- 08 ♥️

377 81 108
                                    

Mahasiswa lain pulang dua malam setelah acara pembukaan itu selesai.

Top ten pun begitu. Mereka punya banyak urusan. Katanya, Glacier perlu merampungkan perkara perintilan skripsinya yang tinggal meminta tanda tangan ke dosen-dosen terkait. Sai juga disuruh pulang untuk melaksanakan ospek jurusan, sedangkan Shielda tidak, sebab program studi Shielda telah melewati masa orientasi, dan pada semester-semester awal, pembelajaran di kampusnya bersifat daring.

Solar tidak pulang. Teman sekelasnya kebanyakan mengikuti camp musim panas, dan Solar memutuskan untuk tinggal di Kuala Lumpur lebih lama sebelum semester baru dimulai di awal september tahun ini.

Halilintar tidak pulang. Program studi Halilintar mempersilahkan Halilintar menetap lebih lama, dan menyuruhnya mengikuti program belajar secara online, sebelum di bulan-bulan praktik nanti, Halilintar diminta hadir.

Gempa akan pulang dua minggu sesudah seremoni. Dia berkata, dia akan datang lagi ketika lomba matematikanya dimulai, enam bulan kemudian. Aku menanggapinya dengan mendecak sedih. Di antara kontestan lainnya, Gempa mengajak aku mengobrol lebih dulu, dan Gempa sangat mengerti.

Aku tidak bisa menyamaratakan sifat Solar pada kesemua kontestannya. Seorang perempuan beretnis Tionghoa bernama Ying, dan teman seperkelahiannya, Yaya, memperlakukan aku baik, sebaik Gempa. Glacier juga. Bahkan Halilintar menyapaku saat kami bertemu di lobi. Halilintar bertanya kemana aku akan pergi, dan mengapa aku memeluk bundelan-bundelan sayuran. Tapi dari sekian para kontestan itu, Gempalah yang paling mengerti.

Aku bicara pada Gempa, aku mengatakan aku tidak percaya diri, dan aku takut aku tidak bisa memenuhi harapan Miss (Nama). Sebagaimana seorang kakak, Gempa menyikapinya dengan kekehan. Dia pendengar yang baik. Gempa tidak menyela ceritaku, dia memperhatiakan aku—dia tidak memandang aku remeh, dia mengajarkan aku beberapa materi limit. Menurut Gempa, aku tidak perlu takut. Kalah atau menang, kelihatannya Miss (Nama) tidak begitu mempermasalahkannya. Gempa berspekulasi, sebetulnya tujuan utama Miss (Nama) ialah mendorongku untuk tersembuhkan dari penyakit 'buta matematika'.

Kata-kata Gempa mudah dicerna, masuk akal, dan menghangatkan. Aku akan sedih bila Gempa merencanakan akan pergi, dan di pertemuan kami selanjutnya, Gempa berubah menjadi salah satu kompetitor terbesarku. Jika aku ingin menang, aku butuh mengeliminasi Gempa. Aku enggak mau. Kalau aku bisa, aku lebih baik menyingkirkan Solar duluan, supaya dia tidak menumpang foto di twibbon kemetrian pendidikan dan bertingkah semakin pongah di depan followers dadakannya.

Pokoknya aku lebih suka Gempa. Dia low profile banget. Instagramnya diprivate, hidupnya tidak macam-macam, dan hawa keberadaannya positif. Gempa dan Solar bagaikan sungai Cano Cristales cantik nan memesona dan sungai Ciliwung yang belum dibersihkan Pandawara.

"Gempa, kamu beneran harus pulang ke China?" Aku memastikan lagi. Aku telah memelas dan memohon, memintanya tinggal lebih lama.

Kendati begitu, Gempa menjauhkan pandangannya dari laptop, dan menggeleng, "Sekarang ini semester sibuk. Akhir tahun nanti, aku cukup senggang. Kamu akan merasakannya kalau kamu kuliah. Cuti bukan jalan keluar."

Aku menopang dagu di telapak tangan, lalu mendongak ke atas. Rooftop hotel sewaan Pak Kaizo terjunjung tinggi mewajahi langit, tapi pemandangan langit malam di Kuala Lumpur tak sejernih lanskap di desaku. Di sini, aku hanya melihat adanya gulungan awan kelabu yang menutupi bulan beserta pasukan bintangnya. Udaranya pun terasa tidak sehat. Polutan dari knalpot kendaraan bermotor, kepadatan pemukiman Kuala Lumpur, serta efek green house dari pembakaran sampah agrikultural mengakibatkan gelora sejuk pada malam hari kian tereradikasi.

"Aku nggak tahu, apakah aku akan melanjutkan berkuliah atau tidak." Aku menjangkau teh matcha di dalam pilsner kaca, dan mengangkatnya sejajar mulut. Sebelum minum, aku menengadah lagi, aku tidak menyerah mencari setitik cahaya astrerik di antara permandani akasa. Kemudian, aku baru menyeruputnya sedikit, merasakan sensasi dingin menjalar dari lidahku ke dinding mulutku.

Duri x Reader | Smart OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang