Demamku sudah sembuh, tapi pileknya masih ada. Dan, karena Miss (Nama) tidak melarang, aku memutuskan untuk pergi pulang ke desa.
Miss (Nama) juga ikut. Karena katanya, kalau Kaizo melihatnya menganggur, Miss (Nama) takut, Kaizo akan melaporkannya ke rektorat dari institut dimana Miss (Nama) bekerja. Miss (Nama) tidak mau dikira memakan gaji buta.
Aku enggak begitu mengerti, selain mengajar, tugas dosen itu apa saja. Tapi kata Miss (Nama), dia juga diminta meneliti. Selama setahun, Miss (Nama) melakoni tiga penelitian dan berdasarkan kalender akademiknya, seharusnya tepat pada tanggal ini, Miss (Nama) perlu menyusun proyek baru. Bersembunyi di balik alasan urusan-dengan-dinas-pendidikan, yakni urusan mendoseni aku sampai bisa mengalahkan mahasiswa Harvard, Miss (Nama) diizinkan absen dari proyek akhir tahunnya.
Sekarang-sekarang ini, Miss (Nama) bilang, aku akan tetap diajarinya berbagai menu latihan, tapi dengan pertimbangan aku telah mencengkram erat dasar-dasar pelajarannya, aku diperbolehkan pulang ke rumah. Aku diliburkan.
Masalahnya, kalau aku pulang ke desa, dan itu terkesan seperti Miss (Nama) membiarkan aku membolos pelajarannya, nama Miss (Nama) terancam tercemar. Bersamaan dengan itu, Miss (Nama) tidak mau kelihatan tidak berbuat apa-apa. Miss (Nama) takut, rektorat di insititutnya memergoki Miss (Nama) terlalu santai, sehingga mereka mencabut kelonggaran yang mereka berikan—dan artinya, Miss (Nama) diwajibkan merakit penelitiannya, sebagaimana yang telah diatur di kalender akademik.
Sebelum aku benar-benar diizinkan, Miss (Nama) mewanti-wanti aku untuk menikmati berlama-lama di desa, sebelum akhirnya kami bakal mengejar ketertinggalanku dari murid di SMA bagus. Miss (Nama) pun bilang, setelah ini, kami tentu saja berkonsentrasi penuh dalam memenuhi kualifikasi lomba, tanpa ada space waktu senggang.
Aku hanya memegang dasarnya. Aku belum menguasai bumi beserta isinya, begitu katanya. Sebetulnya aku tidak mengerti apa yang dimaksudkannya dalam konsep 'dasar'. Apa menghapal perkalian satu sampai sepuluh bisa menjadikan aku mengungguli Solar, atau Halilintar, atau Gempa? Secara logika, tidak. Tapi Miss (Nama) selalu memujiku karena aku telah menghapal perkalian, seperti seorang guru TK.
Aku memikirkannya berulang-ulang selama perjalanan pulang. Ini kesempatan terakhirku untuk pulang sebelum lombanya dimulai. Karena selanjutnya, aku akan melakoni banyaknya pelajaran-pelajaran di Kuala Lumpur—perabot praktikum dan fasilitas di sana lebih memadai. Meski Miss (Nama) tidak mengucapkan alasan mengapa dia menahanku di Kuala Lumpur sesudah ini, aku tahu jelas.
Aku menerimanya. Lagi pula, pengorbanan kadang-kadang dibutuhkan.
"Tahun kemarin, teman seruanganku yang sama-sama mengajar program studi teknik elektro mengajakku meneliti soal sepeda listrik dan bagaimana cara menkomersialisasikannya." Seperti selama di pesawat, dan di bandara, Miss (Nama) mengoceh soal proyeknya. Dia nampak tidak senang kalau dia tidak kuajak pulang ke desa. "Dan aku menolak. Kamu tahu, sudah banyak orang meneliti dan merilis produk sepeda listrik, bahkan mobil listrik telah diadopsi ke pasar internasional. Masa depan otomotif dunia ialah kendaraan bertenagakan listrik. Mana pula, sewaktu aku mengecek proposalnya, teman dosenku meminta anggaran gila; jumlah nolnya tidak masuk akal. Duit segitu, buatku, bisa dibelikan mie ayam lima ribu mangkok. Stok makan setahun. Sayangnya, karena aku kalah suara, aku jadinya ikut-ikutan saja. Namun setelah ketua prodi di jurusan dimana aku mengajar diganti, dia mengizinkan aku separatis dari proyeknya. Namanya Laksamana Tarung. Dia malah membayarku untuk menuangkan proyekku sendiri."
Ini di taxi. Taxi menuju desaku dari bandar udara penerbangan domestik. Aku akan melakoni beberapa jam perjalanan sebelum sampai ke rumahku. Dan di sepanjang perjalanan, Miss (Nama) mengulang, menegaskan, dan menceritakan detail alasan dari permintaannya untuk ikut pulang denganku. Padahal, tanpa alasan pun, aku mau-mau saja membawanya pulang. Itu tidak masuk akal. Kenapa aku akan menolak tamu seperti Miss (Nama)?
KAMU SEDANG MEMBACA
Duri x Reader | Smart One
FanfictionDalam letusan kemarahan sebesar ledakan Krakatau, aku berteriak nyaring, sampai suaraku memekik dan serak, "Carikan aku anak paling bodoh di Malaysia, akan aku buat dia menjuarai olimpiade matematika nasional melawan anak kuliahan!"