Prolog

1.4K 143 35
                                    

Alarm jam lima pagi membangunkan aku. Aku mematikan alarmnya, dan merenung, menatap langit-langit kamar.

Hari senin. Hari sialan. Hari dimana aku perlu bersiap-siap bekerja. Aku mencari-cari alasan untuk bangun dan memaknai filosofi hidup. Pada akhirnya, gambaran mengenai PHK bagi dosen yang malas bangun pagi menghantuiku, dan memaksaku menegakkan punggung.

Dan segera, aku membereskan ranjang berantakan itu. Aku merapikan spreinya, dan melipat selimutnya. Aku juga menata bantalku tepat di bawah headboard ranjang, mengaturnya berdempet tanpa saling bertumpang tindih. Kemudian, aku mundur lima langkah. Aku memerhatikan keadaan ranjangku. Aku mendengus tak suka. Aku lekas pergi ke lemari dan memboyong seunit setrika. Aku memanaskan setrikanya melalui terminal di kolong kasur, dan aku menyetrika bagian-bagian kusut di sprei, bedcover, selimut, dan sarung bantalnya. Aku sampai membungkuk dan melotot. Kurasa air liurku hampir menetes karena aku berkonsentrasi penuh dalam menghaluskan permukaan lecek sialan di beberapa titik ranjangku.

Dan setelahnya, aku menarik sebotol cairan konsentrat alias pelicin pakaian beraroma dari nakas, dan menyemprotkannya untuk menyempurnakan hasil kerjaku. Aku berpindah ke tepi kanan kasur, tepi kiri kasur, dan ke bagian bawah kasur, aku mencermati apa ada region yang terlewat, dan terlihat tidak enak dipandang—aku memastikan segalanya nampak rapi, kinclong, tidak semerawut, dan tertata rapi.

Setelah selesai, aku mengulangi pekerjaanku dua kali. Tidak ada ruginya mencrosscheck. Dalam sejam penuh, aku sukses merapikan kasur itu.

Rampung dengan kasurnya, aku cepat-cepat mempersiapkan pakaianku yang sudah dilaundry, tapi tadi malam, aku menyetrikanya ulang, supaya kelihatan lebih layak dipakai. Aku menggantungnya di lemari, dan kini, aku mengeluarkannya agar aku bisa membawanya ke kamar mandi.

Aku pergi mandi. Aku menggosok gigi dua kali supaya dokter gigiku tidak mengomel seperti tempo hari, dan aku memakai satu set pakaianku. Pakaian kasual, tapi sopan, serta rapi.

Selesai berpakaian, aku bercermin. Aku menilik setiap ceruk pakaianku, memindai adanya titik-titik ketidaksempurnaan yang akan mempengaruhi penampilan kerjaku. Di cermin, aku melihat pantulan dari meja kerjaku. Aku rasa, aku meninggalkan sebuah kesalahan besar di sana.

Aku membalikkan badan, dan aku meninggikan satu alisku, aku menatap meja kerjaku penuh kecurigaan. Meja itu meja eboni, murni meja dengan rak buku, hiasan meja berupa kaktus mini dan wadah pensil. Aku menarik lacinya, aku mencari penggaris.

Aku meletakkan penggarisnya di antara pot kaktus, wadah pensil, dan ujung rak. Jarak antara pot kaktus dan wadah pensilnya terkonfirmasi sebanyak tiga koma lima senti meter, tapi jarak pot kaktusnya dengan ujung rak ...

Lima senti meter. Aku menggeram marah. Aku menggeser wadah pensil dan pot kaktusnya mendekat pada ujung rak, dan mengulum senyum bahagia.

Hari itu, aku meninggalkan jendela kamarku terbuka, berpikir teralis di bingkai jendelanya akan mencegah maling masuk, dan udara bisa teregulasi dengan baik selagi aku pergi bekerja.

Di hari senin, aku punya lima agenda mengajar. Aku pulang tepat pukul tiga sore. Tidak ada masalah dan hambatan apapun. Seperti estimasiku. Hidup itu menyediakan banyak opsi, aku bisa memilih apa aku memercayai dan meyakini Chaos Theory karya Charles Stampford atau Cosmos Theory buatan Aristoteles. Semua berpeluang untuk diprediksi. Dan masalah pada hakikatnya tidak ada, dan bisa dicegah. Aku cinta hidupku. Hidup, tanpa masalah—sebab aku berkapabilitas menghindarinya. Aku tidak kelayapan sebelum pulang supaya aku tidak terjebak macet di arus pulang sekolah. Aku membereskan silabus tanpa malas karena aku tidak mau berhutang kelas pada mahasiswa. Aku, manusia anti masalah.

Aku bersenandung di kamarku.

Tapi perhatianku tertaut pada meja kerjaku lagi. Tenggorokanku serak. Mataku hampir copot dari rongga kepala. Rasa mualku naik. Aku pusing, dan aku nyaris pingsan saat itu juga. Aku berlari tunggang-langgang ke meja kerjaku. Aku kembali mengukur jarak antar pot kaktus, wadah pensil, dan ujung raknya. Tidak sama. Tidak simetris.

"ADUUUH!"

-

Yg chapternya blm rilis sabar yaa, ini diproses satu satuuuu

Duri x Reader | Smart OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang