"Saya akan merekrut kamu di Dream Day." Ucap Mr.Hendrix serius.
Claire melotot, tersentak kaget.
"Apa?"
"Kamu bisa mulai bergabung dengan industri kami setelah menandatangani kontrak." Dengan tangkas, Mr.Hendrix mengeluarkan sebuah map penting berwarna cokelat dari dalam koper. Diambilnya kertas tebal berukuran A4, lalu diletakkan di atas meja. Ia juga meletakkan bolpoin di sebelahnya.
Sementara itu aku diam mengamati. Aku pun memanggil waiter cafe, memesan minum. Baiklah, sesuai rencana. Kuharap gadis itu tidak terlalu lama memasang wajah cengo seperti itu, tampangnya mirip bocah-bocah yang sedang antri membeli cilor. Sumpah, terlihat sangat menyebalkan.
"Eh, tunggu bentar, Mr.Hendrix. Ini sebenernya ada apaan sih?" Claire malah bertanya.
Mr.Hendrix sumringah. "Kamu direkrut Dream Day, Nona Falner. Silakan tanda tangan di atas kontrak. Bukankah saya sudah bilang tadi?"
Claire menggeleng cepat. "Ih anu, maksudnya bukan itu, pak. Bukannya kemarin saya gagal tes pemilihan ya? Kenapa bapak tiba-tiba malah nawarin ginian? Ada yang salah nih pasti,"
Yang salah otak lo dongo. Banyak tanya anjir tinggal tanda tangan aja juga.
"Siapa yang bilang kamu gagal? Saya menawarkan kontrak jelas karena kamu berhasil lolos tes," Tuturnya santai. Aku mengubah posisi duduk menjadi bersandar pada kursi, menyilangkan tangan. Tugasku disini hanya sebagai pengamat. Namun sepertinya terjebak dalam obrolan ini menguji rasa sabarku juga.
"Gimana saya bisa lolos?" Tanya gadis itu. Mr.Hendrix berdehem. Aku yakin dia pasti sejak tadi menahan diri untuk tidak melempar Claire dengan kopernya. Aku bahkan sejak tadi ingin sekali melakukannya.
"Sebagai salah satu juri, saya nggak diperbolehkan memberitahu hasil audisi pada siapapun. Berdasarkan keputusan empat juri, kamu lolos. Hanya itu." Mr.Hendrix melanjutkan ucapannya. "Dan saya harap gadis berbakat seperti kamu mau bergabung dengan kami."
Anehnya, setelah dibujuk dan dipuji seperti itu, Claire justru nampak gelisah. Ia terus mengetuk-ketukan meja dengan jari telunjuknya. Aku memutar bola mata.
Entah apa yang dipikirkannya. Saat impiannya hancur, dia galau bukan main. Tapi giliran ada kesempatan emas seperti ini, dia malah terlihat tertekan. Maunya apa sih? Aku ingin sekali menoyor kepalanya, lalu menyuruhnya langsung tandatangan kontrak, namun jelas itu bisa merusak rencana.
"Anda inget kan kalo kemaren saya ngelakuin hal buruk di depan para juri?" Tanyanya serius. Mr.Hendrix tertegun.
"...Saat itu saya bentak-bentak Brian, bahkan pergi seenaknya. Saya ngelakuin hal buruk. Semua jadi kacau gara-gara saya. Anda pastinya tau kan? Bahkan kemaren di rumah sakit, saya belom minta maaf."
Aku melirik. Gadis itu menunduk. Wajahnya kini terlihat murung. Ia menarik napas lalu menghembuskannya dengan berat. Aku sudah menduga ia akan membahasnya. Namun melihat tampang menyedihkannya itu agak membuatku khawatir.
"Maafin saya atas semuanya, Mr.Hendrix. Saya juga nggak bisa nerima tawaran kontraknya. Bukannya saya nyia-nyiain kesempatan. Sumpah, saya mau banget. Tapi saya rasa saya ini nggak pantes. Maaf. Maafin Clay."
Mr.Hendrix menatap Claire serius. Wajah kakunya perlahan menghangat. Ia tersenyum. "Saya nggak marah, Falner. Tenang aja."
ŞİMDİ OKUDUĞUN
UNLESS (hiatus)
AcakClairyne atau sering dipanggil 'Claire', gadis dengan kepintaran di bawah rata-rata, makan rakus, otak lemot, jomblo merana, ekonomi keluarga kurang memadai, namun ia selalu ceria dan enggak pernah jaim sama siapapun. Beruntung, Claire jago akting...