1. Dylan!

569 160 98
                                    

Clairyn's POV

Sore hari, aku tengah asyik bermain bola basket. Dengan sigap ku-dribble bola berwarna oranye itu, sedikit berlari menghampiri ring basket yang lumayan tinggi di depanku. Aku meloncat dengan bola oranye itu yang masih di tanganku, bersiap memasukkan bola itu. Namun-

"Nice shoot, Claire. Tapi sayangnya gue bisa rebut."

Aku menoleh ke samping. Ugh sialan. Rasqal berhasil mencuri bola oranye di tanganku lalu dengan cepat membawa bola itu ke pusat pertahananku. Yap, ia memasukkan bola basket itu ke dalam ring di seberang sana. Rasqal tersenyum puas, aku merasa dia menghinaku dengan tatapan meledeknya itu. Aku tersenyum kecut.

"Gue yang menangin skor terakhir, dan lo harus mau terima perintah gue." Ucap Rasqal dengan nada bangganya itu. Oh ayolah ini hanya pertandingan basket bodoh yang kami taruhkan. Aku yang hampir memenangkannya dan dia mencuri kemenangan yang seharusnya menjadi milikku itu. Aku mengelap sedikit peluhku di dahi, lalu berjalan menuju meja di pinggir lapangan basket. Aku mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya tanpa ampun.

"Sure. Jadi apa perintahnya?"

Rasqal tersenyum miring. Aku memutar bola mataku. Bisa kutebak, pasti dia ingin menyuruhku menerima tawarannya untuk menjadikanku pacarnya. Sudahkah kau tahu? Rasqal beberapa kali menyatakan perasaannya padaku dan aku selalu menolaknya mentah-mentah. Mungkin sudah lima belas kali, entahlah aku malas menghitungnya.

"Lo harus mau jadi cewek gue."

Nah, bener kan?

Aku berjalan meninggalkan Rasqal begitu saja. Ia terlihat seperti mamalia bodoh kelaparan di tengah lapangan basket yang mematung menunggu jawabanku.

"Claire, jawab elah."

Aku terus berjalan menuju koridor sekolah, namun kusempatkan menoleh lalu tersenyum manis padanya. Ini hal yag biasa kulakukan setiap menjawab tawaran bodohnya itu.

"Lain kali okay? Haha."

Rasqal menghembuskan nafasnya dengan kesal. Bisa kudengar erangannya dari sini. Jika dia sudah tau kalau aku akan menolaknya lagi, kenapa dia masih saja mau menawarkan pertanyaan bodoh itu padaku? Segitu tergila-gilanya-kah dia padaku? Oke aku mulai terlalu percaya diri lagi.

------

Aku menutup pintu dengan sedikit keras. Jika tidak begitu, pintu ini akan terbuka kembali. Pernah malam itu aku menutup pintu dengan pelan lalu berjalan menuju kamar untuk tidur. Ternyata pintu depan rumahku terbuka lagi tanpa kuketahui, lalu masuklah segerombolan tikus menjijikan ke dalam rumahku. Ew. Oke abaikan ceritaku tadi. Aku pun berjalan melewati sofa.

"Baru pulang?" Tanya Dylan dari dapur. Suaranya menggema hampir di seluruh penjuru rumahku yang agak sempit ini. Aku meletakkan tas sekolahku begitu saja di lantai, lalu menghempaskan tubuhku di sofa.

"Cepet mandi, abis itu makan malem!" Perintah Dylan.

"Iya bawel," jawabku malas. Bukannya segera menuju kamar mandi, aku malah memejamkan mataku yang mulai terasa berat. Ugh aku mengantuk. Baru saja aku merasakan tubuhku berputar-putar, memasuki alam bawah sadarku. Namun seseorang memukul ringan tanganku. Aku membuka mataku malas, muncul sosok Dylan dengan tatapan kesalnya tepat di depan wajahku.

"Kan gue suruh mandi, bukannya tidur di sofa. Ini lagi tas ditaro lantai, buku berserakan kemana-mana. Astaga ini sepatu ada di atas TV?!" Cerocos Dylan panjang lebar. Aku tak begitu memperdulikan omelannya yang beruntutan seperti penagih hutang tersebut. Aku menguap dan berniat melanjutkan tidurku yang tadi tertunda. Kali ini Dylan mencubit lenganku. Ugh sial!

"Sakit! Jangan nyubit gue,"

"Makanya cepet bangun! Gue udah masak. Sekarang gue mau mandi dulu, dan lo juga harus cepet mandi." Perintah Dylan. Ia langsung berlalu meninggalkanku menuju kamarnya. Aku kembali menguap. Aku pun menghirup aroma wangi masakan Dylan. Aku segera bangun dari sofa lalu mandi.

*

Oh ya kalian belum tau siapa itu Dylan. Dia itu adik laki-laki tersayangku. Nama lengkapnya Dylan Andreva Falner. Ya, mungkin kalian menduga dia itu tidak pantas jadi adikku karena kalian bisa liat sendiri gimana kelakuannya padaku. Aku pun juga sadar betapa sabar dan dewasanya Dylan menghadapi tingkahku yang kekanak-kanakan.

Well, secara fisik Dylan itu lumayan-lah. Asal kalian tahu, tatapannya itu bikin banyak gadis tergila-gila bahkan berebutan mendapatkan cinta dia, berbeda denganku yang masih jomblo hingga sekarang. Dylan masih Junior High School, dan masih di kelas tiga. Tapi kelakuan dia kayak Mom yang suka marah-marah dan pandai mengurus rumah.

Aku juga belum memperkenalkan diri, bukan? Namaku Clairyne Theneva Falner, panggil saja Claire. Aku duduk di Senior High School, jurusan sastra dan drama, kelas dua. Aku suka hal berbau film, apapun itu. Aku dikenal aktif dan semangat dalam belajar akting. Itu sebabnya aku mau jadi artis bahkan Hollywood Actress. Tapi ada satu hal yang membuatku heran, kenapa orang-orang selalu mengataiku 'Bodoh'. Entah aku yang benar bodoh atau bagaimana, tapi inilah aku apa adanya. Keluargaku tinggal di Los Angeles, California, AS.

Mom bernama Alice Theneva Oliver, sedangkan Dad bernama Andy Andreva Falner. Hanya sebagai info, Dad sama Mom cerai ketika umurku empat tahun. Sejak itu Mom kerja siang malam untuk menafkahi kami. Kalian harus tahu bahwa aku dan Dylan sangat menyayangi Mom, dan tak akan pernah memaafkan Dad yang tega meninggalkan kami.

Sekian informasi sedikit dariku, semoga kalian tidak kecewa ya!

------

Malam itu, aku dan Dylan makan malam hanya berdua. Ya memang begitulah setiap harinya, kecuali hari Minggu. Mom pulang kerja di atas jam sembilan malam.

"Lo harusnya kalo pulang sekolah langsung mandi, jangan tidur. Bocah jorok!" ucap Dylan datar.

"Cape, ngantuk." jawabku malas. Ah kenapa Dylan terus menyalahkanku sih. Aku sebal dengan ucapannya yang menyindirku itu.

"Kenapa pulang telat?' Tanya Dylan dengan tatapan mengintimidasi. Aku tak mau membalas tatapannya. Aku sibuk melahap makanan di depanku.

"Maen basket dulu tadi."

"Sama siapa?"

Ugh kepo banget nih bocah.

"Rasqal."

"Oh."

Udah? Nanya gitu doang? Dih gajelas. untung cakep, eh gak deh.

Aku buru-buru menghabiskan sup lezat buatan Dylan. Aku tak ingin Dylan kembali bertanya yang aneh-aneh dengan tatapan mengintimidasi itu. Dylan itu seperti Mom! Banyak tanya tentang kehidupanku. Hei, untuk apa setiap hari menanyakan aktivitasku seperti anak kecil? Umurku sudah tujuh belas tahun. Aku sudah besar. Huh.

Aku cepat melahap sup, sandwich isi sosis dan roti bakar di hadapanku, namun seketika aku tersendak. Astaga aku menelan tulang ayam!

"Minum dulu nih." Dylan menyodorkan minumannya padaku. Aku segera meminumnya dengan perlahan. Akhirnya aku selamat dari tulang ayam sialan yang hampir merampas nyawaku itu. Sontak Dylan tertawa terpingkal-pingkal. Aku tahu sejak tadi ia menahan tawa.

"Kakak lo hampir mati dan lo sebagai adik malah tawa." Kataku jengkel.

"Salah sendiri makan kayak babi gitu."

"Lo yang babi!"

"Lo!"

"whatever." Dengan malu aku berjalan menuju wastafel, mencuci piringku lalu pergi menuju kamarku. Dylan terkekeh, aku bisa mendengarnya dari kamarku.

"Duh kalo kejadian tadi masuk berita, gue malu punya kakak yang hampir mati gara-gara nelen tulang ayam. Ancur reputasi gue sebagai Cowok ganteng." Ledek Dylan.

Sialan.

"BACOT LO DYL!" Teriakku dari dalam kamar. Kembali terdengar suara tawa Dylan yang menyeruak. Astaga aku ingin sekali menyumpal mulutnya dengan tulang ayam yang tadi. Sial.

------

MULMED : CLAIRYN

Next?

VOMMENT OKEY!

UNLESS (hiatus)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin