Disebuah kamar yang penuh dengan miniatur berbau astronomi, terdapat seorang anak laki-laki yang masih tertidur dengan posisi yang sangat berantakan. Kaki pendeknya yang dinaikkan keatas bantal, lalu kepalanya yang tertutup oleh selimut bergambar bintang dan bulan itu.
"Vino! Cepat bangun! Papi bisa telat ke kantor gara-gara kamu."
Tidak ada pergerakan dari bocah bernama Vino itu. Melainkan tangan mungilnya yang menarik selimut untuk membungkus tubuhnya semakin erat.
Brian menarik selimut yang membungkus tubuh anaknya.
"Vino! Dalam hitungan tiga kalau kamu tidak bangun, akan papi ambil semua mainan kamu termasuk ponsel dan laptop kamu itu!"
Vino yang mendengar ancaman mengerikan dari sang papa, langsung beranjak bangun. Anak itu sudah membayangkan betapa mengerikannya hidup tanpa ponsel dan laptop.
"Jangan dong pi. Nanti Pino bisa mati kebosanan." Ujarnya dengan wajah yang masih setengah mengantuk.
"Cepat bangun dan bersiap ke sekolah Vino! Papi tunggu di meja makan. Dalam lima belas menit kamu harus sudah siap." Brian mengatur timer di smartwatch yang melingkar ditangannya.
Vino langsung berlari terbirit-birit kearah kamar mandi. Anak itu bahkan melepaskan set piyamanya di dalam kamar dan membuangnya ke sembarang arah. Biar nanti nanny-nya yang merapikan semua.
Akhirnya Empat belas menit lima puluh sembilan detik Vino sampai didepan sang ayah yang tengah menikmati secangkir kopi di meja makan.
"Pino ndak telat kan pi?" Tanya Vino masih dengan nafas yang ngos-ngosan. Dasi kupu-kupu khas playgroupnya terpasang berantakkan. Belum lagi tas ransel yang hanya berisikan mainan terbuka begitu saja.
"Jangan di biasakan bangun siang Vino. Mau jadi apa kamu, kalau setiap hari bangun siang? Calon pemimpin itu harus rajin. Dan lihat itu..." Brian menunjuk kearah Dasi kupu-kupu yang miring. "Bukankah sudah pernah papi ajarkan cara pasang dasi yang benar?? Kenapa masih miring??"
Vino menundukkan kepala, tak ayal tangannya membenarkan letak dasinya agar lurus dan rapih. "Pino lupa calanya pi. Udah dicobain putel-putel gak bisa telus."
Brian hanya menghembuskan nafas mendengarkan aduan dari sang anak. "Cepat habiskan sarapanmu. Kita berangkat sepuluh menit lagi."
Vino langsung memakan roti sandwichnya dengan cepat. Tak lupa susu soya favorit ikut mengisi perut kecilnya.
Setelah sesi sarapan selesai, Vino melangkah mengikuti sang papa kedalam mobil. Tangan mungilnya menyeret tas dengan lesu.
"Uang jajan kamu sudah papi transfer ke gelang yang kamu pakai. Jangan jajan sembarangan."
"Pino pengen beli gulali pi. Gelang yang dikasih papi gak bisa buat beli gulalinya mang Odeh. Halus ke kantin, tapi kantinnya gak ada gulali pi." Cerocos Vino yang menatap sendu kearah gelang berwarna metalic di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please LoVe Me, CITO! [COMPLETED]
Literatura FemininaKisah seorang Windyta Evelyn yang harus menikah dengan seorang duda beranak satu yang merupakan Dokter Obgyn, tempat dirinya kerja. ♡♡♡ Hidup Windi menjadi tidak tenang, setelah salah satu dokter ditempat kerjanya meminta untuk menjaga anaknya selam...