22. Brian Shiledz

72 14 23
                                    


Brian's POV

Siang yang panas disertai kesialan karena harus berkali-kali bertemu bocah bahlul, jelas hari ini adalah hari yang berat. Waktuku terasa sia-sia, namun apa boleh buat? Aku bagaikan mendapat kesialan sekaligus sebuah point bonus. Kurasa bocah bahlul ber-otak dangkal itu mulai baper denganku, maybe.

Kepedean? Lah bodo amat, cogan kaya mah bebas.

Tapi ada hal yang harus kuperhitungkan, dimana aku juga merasa diriku mulai terpengaruh oleh bocah bahlul itu, seperti mulai merasa iba melihat wajah melasnya, sering bertemu, mulai sering membantunya, bahkan sekarang pun aku justru memikirkannya. Astaga aku mulai sadar bahwa bocah itu mulai meracuni kepalaku. Double shit.

Berjalan santai setelah membeli air mineral di sebuah toko kecil, kemudian melangkah santai kembali ke gedung. Hidup terasa lebih tenang dengan sendirian seperti ini, aku tidak harus berurusan bahkan menoyor kepala bocah bahlul itu.

Tuh kan, keinget lagi. Sial.

Demi apapun, baru saja aku berpikir demikian tiba-tiba tak jauh dariku sudah muncul bocah itu, melangkah pelan sambil senyum-senyum. Melihatnya berjalan sambil senyum girang seperti itu membuatku merinding, apa dia pikir dengan tingkahnya yang seperti itu membuatnya terlihat seperti Kendall Jenner yang sedang berjalan di red carpet?

Aku diam sebentar sambil memperhatikan tingkahnya, dan ternyata ia malah mengibar-ngibarkan rambutnya seakan rambutnya itu badai seperti Selena Gomez, lalu tersenyum girang pada satpam yang sedang berkeliling mengecek area parkiran. Sudah kuduga, bocah ini jika didiamkan malah tambah stress.

"Dih gila lo ya?" Aku mulai gregetan melihatnya bertingkah idiot seperti itu. Seketika senyum girang Claire menghilang. Ia melotot lalu menoleh ke arahku. Oh great, kenapa juga aku harus berkata seperti itu sehingga membuatku harus terjebak dengan gadis gendeng ini lagi.

"Suka-suka lah." Ia menyahut.

"Pake tebar pesona lagi, muka aja begitu." Oke, aku tahu ucapanku keterlaluan tapi mau apa lagi, ia memang harus ditegur. Ini demi masa depannya kelak, kasihan suaminya nanti harus menikah dengan dia.

Sial, Claire malah menatapku dengan tatapan antara kedengkian seakan ingin mencekik. Ia mendongak dengan susah payah. Lagian badan kuntet sok sok natap gue.

Kumajukan wajahku untuk membalas tatapan dengkinya, namun seketika ia justru tersentak dan langsung menunduk. Payah, ditatap balik malah grogi. "Apa liat-liat?" Tanyaku ketus.

"Namanya juga punya mata," Sahutnya lebih ketus. Kulihat di tangannya terdapat amplop besar berwarna jingga. Aku tahu amplop itu, karena dulu aku juga pernah mendapatkannya. Yang kubingungkan adalah, bagaimana gadis bodoh seperti dia bisa lulus tes.

Kusambar amplop itu dari tangannya. "Apaan tuh? Buku tagihan utang?"

"Bukan, goblok."

Kubuka amplop itu. Tepat sekali, di dalamnya terdapat secarik kertas tebal bertuliskan 'Congratulations'. Di pojok kertas juga tertuliskan A1. Wait, itu berarti Claire berhasil melewati tes pertama dan akan mendapatkan kelas A1 sama sepertiku dulu. Demi apapun aku makin heran bagaimana dia bisa dengan mudah masuk kelas elit di A1? Jangan-jangan ia memelas pada para juri, menyogok mereka, bahkan menyantet- Sial, aku malah suudzon.

UNLESS (hiatus)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin