- 11 ♣️

478 100 96
                                    

"Kalsium hidroksida ..." Aku berbisik.

Reaksi perdana Ice cukup mengejutkan. Ice menahan tawa yang hampir lolos dari bibirnya. Ketika aku memcermati komposisi kimianya lagi, menguatkan dugaanku pada pandanganku, aku mendengar tawa Ice mendera di udara.

Tangan kanannya sampai menutupi setengah wajahnya seperti masker COVID, mencegah kekehan itu terdengar semakin kencang. Bahunya sampai naik turun, dan dia membuang muka, tak kuasa menahan ledakan tawa.

"Apa yang kamu rencanakan? Meracuni seisi hotel?" Aku mengacungkan botol tanpa label merek itu pada Ice. Hanya ada keterangan berupa komponen kimianya, tanggal kapur itu dibuat, dan nomor seri berupa coretan spidol warna hijau.

Sementara Ice sibuk menahan tawanya, aku menundukkan kepalaku ke bawah tangki air. Di sini gelap, aku tak mampu melihat ke dasar tangki. Karena aku mengecap Ice sebagai kriminal, aku takut Ice ternyata bukannya ingin meracuni penghuni hotel. Melainkan, lebih parah daripada itu; aku tak tahu jika Ice membunuh seseorang, menyimpan mayatnya di tangki air, dan menaburkan kalsium hidroksida untuk menyamarkan baunya dari penciuman penghuni hotel di rooftop.

Aku menyipitkan mata, mengitari mulut toren, mencoba memperoleh pengelihatan yang lebih baik. Tapi nihil. Akhirnya, aku merogoh saku celanaku, dan aku mengaktifkan senter. Aku mengobok-obok saku sambil memerhatikan Ice yang menyunting senyum psikopat sambil berdiri mematung tanpa berbuat apapun.

Ketika nyala senternya menyorot isi tangki air, aku tidak mengindera apapun. Apapun. Tidak ada mayat. Bahkan airnya juga tidak ada.

Tapi jantungku malah menderu semakin gila karena tangan kiri Ice yang daritadi disimpannya di belakang punggung mulai terangkat. Rupanya dia memegang benda panjang, yang entalah aku tidak tahu benda apa itu.

Aku ingin kabur, tapi satu-satunya akses naik dan turun ke mulut tangki air sialnya berada di dekat kaki Ice. Itu artinya, bilamana kami berakhir berselisih, aku akan main kejar-kejaran di arena bundar mulut tangki air.

Aku mulai skeptis. Aku bisa gila karena aku tidak mencari tahu soal latar belakang orang ini. Semestinya aku menyelidiki Ice sejak aku memergokinya menyelipkan kode penghinaan terhadap soal seleksi itu. Aku melangkah mundur. Tapi aku hampir jatuh karena aku memunggungi sisi hotel yang berbatasan langsung dengan tepian gedung. Jika aku tidak bisa menyeimbangkan kembali tubuhku, aku bisa jatuh terjun dari ketinggian berpuluh-puluh meter dan mutlak mati menghantam atap kios penjual parfum eceran di bawah sana, di trotoar pinggir jalan.

Ice mengeluarkan sebatang sikat dari belakang tubuhnya, "Ada apa, Miss? Mau membantuku membersihkan tangki air?"

Saat itu, jantungku berhenti berdetak, dan kemudian, aku melepaskan napas sesak.

"Woy, Ice! Kamu mengobrol dengan siapa di atas sana?" Sebuah suara datang dari bawah tangki.

Ice berjongkok dan menoleh ke bawah, ia menyembulkan kepalanya dari atas sini, agar ia bisa mengobrol.

Aku penasaran, jadi aku juga menengok ke bawah.

Pria paruh datang dari arah tangki air lain. Kulitnya tan mengkilap, tipe kulit sehat yang kebutuhan vitamin Dnya tercukupi. Pria itu berkumis kaku, dan dia datang beriringan dengan pria-pria lainnya. Rata-rata gerombolan pria ini berpakaian sederhana, dan sebagian di antara mereka mengalungkan handuk di lehernya.

Duri x Reader | Smart OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang