balas Vino. Lelaki itu berjalan mencari kursi yang masih kosong. Namun karena berbarengan dengan jam masuk kerja, kondisi bus pun penuh. Hanya tersisa satu kursi saja dipinggir.
Melan menuruti. Mendapati Vino yang berdiri disampingnya membuat Melan lagi-lagi tersenyum bahagia. Vino seperti sedang mengukungnya. Bahkan Aroma parfum Vino bisa tercium jelas oleh Melan.
Ah, Indahnya pagi ini!
*****
Vino menatap malas dua orang yang menyambut kedatangannya di depan gerbang sekolah. Mereka adalah Jennieta dan Divo.