- 02 ♦️

1.2K 156 98
                                        

Galau bukan selalu tentang cinta, bisa jadi karena enggak bisa matematika.

Aku galau. Hari ini, ada pelajaran matematika. Empat jam. Dua jam matematika kuantitatif dasar, dan dua jam matematika perminatan. Aku enggak minat belajar matematika, tapi aku terlempar ke kelas sains karena kuota murid di kelas bahasa, kelas incaranku, sudah penuh. Aku terlambat mendaftar, soalnya aku mengurus berkas-berkas persyaratan kelulusan sekolah lebih lama daripada murid lain—sebab aku ... enggak naik kelas, dan perlu mengulang kelas selama dua semester.

Lebih rincinya, aku tidak naik kelas, kalau ditotal-total, tiga kali. Aku menyia-nyiakan tiga tahun untuk mengulang, padahal menurutku, aku tidak bertambah pintar. Aku melakoni pengalaman yang sama, dimana aku mengalami migrain saat guru mengajar di kelas.

Sekolahku berada di dekat pesisir pantai Pulau Rintis. Sekolahku mewah. Mepet sawah.

Sekolahnya kecil. Beberapa dari genteng tanah liatnya pecah karena kejatuhan dahan pohon meranti, dan akibatnya, kalau musim hujan tiba, kelas pasti bocor. Dindingnya, terutama di bagian yang tidak menghadap langsung ke lapangan upacara, catnya sudah mengeropos, lembab sampai ditumbuhi lumut dan kadang-kadang jamur, serta kusam sekali kalau dilihat dari kejauhan. Lima dari sepuluh saluran air di wastafel umum juga rusak, dan oleh karenanya, kami tidak bisa mencuci tangan di wastafel, atau memakai air keran. Wastafel itu sebetulnya proyek pemerintah semasa COVID-19 merajalela di Malaysia. Sehubungan sekolah mulai kembali beroperasi, Perdana Menteri membangun banyak wastafel, menyuruh warganya menjaga hand hygiene sesuai protokol WHO. Cuci tangan enam langkah. Duh. Bahkan aku sudah lupa bagaimana cuci tangan enam langkah.

Aku berjalan sendirian, menuju ke sekolah.

Aku berjalan di antara ruas-ruas sawah, bukannya sebab tidak ada jalan yang lebih layak. Ada satu jalan beton di sisi tenggara sekolah, tapi jalannya terlalu banyak dilalui truk proyek, sehingga permukaannya mulai mengalami pengapuran. Jalannya bolong-bolong. Biasanya kalau musim-musim sering hujan begini, air akan menggenang di sana. Aku takut aku tiba-tiba disembur genangan air oleh mobil proyek random, dan berakhir basah-basahan, seperti seminggu lalu. Aku sering kena sial. Tidak apa-apa. Namanya juga hidup.

Makanya aku lebih memilih melintas melalui petak-petak sawah. Tidak ada terlalu banyak sawah di negaraku. Tapi ada. Dan bentuknya diterasering, sebab permukaan tanahnya tidak landai.

Di titik ini, aku bisa melihat keberadaan sekolahku. Sekolah sederhana di pinggiran desa, sekolah tanpa seleksi masuk macam apapun. Aku masuk ke sini karena aku tidak mau repot-repot bersaing ... aku tidak mau ... aku capek.

"DURIII!" Seseorang menepuk pundakku. Dia ini, rupanya Blaze.

Blaze menggendong ranselnya di punggung, tapi ranselnya kempes. Aku menebak, dia tidak membawa apa-apa di dalam sana, kecuali ... bekal makan siang ... ayam goreng. Biasanya sih begitu.

Aku menyambut sapaannya dengan senyum sumringah.

"Blaze! Kamu udah kerjain PR matematika? Aku belum selesai. Aku enggak bisa ..." Aku mengeluh. Aku belum mengerjakan PR matematika. Dua ulangan menantiku di depan mata, dan aku belum belajar. Aku juga tidak tidur dengan layak, karena tetanggaku ribut sampai mau cerai, bising suaranya menembus ke tembok kamarku, padahal rumah kami tak saling menempel. Akibatnya, aku tidur jam dua dini hari. Mereka cek cok lama sekali.

Kupikir, aku hanya akan menyontek pada ranking satu di kelas, karena dia selalu berbaik hati membiarkan aku mencontek. Masalah belum mengerjakan PR, selesai. Ulangan? Aku punya kancing di kemejaku. Tinggal dihitung. Masalah kedua, teratasi sempurna. Dan soal tidur, itu bisa aku perbuat di jam kosong. Sekolahku banyak jam kosongnya. Aku senang.

"Oh? Emangnya ada PR?" Blaze menatapku, wajahnya tidak berdosa seperti bayi baru lahir, dan kedua tangannya tetap memegangi tali ransel di bawah bahunya. Dia benar-benar jujur. Ekspresinya mengatakan demikian.

Duri x Reader | Smart OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang