Author's POVLengang. Ruangan serba putih berisi berbagai peralatan medis itu sunyi, nyaris tanpa suara sama sekali kecuali ketukan jarum jam dinding yang kini menunjukkan pukul tujuh malam. Di dalam ruangan ada pria tengah berbaring di atas ranjang rumah sakit, pucat. Tepat di sebelahnya ada dua orang pria bersama satu gadis yang kini tengah duduk, diam dengan pikiran masing-masing.
"Nona Falner, kamu tetep disini kan?" Pria dengan suara berat, yakni Mr.Hendrix, memecah keheningan dengan lontaran pertanyaan. Lantas gadis itu mengangkat alisnya, terkejut, namun buru-buru tersenyum kecil, sedikit memaksa.
"Um-mungkin," Jawab Claire ragu. Gadis itu merogoh ponsel di sakunya. pukul tujuh lewat satu menit. Seharusnya ia sudah berada di rumah sekarang, selonjoran di sofa sambil ngemil kerupuk mak icih level sepuluh, sementara menunggu Dylan pulang latihan basket.
"Ada acara ya? Atau jangan-jangan ada janji mau kencan sama cowok kamu?" Tanya Mr.Hendrix menyelidik. Mendadak Claire melotot.
"Eh, pacar? Boro-boro punya," Sial keceplosan, gadis itu merutuki dirinya sendiri. Lantas ia berdehem pelan dan melanjutkan kalimatnya dengan lebih hati-hati. "Maksudnya, Clay nggak ada janji sama siapa-siapa kok."
"Oh, berarti kamu bisa temenin Shiledz dulu disini, kan?" Mr.Hendrix melirik jam tangannya. "Saya ada meeting jam delapan dengan rekan distributor, dan lokasinya lumayan jauh dari sini."
"Kok mendadak?" Tanya pria satunya lagi yang juga berada di dalam ruangan itu. Pria itu duduk di sebelah Mr.Hendrix, berseberangan dengan kursi tempat Claire duduk. Gadis itu menduga Mr.Hendrix sudah sangat akrab dengan pria itu, mungkin juga dengan Brian. Entah, Claire sama sekali tidak mengenalnya. Namun wajah orang itu tidak asing karena kerap beberapa kali Claire melihatnya di Dream Day saat dulu ia masih pelatihan.
"Sebenernya nggak mendadak, cuma kan kita semua nggak menduga kalau kejadiannya begini." Sahut Mr.Hendrix ringan.
"Oh." Jawab pria itu pendek, sambil mengutak-atik layar ponselnya. Ia sejak tadi sibuk sendiri seakan tidak peduli dengan kehadiran kedua orang lagi di ruangan itu.
"Jadi, gimana Nona Falner? Bisa kan?" Mr.Hendrix kembali lagi pada pertanyaan sebelumnya. Claire spontan menggigit bibir, bingung. Jelas-jelas ia bisa didamprat Mom jika jam segini belum pulang ke rumah. Buset bisa dislepet gue, lirihnya dalam hati.
"Um..." Claire ingin bilang pada Mr.Hendrix bahwa sejujurnya ia tidak bisa, lebih tepatnya tidak mau berada disana. Salah satu alasan utamanya adalah ia sekarang benci setengah mampus pada Brian. Memori di ruangan tes drama masih melekat di kepalanya. Claire tidak mau mengambil resiko terjebak dalam ruangan bersama pria menyebalkan itu. Sudah cukup pertengkaran tadi, ia sudah muak.
"Falner?"
Bola mata Claire melirik ke arah Mr.Hendrix. "Ya?"
"Bisa nggak?" Mr.Hendrix menatap Claire serius. Gadis itu mulai merasa tidak nyaman. Ada sebuah pikiran di luar kehendaknya, dimana ia ingin menjawab kata 'ya, bisa' lalu diam di ruangan itu sampai ada kerabat Brian yang datang nanti. Lagipula tugasnya hanya menemani orang sakit, jelas sangat mudah. Terlebih Brian adalah 'teman baiknya' ketika pelatihan dulu. Apa salahnya hanya menemani pria yang sakit?
"Yaudah deh." Jawab Claire akhirnya. Ia tersenyum kecil.
"Baiklah, terima kasih. Nah sekarang saya pamit dulu. Jika ada waktu, saya akan kesini lagi." Kata Mr.Hendrix sambil merapikan kemejanya, lalu melirik jam tangannya sekilas. Ia pun berlalu menuju pintu ruangan. "See you, Falner, Gordons."
Sekarang barulah gadis itu menyesal. Kenapa pula ia harus menjawab 'yaudah deh'? Claire mudah sekali berubah pikiran dan itu menyulitkan dirinya sendiri. Kini ia harus menemani Brian, padahal banyak sekali alasan yang bisa ia lontarkan pada Mr.Hendrix tadi.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
UNLESS (hiatus)
RandomClairyne atau sering dipanggil 'Claire', gadis dengan kepintaran di bawah rata-rata, makan rakus, otak lemot, jomblo merana, ekonomi keluarga kurang memadai, namun ia selalu ceria dan enggak pernah jaim sama siapapun. Beruntung, Claire jago akting...