21. Dream

92 11 41
                                    



"Loh, Dylan?"

Merasa namanya disebut, si peserta keenam belas yang tenyata adalah Dylan pun langsung menoleh. Sama denganku, wajahnya juga terlihat heran ketika menyadari keberadaanku disini.

Dylan berjalan menghampiriku. "Lo ngapain disini? Ikut tes juga?"

"Iya, gue juga ikut tes, lo-"

"Clairyne Falner, dimohon untuk segera memasuki ruangan." Tegas seorang pria yang sedang duduk di belakang meja administrasi. Mendengar namaku sudah dipanggil, aku mengusap-usap kedua tanganku dulu untuk memberi rasa tenang kemudian tersenyum sumringah pada Dylan.

"Gue duluan ya, Dyl. Permisi," Kataku sopan sambil berjalan mendahuluinya.

Ia menatapku sebentar lalu juga melangkah pergi, berlawanan arah denganku. "Semangat ya,"

Anjoy disemangatin cogan bor.

Kubuka pintu lalu melangkah masuk ke dalam ruangan tes. Baiklah, setidaknya kini aku sedikit termotivasi karena diberi dukungan meskipun oleh orang yang belum kukenal, terlebih seorang lelaki berhati mulia sang calon imam nan tampan. Eoh bahasa gue.

Sulit kupercaya kini aku berada dalam sebuah ruangan super dingin layaknya freezer. Bagaimana bisa kulit mereka kebal dengan suhu ekstrim seperti ini? Belum lagi disekitarnya terdapat kabel bergelantungan serta set kamera lengkap. Mataku lantas menjelajah sekeliling ruangan hingga menemukan sederet manusia tengah duduk di meja panjang.

Buseh siapa tuh?

Pikiranku langsung bekerja. Oh ya aku baru sadar bahwa sekarang aku sedang berhadapan dengan empat juri profesional yang akan menentukan nasibku di Dream Day. Terlihat di antara wajah-wajah berkharisma yang tak kukenal tersebut terdapat wajah Mr.Hendrix yang ramah. Selain dirinya, ada dua orang bapak tua beserta seorang wanita paruh baya cantik yang berpenampilan anggun.

"Perkenalkan diri, Nona." Ucap Mr.Hendrix santai sambil tersenyum padaku. Entah mengapa melihat senyumnya membuatku tenang. Jujur sejak tadi jantungku terasa melompat-lompat seakan ingin meledak saking gugupnya.

"I-Iya, Pak-" Aku berdehem sebentar untuk mengatur suaraku. "Aku Clairyne Theneva Falner, murid kelas dua di California Senior High School. Lagian kan Anda kenal sama aku, eh- Astaga maaf kelepasan, Pak."

Haduh Claire goblok.

"Cuman itu?" Tanya seorang bapak tua berbadan gemuk yang disekitar wajahnya terdapat brewok sehingga membuatnya terlihat angker. Orang itu duduk di paling pinggir sebelah kanan, dekat si wanita anggun. Tatapan bapak brewok itu membuatku merasa terintimidasi.

"Boleh jelaskan sedikit latar belakang keluarga, atau apalah, agar kami bisa mendapatkan sedikit informasi?" Tanya bapak  yang duduk di sebelah Mr.Hendrix. Berbeda dengan si brewok, Bapak itu terlihat lebih muda sekitar berumur dua puluh tujuhan. Sotoy banget gue, lol.

"C'mon, sayang, enggak usah gugup." Ucap wanita anggun itu dengan lembut. Tau aje sih mbak.

"Aku berasal dari keluarga perekonomian sederhana, rumah kami ada di pinggiran kota California. Aku tinggal bersama Mom dan adikku."

"Bapak lo kemana emang?" Tanya Bapak brewok tiba-tiba, membuatku terkejut.

Ebuset malah nanyain bapak gue

Aku tidak menyangka akan ada seorang juri yang menanyakan hal privasiku secara blak-blakan.

"Umm- Anu, Pak.."

"Heh Roy, jangan nanya masalah pribadi ke peserta. Udah, Clairyne tolong jelaskan alasan kamu ikut tes ini, secara singkat aja ya," Selamat, aku ditolong oleh si wanita anggun dari pertanyaan menyeramkan dari Bapak brewok bernama Roy.

UNLESS (hiatus)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin