24. Seriously?

88 13 36
                                    


Seseorang menepuk punggungku dengan pelan dari belakang. Sontak kuhapus air mataku lalu menoleh.

"Heh ngapain lagi lo disini?"

Ternyata Daniella.

Ahelah kenapa malah ketemu nenek gambreng disini, kirain Brian.

"Lagi nunggu giliran gue." Jawabku sambil memastikan tidak ada lagi sisa air mata di wajahku dengan menguceknya ringan. Kedua sudut bibirku otomatis membuat cengiran lebar khas. Tidak apalah sekali-kali bersikap baik pada nenek gambreng, dapat pahala tiga kali lipat.

Daniella menatapku dengan serius, kemudian malah bersandar pada dinding. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil mengamatiku dengan tatapan mengintimidasi. "Emangnya yakin bakal berhasil?"

Wah ngocol nih anak.

"Iyalah! Gue pasti berhasil." Kataku percaya diri.

Berhasil palelu meledug, partner aja kagak punya.

"Mana partner lo?"

Nah kan mampus.

Aku berpikir sebentar. "Anu..." Aku mencari-cari alasan sambil melihat sekitar hingga seketika mataku berhenti pada toilet di pojok ruangan. Baiklah, aku dapat sebuah ide. "Umm- oh iya! Tadi sih dia katanya mau kencing sebentar, tapi setengah jam gak balik-balik. Nyasar kali dia, gedungnya kan lebar," Jawaban macem apaan ini njir tolol.

Daniella malah menatapku sambil mencibir. "Lo tau kan kalo nggak punya partner bakal didiskualifikasi?" Waloh die tau ya kalo gue boong barusan.

Sialan. Seketika darahku mendidih. Kurang ajar si nenek gambreng itu, mukanya kini terang-terangan menunjukkan tampang mengejek. Ingin sekali kujambak rambut panjangnya itu.

Jauh dalam hatiku, aku tidak terima Daniella menghinaku. Namun apa yang dikatakannya memanglah kenyataan.  Aku tidak memiliki partner dan jelas akan didiskualifikasi. Selesai, cerita ini akan tamat. Claire gagal jadi aktris dan terus-terusan menjadi jomblo merana.

Eh tunggu- mana mungkin seorang Claire menyerah hanya dengan kendala seperti itu! Aku punya banyak cara untuk meraih mimpiku.

"Dia bakal dateng!" Tak kusangka mulutku malah melontarkan kata bodoh.

Buset sape yang dateng njir, kan gue gak punya partner. Clay tolol.

"Siapa? Brian?"

Yekali dia.

Lagi-lagi, aku malah menunjukkan hal yang berbanding terbalik dengan pikiranku. Dengan entengnya kepalaku mengangguk. Astaga kenapa sekarang anggota tubuhku ikut-ikutan gila juga.

"Sekarang dia enggak bakal mau, gue yakin seribu persen. Lo cuma sia-siain waktu kalo nungguin dia, karena dia nggak bakalan dateng buat lo!" Lama-lama ucapan Daniella semakin tajam menusuk ditambah tatapan matanya seakan ingin keluar.  Kurasa dia itu tipe cewek agresif tukang garong yang berbahaya. Lihat, tampangnya saja yang anggun, ternyata jiwanya preman.

"Lah lagian siapa juga yang nungguin dia, enggak guna." Sanggahku.

Biar kuberitahu, semua pikiran, perkataan dan tindakanku ketika sedang kebingungan akan saling bertolak belakang dan justru membuatku semakin bingung. Ini kebiasaan buruk yang sangat mengganggu, terlebih ketika sedang panik seperti sekarang.

"Sekarang gue perjelas. Lo dateng kesini sok deketin Daddy gue demi harta, trus deketin Brian demi dapet ketenaran. Dan lo juga sok jadi cewek tolol buat cari perhatian. Bener, huh?"

Lah?

"Idih kocag maen nuduh aja, ngapain amat gue harus sok tolol, emang gue begini dari lahir," Tukasku kesal membalas ucapan Daniella yang semakin menggila. "lagian denger ya, gue kesini demi impian gue, demi masa depan gue."

UNLESS (hiatus)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin